Penyelundupan thrifting di Kepulauan Riau menjadi isu signifikan yang memengaruhi keamanan maritim. Praktik ini merupakan contoh blue crime, karena para penyelundup memanfaatkan jalur laut ilegal dan pelabuhan kecil tersembunyi untuk memasukkan pakaian bekas dari Singapura dan Malaysia. Masalah mendasar muncul dari lemahnya tata kelola maritim dan celah regulasi yang dimanfaatkan oleh jaringan transnasional, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi, sosial, dan lingkungan. Penelitian ini menganalisis dampak penyelundupan thrifting terhadap keamanan maritim Indonesia melalui lensa blue security, dengan menggunakan kerangka tata kelola maritim, Maritime Domain Awareness (MDA), dan Maritime Security Risk Analysis Model (MSRAM). Dengan pendekatan kualitatif, data dikumpulkan dari literatur akademik, dokumen regulasi, dan laporan resmi maritim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelundupan thrifting berdampak pada tiga dimensi: pertama, keamanan ekonomi maritim, melalui pelemahan industri tekstil nasional dan munculnya ekonomi ilegal di Batam; kedua, keamanan sosial dan kesehatan, serta paparan terhadap limbah tekstil berbahaya; dan ketiga, keamanan lingkungan laut, melalui pembuangan ilegal di pelabuhan tersembunyi dan akumulasi limbah tekstil di sepanjang garis pantai. Penelitian ini menyimpulkan bahwa respons kebijakan maritim Indonesia masih bersifat terfragmentasi dan normatif, sehingga tidak memadai untuk menangani kompleksitas penyelundupan thrifting. Penguatan tata kelola maritim yang terintegrasi, peningkatan kapasitas kelembagaan, serta perbaikan koordinasi antar instansi menjadi langkah krusial untuk menghadapi ancaman keamanan maritim non-tradisional.
Copyrights © 2025