Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) berfungsi sebagai dasar hukum untuk penguasaan tanah di Indonesia, menjamin kepastian hukum terkait hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA. Sertifikat tanah sangat penting, berfungsi sebagai bukti kuat yang memuat data fisik dan hukum yang akurat. Penelitian ini bertujuan untuk membongkar proses penerbitan sertifikat pengganti untuk hak kepemilikan tanah yang sertifikat aslinya hilang. Dengan menggunakan metode yuridis empiris, data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen terkait penerbitan sertifikat pengganti tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerbitan sertifikat pengganti tanah merupakan prosedur administratif yang krusial untuk menjaga kepemilikan tanah dan mencegah penyelamatan. Proses ini memerlukan verifikasi dokumen yang teliti, termasuk pengajuan surat permohonan, sertifikat kehilangan, dan dokumen pendukung lainnya. Setelah menyelesaikan tahap verifikasi dan notifikasi publik, sertifikat baru akan diterbitkan jika tidak ada klaim dari pihak lain. Prosedur ini mematuhi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 1 Tahun 2010 dan Prosedur Operasional Standar (SOP) yang relevan, sehingga memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah. Kelengkapan dan keabsahan dokumen sangat penting untuk memfasilitasi proses penggantian sertifikat. Namun penelitian ini juga mengungkapkan bahwa meskipun ada peraturan yang ada, pelaksanaannya seringkali tidak memenuhi harapan, menghambat hak pemilik tanah untuk mencapai kepastian hukum. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan peningkatan sosialisasi dan pelatihan bagi pejabat serta penyederhanaan prosedur untuk mempercepat penerbitan sertifikat pengganti, yang pada akhirnya memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi masyarakat.
Copyrights © 2025