Kesenjangan antara idealisme dengan realitas dalam konteks Undang-Undang Hak Cipta serta praktik pembajakan film di platform Layar Kaca 21 menjadi perhatian utama dalam penelitian ini, dengan maksud untuk menggali motivasi di balik preferensi konsumen atau informan terhadap situs ilegal daripada layanan legal seperti Netflix, Viu, WeTV, dan sejenisnya. Setelah itu, penelitian ini juga menganalisis apa dan bagaimana yang seharusnya dilakukan pemerintah dan industri kreatif untuk menanggulangi masalah ini. Dalam penelitian ini, digunakan metode pendekatan kualitatif yang memanfaatkan wawancara semi-terstruktur serta telaah pustaka sebagai teknik pengumpulan data. Wawancara semi-terstruktur telah dilaksanakan dengan lima mahasiswa Sosiologi Fisip UNILA secara aktif memilih LK21 sebagai platform utama untuk menonton film. Data yang dihasilkan berupa data primer dan data sekunder bersumber dari bahan bacaan peneliti. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa aksesbilitas dan kondisi ekonomi menjadi pendorong utama bagi informan dalam menonton film ilegal di platform seperti LK21. Masalah ini menjadi serius karena industri kreatif di bidang perfilman dilanda kerugian akibat adanya oknum yang melakukan penduplikasi dan mengomersialkan karya cipta orang lain. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 menetapkan segala tugas dan fungsi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) menjadi pedoman bagi pemerintah dalam hal penanggulangan masalah budaya pembajakan film yang kian marak terjadi.
Copyrights © 2025