Artikel ini membahas fenomena Pilkada dengan satu pasangan calon (paslon) di Kabupaten Maros tahun 2024 sebagai bentuk anomali dalam praktik demokrasi elektoral di tingkat lokal Indonesia. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi transendental, penelitian ini berupaya mengungkap bagaimana masyarakat memaknai situasi politik tanpa pilihan dalam konteks Pilkada satu paslon. Analisis dikaji melalui kerangka teori demokrasi minimalis Joseph Schumpeter, yang menekankan pentingnya kompetisi antar elite politik sebagai inti dari demokrasi. Temuan menunjukkan bahwa absennya kompetitor politik dalam Pilkada Maros bukan hanya menurunkan kualitas partisipasi pemilih, tetapi juga menciptakan krisis representasi dan delegitimasi hasil pemilihan secara moral. Koalisi besar sembilan partai yang secara bulat mendukung satu pasangan calon menunjukkan dominasi elite politik yang pragmatis dan melemahkan fungsi partai sebagai penyedia alternatif politik. Partisipasi pemilih yang menurun dan suara kolom kosong yang tinggi menjadi simbol resistensi publik terhadap demokrasi tanpa pilihan. Artikel ini menyimpulkan bahwa Pilkada Maros 2024 mencerminkan regresi demokrasi lokal, di mana prosedur elektoral dijalankan tanpa substansi kompetitif yang esensial bagi demokrasi. Reformasi sistem pencalonan, penguatan kaderisasi partai, dan peran masyarakat sipil menjadi krusial untuk menjaga integritas dan keberlanjutan demokrasi lokal di Indonesia.
Copyrights © 2025