Klaim pemutihan dan pencerahan yang dikonstruksi oleh warisan kolonial tidak hanya mereproduksi hierarki rasial, tetapi juga menginternalisasi hegemoni kecantikan yang mendiskreditkan keberagaman warna kulit. Melalui perspektif poskolonialisme, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesadaran mahasiswa terhadap konstruksi sosial tersebut, sekaligus mengkritisi mekanisme kapitalisme industri kecantikan dalam mempertahankan standar kecantikan yang diskriminatif.  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman mahasiswa terhadap warisan kolonial dalam industri kecantikan, khususnya dalam klaim pemutihan dan pencerahan kulit. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik wawancara kepada mahasiswa di Bandung selama satu bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman mahasiswa terhadap warisan kolonial dalam industri kecantikan masih beragam, dengan sebagian besar menyadari adanya pengaruh historis dalam standar kecantikan tetapi belum sepenuhnya mengkritisinya secara mendalam. Meskipun terdapat kelompok mahasiswa yang mulai menunjukkan kesadaran kritis dan menolak klaim pemutihan sebagai standar estetika utama, masih banyak yang menerima konstruksi tersebut tanpa mempertanyakan implikasi ideologisnya. Faktor seperti eksposur terhadap media, pendidikan, dan lingkungan sosial berperan dalam membentuk tingkat kesadaran ini. Temuan ini menegaskan perlunya peningkatan literasi kritis di kalangan mahasiswa agar mereka mampu menilai dan mendekonstruksi narasi kolonial dalam industri kecantikan secara lebih komprehensif.
Copyrights © 2025