Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah melahirkan tantangan baru dalam ranah hukum pidana, salah satunya melalui fenomena deepfake. Teknologi ini memungkinkan penciptaan konten visual dan audio yang menyerupai kenyataan, namun bersifat manipulatif dan berpotensi menimbulkan kerugian serius, baik terhadap individu maupun terhadap tatanan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis urgensi pengaturan hukum pidana terhadap penyebaran konten deepfake di Indonesia. Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dengan analisis terhadap peraturan perundang-undangan, doktrin, dan putusan hukum yang relevan, serta ditunjang dengan studi komparatif dari regulasi internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia saat ini belum memiliki aturan eksplisit mengenai deepfake, sehingga menyebabkan kekosongan hukum (legal vacuum) yang berdampak pada kesulitan pembuktian dan lemahnya perlindungan terhadap korban. Beberapa ketentuan dalam KUHP dan UU ITE masih bersifat umum dan tidak mengakomodasi kompleksitas karakteristik deepfake. Oleh karena itu, diperlukan reformulasi hukum dalam bentuk undang-undang khusus atau amandemen terhadap regulasi yang ada guna mengklasifikasikan kejahatan deepfake sebagai tindak pidana tersendiri. Negara juga perlu memperkuat kapasitas penegak hukum serta mendorong kolaborasi lintas sektor dalam merespons tantangan teknologi manipulatif yang semakin masif di era digital.
Copyrights © 2025