Studi ini melakukan analisis yuridis terhadap pembayaran imbalan jasa kurator dalam kasus kepailitan yang dibatalkan oleh pengadilan. Melalui pendekatan yuridis normatif dengan studi statuta dan kasus, serta analisis dokumen putusan, pembahasan difokuskan pada landasan hukum, kriteria penentuan imbalan, dan implikasinya bagi kreditur dan debitur. Kurator tetap berhak atas imbalan jasa meski status kepailitan dibatalkan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dan Permenkumham Nomor 18 Tahun 2021, di mana besarannya bergantung pada nilai aset, tingkat kesulitan tugas, serta kontribusi kurator selama proses kepailitan. Temuan utama menunjukkan bahwa dalam 3 dari 5 putusan kepailitan yang dibatalkan (60%), pengadilan tetap memberikan imbalan kepada kurator dengan besaran antara Rp50.000.000 hingga Rp150.000.000, tergantung kontribusi kurator dan jumlah aset yang sempat dikelola. Prinsip keadilan dan kepastian hukum menjadi landasan utama dalam pertimbangan hakim. Namun, penelitian juga mengidentifikasi adanya celah hukum yang dapat menimbulkan sengketa antara debitor dan kreditor, terutama dalam hal besaran imbalan dan peran kurator pasca pembatalan. Oleh karena itu, disarankan adanya revisi regulasi untuk mengatur secara eksplisit ketentuan imbalan jasa pasca pembatalan kepailitan, memperkuat peran pengadilan dalam mediasi, serta mendorong akuntabilitas kurator melalui pelaporan dan dokumentasi yang transparan.
Copyrights © 2025