Kekerasan seksual merupakan bentuk pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang memerlukan penanganan hukum secara menyeluruh. Dalam konteks pembuktian pidana, pemeriksaan forensik, khususnya visum et repertum, memiliki peran sentral dalam mengungkap kebenaran materiil. Penelitian ini membahas efektivitas visum et repertum sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana kekerasan seksual, serta menganalisisnya melalui pendekatan teori hukum Gustav Radbruch yang menekankan keadilan sebagai nilai utama. Studi ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris dengan lokasi penelitian di Biddokkes Polda Jawa Tengah, melibatkan data primer berupa wawancara dengan pihak medis forensik serta studi dokumen visum et repertum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa visum et repertum berperan penting dalam menegaskan unsur pidana dalam kasus kekerasan seksual, terutama ketika tidak tersedia saksi atau bukti langsung lainnya. Pemeriksaan forensik yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta evaluasi psikososial terbukti mendukung proses hukum yang berpihak pada korban. Dari perspektif teori Radbruch, peran visum mencerminkan integrasi antara keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan, serta menjadi sarana perlindungan hukum yang substansial bagi korban. Penelitian ini menyarankan perlunya peningkatan kapasitas profesional dokter forensik, serta penguatan prosedur visum yang berorientasi pada keadilan restoratif. Temuan ini memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem pembuktian hukum pidana yang lebih manusiawi dan responsif terhadap hak-hak korban.
Copyrights © 2025