Pengelolaan limbah organik, khususnya daun bambu, menjadi isu penting dalam pelestarian lingkungan dan pertanian berkelanjutan. Di Indonesia, sekitar 40% sampah terdiri atas limbah organik, namun pemanfaatannya masih rendah, termasuk pada daun bambu yang sering dibakar, meningkatkan emisi karbon. Padahal, daun bambu memiliki rasio C/N yang ideal untuk kompos, mudah terurai, dan dapat memperbaiki kualitas tanah. Salah satu tantangan utama dalam pemanfaatan daun bambu adalah rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan limbah organik ini. Untuk itu, program pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan di KTH (Kelompok Tani Hutan) Bambu Lestari Bulaksalak, Desa Wukirsari, Kapanewon Cangkringan, Kabupaten Sleman, dengan pendekatan partisipatif. Program dimulai dengan sosialisasi melalui presentasi dan diskusi mengenai pengelolaan limbah organik, manfaat kompos, serta potensi daun bambu sebagai bahan kompos. Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman warga dan mendorong adopsi praktik ramah lingkungan. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan praktik langsung pengomposan di lahan milik pemerintah desa. Proses pengomposan terdiri atas tujuh tahap: pengumpulan dan pembersihan seresah bambu, pencacahan daun bambu, pencampuran bahan kompos (daun bambu, pupuk kandang, dan tanah), pengaturan kelembapan, pengadukan awal, serta pemeliharaan tumpukan kompos selama proses fermentasi. Setelah sekitar 40 hari, kompos matang siap digunakan sebagai pupuk organik. Program ini berhasil meningkatkan keterampilan teknis warga dalam pengelolaan limbah organik dan memperkuat kesadaran tentang pentingnya pemilihan lokasi pengomposan yang tepat. Untuk keberlanjutan, pendampingan lebih lanjut dan penguatan kelembagaan lokal sangat dibutuhkan, selain kolaborasi lintas sektor untuk mereplikasi model ini di wilayah lain.
Copyrights © 2025