Penelitian ini hendak membahas resolusi konflik agraria pada masyarakat agama di wilayah adat suku Tambee. Konflik agraria muncul akibat tumpang tindih klaim kepemilikan lahan di wilayah adat tersebut. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara. Teknik snowball sampling digunakan untuk memperoleh data dari berbagai pihak yang terlibat konflik agraria. Data juga diperoleh dari observasi partisipatif peneliti selama hidup bersama dalam ruang lingkup masyarakat agama di wilayah adat tersebut. Analisis dilakukan melalui reduksi data, penyederhanaan, dan transformasi data lapangan secara sistematis. Konflik agraria diidentifikasi menjadi tiga kategori utama berdasarkan tipologi konflik yang terjadi. Pertama, konflik struktural antara masyarakat Tambee dan PTPN XIV periode 1998-2000. Kedua, konflik internal komunitas yang melibatkan warga asli dan pendatang dalam perebutan lahan kosong. Ketiga, antisipasi konflik dengan elit politik terkait upaya penyerobotan lahan oleh oknum aparat dan pejabat daerah. Temuan penelitian menunjukkan ciri khas masyarakat Tambee dalam resolusi konflik agraria. Ciri khas yang dimaksud ialah nilai Kearifan lokal yang terus dijunjung tinggi oleh masyarakat tersebut hingga pada saat ini. Selanjutnya, telaah teologi sosial dipakai untuk melihat solidaritas dan keadilan dalam upaya resolusi konflik agraria. Pendekatan ini pun menunjukan transformasi yang terjadi pada masyarakat agama di wilayah adat Tambee. Hal ini tentu saja dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat adat lainnya ketika diperhadapkan dengan konflik agraria. Penelitian ini menyimpulkan bahwa resolusi konflik agraria melalui nilai kearifan lokal yang diintegrasikan dengan pendekatan teologi sosial, efektif menjaga keberlanjutan wilayah adat Tambee. This study examines agrarian conflict resolution within religious communities in the Tambee tribal customary territory. Agrarian disputes emerged from overlapping land ownership claims in this traditional area. The research employs descriptive qualitative methods through interview techniques, utilizing snowball sampling to gather data from various parties involved in the agrarian conflict. Additional data was collected through participatory observation during the researcher's immersion within the religious community of this customary territory. Analysis was conducted through systematic data reduction, simplification, and field data transformation. Three primary categories of agrarian conflict were identified based on conflict typology. First, structural conflict between the Tambee community and PTPN XIV during 1998-2000. Second, internal community conflict involving indigenous residents and newcomers competing for vacant land. Third, anticipatory conflict with political elites regarding land seizure attempts by corrupt officials and regional authorities. Research findings reveal distinctive characteristics of the Tambee community in agrarian conflict resolution, specifically their unwavering commitment to local wisdom values that continue to be upheld today. Furthermore, social theology analysis was applied to examine solidarity and justice in agrarian conflict resolution efforts. This approach demonstrates transformation occurring within the religious community of the Tambee customary territory, potentially inspiring other indigenous communities facing similar agrarian conflicts. The study concludes that agrarian conflict resolution through local wisdom values integrated with social theology approaches effectively maintains the sustainability of the Tambee customary territory.
Copyrights © 2025