Penelitian ini membahas pergeseran citra diri pendakwah dalam konteks struktur kuasa digital melalui studi kasus kontroversi Gus Miftah versus penjual Es Teh. Dengan menggunakan perspektif komunikasi simbolik dan teori konstruksi identitas, kajian ini mengungkap bagaimana ruang dakwah kini bertransformasi menjadi arena mediatik yang sarat akan polarisasi publik, ekspektasi moral kolektif, serta intervensi algoritmik. Hasil analisis menunjukkan bahwa otoritas dakwah di era digital tidak lagi ditentukan semata oleh legitimasi keilmuan atau institusional, melainkan oleh kemampuan pendakwah dalam mengelola keutuhan identitas komunikatif, menjaga authenticity, dan merespons dinamika publik yang semakin kritis. Fenomena ini menandai urgensi reorientasi strategi dakwah yang adaptif terhadap medan kuasa baru, di mana reputasi religius bersifat fluktuatif dan sangat bergantung pada persepsi publik digital.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025