Perkembangan teknologi digital telah memunculkan berbagai bentuk tindak pidana baru, salah satunya adalah penyebaran konten ilegal berupa hoaks yang berpotensi menyesatkan publik dan mengganggu ketertiban umum. Pendekatan hukum yang bersifat retributif dinilai kurang efektif dalam menangani perkara semacam ini secara substantif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penerapan keadilan restoratif (restorative justice) oleh kepolisian dalam penyelesaian tindak pidana hoaks, berdasarkan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021. Menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan studi kasus, data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumen terhadap beberapa perkara hoaks yang diselesaikan secara restoratif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini mampu memberikan alternatif penyelesaian yang cepat, partisipatif, dan berorientasi pada pemulihan sosial, asalkan seluruh persyaratan formil dan materiil terpenuhi. Analisis menggunakan teori sistem hukum Lawrence M. Friedman menunjukkan bahwa keberhasilan penerapan keadilan restoratif sangat bergantung pada keselarasan antara struktur hukum (lembaga kepolisian), substansi hukum (kerangka normatif Perkapolri), dan budaya hukum (penerimaan masyarakat). Artikel ini merekomendasikan penguatan kapasitas aparat, pengawasan pelaksanaan, dan edukasi publik sebagai langkah strategis dalam optimalisasi restorative justice pada perkara siber.
Copyrights © 2025