Tujuan penelitan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran konkrit menyangkut tentang pengaturan kewenangan penegakan hukum di wilayah laut (maritim). Pendekatan penelitian menerapakan studi perbandingan hukum (comparatice approach), pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach). Penggunaan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data penelitian yang ada dikumpulkan oleh penulis dengan teknik data kepustakaan dan dokumen. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengaturan kewenangan penegakan hukum antar instansi dalam Undang-Undang Kelautan belum mencerminkan prinsip kepastian hukum dan keadilan. Keberadaan Bakamla sebagai aparat penegak hukum telah menimbulkan dualisme penegakan hukum. Dalam Undang-Undang juga terdapat konflik norma, yang pada akhirnya menimbulkan implikasi ketidakjelasan kewenangan. Ketidakjelasan pengaturan tersebut pada akhirnya menempatkan kedudukan Bakamla demikian superior. Ketidakjelasan kewenangan dalam penerapan fungsi penegakan hukum akan berdampak pada inkonsistensi kelembagaan sistem peradilan pidana. Hal ini dapat dilihat dari adanya pertentangan pengaturan dengan Undang-Undang Pelayaran, khususnya yang terkait dengan fungsi keselamatan dan keamanan maritim (maritime safety and security). Dalam upaya mendesain sistem penegakan hukum keamanan maritim, diperlukan adanya pembetulan (remedy) atas adanya antinomy dimaksud. Pendirian Indonesian Coast Guard dengan penggabungan (fusi) Bakalamla dan KPLP dipandang sejalan dengan politik hukum keamanan nasional. Demikian itu sebagaimana dianut oleh berbagai negara.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025