Terung belanda (Cyphomandra betacea) merupakan buah bernutrisi di Indonesia dengan potensi ekonomi yang signifikan namun belum dimanfaatkan secara optimal. Pola konsumsi yang terbatas telah menghambat nilainya sehingga diperlukan inovasi produk untuk meningkatkan daya tariknya di pasar. Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan saus terung belanda dengan nilai tambah dan menilai dampak adanya bumbu esensial terhadap penerimaan sensori produk tersebut. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tiga formulasi berbeda: F1 (lengkap dengan bawang putih dan bawang merah), F2 (tanpa bawang merah), dan F3 (tanpa bawang putih). Uji hedonik dilakukan dengan melibatkan 30 panelis tidak terlatih untuk mengevaluasi rasa, aroma, dan warna saus pada skala 5 poin. Data dianalisis secara deskriptif untuk menentukan skor rata-rata tingkat kesukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satu jenis bumbu terbaik di semua asfek sensoris. Formulasi F1 paling disukai dari segi rasa, mencapai skor rata-rata tertinggi 4,1 disebabkan oleh kombinasi bumbu yang lengkap dan seimbang. Sebaliknya, formulasi F3 dalam hal aroma (skor rata-rata 3,5) dan warna (skor rata-rata 3,8), di mana aroma yang menarik terkait dengan minyak asiri pada bawang merah dan warna yang menarik dihasilkan dari proses karamelisasi gula dan bawang merah saat pemasakan. Kesimpulannya, F1 adalah formulasi optimal untuk mendapatkan rasa yang paling diinginkan, sementara F3 unggul dalam memberikan aroma dan tampilan visual yang lebih baik. Penelitian ini menyoroti peran penting dari kombinasi bumbu spesifik dalam menentukan profil sensoris akhir dari produk inovatif berbasis terung belanda.
Copyrights © 2025