Manusia selalu ingin hidup damai, sejahtera, dan penuh sukacita, jauh dari segala penderitaan. Namun, dalam usaha pencarian itu, ia sering tidak menyadari bahwa dirinya justru mengalami penderitaan, kehilangan pegangan hidup, dan mengalami krisis iman. Sehingga tidak jarang relasi antara manusia dan Allah menjadi jauh dan ia merasa ditinggalkan oleh-Nya. Relasi yang renggang antara manusia dan Allah disebabkan oleh kesombongan manusia. Manusia yang sombong menganggap dirinya dapat selamat apabila ia menggunakan kekuatannya sendiri tanpa bantuan dari Allah. Kesombongan manusia sangat bertolak belakang dengan kodratnya yang rapuh dan lemah. Kodrat manusia itu tidak terlepas dari penderitaan. Penderitaan yang menjadi bagian dari hidup harus diterima dan dihadapi. Faustina menyadari dirinya yang rapuh dan lemah tidak terlepas dari penderitaan dalam hidupnya. Tetapi ia dapat menghadapi penderitaannya dengan sukacita. Sukacita dalam penderitaan terjadi karena ia mengalami kehadiran Yesus dalam doa dan karyanya. Kehadiran Yesus itu mengampuni, menghibur, menyembuhkan, dan menyelamatkan. Demikian juga dengan umat manusia yang menerima dan menyatukan penderitaannya bersama penderitaan Yesus, ia dapat mengalami sukacita dalam penderitaan dan dapat mengatasi kesulitan hidupnya setiap hari. Bersukacita dalam penderitaan membuat umat beriman semakin dimurnikan dan bersatu dengan Allah sang sumber Cinta dan Kerahiman.
Copyrights © 2024