Ruwatan, upacara adat Jawa yang dipercaya membersihkan diri dari pengaruh negatif dan membawa keberuntungan, seringkali dikritik dari sisi agama karena melibatkan sesajen. Di tengah modernisasi dan pengaruh budaya global, tradisi ini perlahan mulai ditinggalkan, terutama oleh generasi muda. Penelitian ini menganalisis keberlanjutan ruwatan melalui etika filsafat komunikasi Paul Feyerabend, khususnya perspektif relativisme kultural dan pluralisme pengetahuan. Tujuannya adalah menganalisis konsep "anything goes" dalam epistemologi Feyerabend untuk memahami mengapa budaya ruwatan tetap dilestarikan di era modern. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis literatur dan pengamatan media sosial, penelitian ini menemukan bahwa, meskipun dianggap mistis dan tidak relevan, ruwatan tetap eksis dan dapat disesuaikan dengan nilai-nilai modern, berkat peran media sosial dalam memperkenalkan dan melestarikannya. Secara teoritis, pemikiran Feyerabend memberikan validasi filosofis bagi ruwatan, tidak hanya dalam kerangka budaya Jawa tetapi juga sebagai solusi spiritual universal. Secara praktis, penelitian ini menyoroti adaptabilitas tradisi lokal dan potensi media sosial dalam pelestarian budaya di tengah perubahan zaman.
Copyrights © 2025