Studi ini menelaah bagaimana kesantunan strategis direalisasikan dalam interaksi warga–chatbot pada layanan publik daring, serta bagaimana pola kesantunan tersebut memengaruhi penerimaan pesan dan keberlangsungan percakapan. Berlandaskan Prinsip Kesantunan Leech (tact, generosity, approbation, modesty, agreement, sympathy) dan konsep Face-Threatening Acts (Brown & Levinson), penelitian merancang kerangka anotasi pragmatik untuk mengidentifikasi pematuhan/pelanggaran maksim, perangkat mitigasi (hedges, penanda empati, permintaan maaf), dan strategi tindak tutur (informing, requesting, refusing, directing). Korpus berupa log percakapan terpilih dari beberapa chatbot pemerintah yang melayani informasi prosedur administrasi, aduan layanan, dan verifikasi dokumen. Analisis dilakukan secara campuran—kajian kualitatif berbasis analisis percakapan dipadukan dengan penambangan fitur tekstual (imperatif langsung, modalitas kewajiban, formula kesopanan) dan evaluasi keterbacaan. Hasil menunjukkan bahwa pematuhan tertinggi terjadi pada maksim tact dan agreement dalam skenario informatif, sementara pelanggaran paling sering muncul pada skenario refusal/redirect (mis. penolakan berkas, rujukan ke kanal lain) karena dominannya bentuk imperatif dan absennya penanda empati. Ketidakkonsistenan kesantunan juga tampak pada konteks multibahasa dan saat transisi ke agen manusia. Studi ini menawarkan pedoman perancangan templat respons ramah-muka—menggabungkan mitigasi FTA, penanda empati, justifikasi prosedural singkat, dan opsi tindak lanjut—yang dapat meningkatkan kejelasan sekaligus menjaga wajah positif warga dalam interaksi layanan publik digital.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024