Penelitian ini menganalisis secara yuridis-empiris implementasi wakaf produktif di Masjid Darul Falah, Pontianak, dengan fokus pada kepatuhan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2006. Studi kasus ini menyoroti diskrepansi signifikan antara inisiatif produktif di tingkat akar rumput dengan kelemahan fundamental dalam administrasi hukum dan pembinaan kelembagaan. Menggunakan metode penelitian kualitatif, data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan nazhir masjid, Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Kalimantan Barat, dan Kantor Urusan Agama (KUA), serta observasi langsung terhadap aset wakaf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nazhir Masjid Darul Falah telah berhasil mengembangkan aset wakaf secara produktif melalui penyewaan properti, yang menunjukkan pemahaman inovatif terhadap potensi ekonomi wakaf. Namun, keberhasilan ini dibayangi oleh problematika yuridis yang serius: (1) Status nazhir yang belum pernah diperbarui sejak tahun 1991, bertentangan dengan ketentuan masa bakti lima tahun dalam PP No. 42 Tahun 2006, sehingga berimplikasi pada keabsahan hukum pengelolaan aset. (2) Kevakuman kepengurusan BWI tingkat Kota Pontianak telah menciptakan kekosongan dalam fungsi pembinaan dan pengawasan, menyebabkan nazhir tidak mendapatkan pendampingan yang memadai. Disimpulkan bahwa praktik wakaf produktif di Masjid Darul Falah merepresentasikan sebuah paradoks: inovatif secara ekonomi, namun rapuh secara yuridis. Tanpa adanya pembenahan administrasi nazhir dan revitalisasi peran BWI sebagai pembina, keberlanjutan dan keamanan hukum aset wakaf produktif ini di masa depan sangat rentan terhadap sengketa.
Copyrights © 2025