Fenomena Hallyu (Korean Wave) yang semakin masif dalam arus globalisasi bukan sekedar kebetulan, melainkan hasil perencanaan matang dari dukungan pemerintah, pihak swasta serta idol/artis dalam membangun citra positif Korea Selatan melalui industri budaya Pop-nya. Namun, di balik gemerlap popularitasnya, pemberitaan media tentang kerasnya industri hiburan Korea Selatan membuat penelitian ini menaruh perhatian khusus terhadap cara kapitalis beroperasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan studi literatur sebagai data primernya. Adapun teori yang digunakan ialah teori ideologi dan Aparatus Negara dari Louis Althusser. Melalui concept of the problematic dan pembacaan simptomatik dalam membaca gejala sebuah teks ‘bermasalah’ yang hanya didapat dalam keheningan/silences, celah/gaps, maupun ketidakhadiran teks/absences, penelitian ini mengungkap sisi permasalahan yang ‘lebih dipertanyakan’ dari praktik kapitalisme dalam industri hiburan Korea Selatan khususnya dampaknya terhadap idol/artisnya sebagai ‘kaum buruh’. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa idol/artis justru menjadi korban paling dirugikan. Kapitalis tidak hanya mereproduksi keterampilan/pengetahuan para idol/artisnya sebelum didebutkan, melainkan mereproduksi ketundukan melalui Aparatus Represif Negara dan Aparatus Ideologi Negara. Ideologi kapitalisme yang tersembunyi menciptakan alienasi, membuat idol/artis tidak menikmati hasil kerjanya. Tekanan, ketidakadilan, dan persaingan ketat sejak masa trainee menyebabkan kelelahan fisik dan mental, cedera, stres, hingga bunuh diri.
Copyrights © 2025