cover
Contact Name
Soni Akhmad Nulhaqim
Contact Email
jkrk.fisip@gmail.com
Phone
+6281322312268
Journal Mail Official
jkrk.fisip@gmail.com
Editorial Address
Pusat Studi Konfilk dan Resolusi Konflik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran Gedung A FISIP-UNPAD Lt. 2 Jl. Raya Bandung Sumedang km 21 Jatinangor, Sumedang
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
ISSN : 26558823     EISSN : 26561786     DOI : https://doi.org/10.24198/jkrk.v1i1
Fokus dan Ruang Lingkup Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik yakni memuat hasil-hasil penelitian lapangan dan dan atau kajian pustaka mengenai isu-isu konflik dan resolusi konflik di tingkat nasional, regional dan internasional.
Articles 125 Documents
RESOLUSI KONFLIK AGRARIA BERBASIS KOMUNITAS PADA MASYARAKAT PETANI DI DESA GENTENG KECAMATAN SUKASARI KEBUPATEN SUMEDANG Soni Akhmad Nulhaqim; Muhammad Fedryansyah; Eva Nuriyah Hidayat
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik Vol 1, No 2 (2019): Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (94.517 KB) | DOI: 10.24198/jkrk.v1i2.23235

Abstract

Konflik merupakan salah satu fenomena yang selalu terjadi pada masyarakat. Salah satu fenomena konflik yaitu konflik agraria pada masyarakat petani yang terjadi di Desa Genteng Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang. Berbagai upaya resolusi konflik dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi konflik agraria ini. Salah satunya yaitu resolusi konflik berbasis komunitas. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan resolusi konflik agraria berbasis komunitas pada masyarakat petani di Desa Genteng berdasarkan pandangan tiga ahli yaitu masyarakat lokal Desa Genteng, praktisi pertanahan dan akademisi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik diskusi publik antara ketiga ahli tersebut. Berdasarkan pandangan masyarakat lokal Terjadi mis komunikasi antar warga Desa Genteng dengan pihak Perum Perhutani dalam pemanfaatan lahan. Alih fungsi lahan hutan yang terjadi di Kawasan Manglayang Timur mendorong masyarakat Desa Genteng juga beralih profesi. Dalam upaya resolusi konflik, LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) memiliki peran yang sangat penting yaitu sebagai penengah antara petani dengan Perum Perhutani. Mediasi yang dilakukan oleh LMDH menghasilkan sebuah konsensus baru yaitu Perhutani memperbolehkan petani lokal untuk menggarap kembali lahan di kawasan hutan, namun dengan jenis tanaman tertentu yang telah ditentukan oleh Perum Perhutani. Berdasarkan pandangan ahli pertanahan dalam upaya meminimalisir konflik agraria, BPN Kabupaten Sumedang melakukan upaya sertifikasi tanah dan redistribusi tanah terutama di wilayah rawan konflik agraria yaitu di lokasi pembangunan bendungan Jatigede, dan lokasi pembangunan tol Cisumdawu. Berdasarkan pandangan akademisi masalah yang terjadi di Desa Genteng tidak hanya sekedar konflik pemanfaatan lahan saja, namun juga lebih kompleks dari itu seperti pengelolaan air PDAM, potensi kehilangan pekerjaan, konflik lahan, kemiskinan, kesadaran dalam pelestarian lingkungan, kesulitan pemasaran hasil pertanian. Upaya pemecahan masalah di Desa Genteng telah dilakukan oleh berbagai pihak yang dilakukan melalui upaya hukum preventif dan represif, pembentukan konsensus baru, pembentukan integrasi sosial dan kerjasama dengan perguruan tinggi melalui program pengabdian kepada masyarakat. Upaya penyelesaian konflik dan pemecahan masalah yang ada di Desa Genteng salah satunya dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat.
RESOLUSI KONFLIK BERBASIS BUDAYA OLEH MASYARAKAT KABUPATEN POSO Nanang Wijaya
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.044 KB) | DOI: 10.24198/jkrk.v2i1.27048

Abstract

ABSTRAK Konflik Poso pecah menjadi salah satu konflik terlama di Indonesia yang menyebabkan kerugian dan korban yang banyak. Segala upaya dilakukan untuk menanggulangi konflik dengan segala upaya resolusi konflik yang dilaksanakan. Selain upaya pemerintah dan aparat keamanan untuk menanggulangi konflik, masyarakat Poso melaksanakan upaya resolusi berbasis budaya. Kehadiran significant others (orang berpengaruh) melaksanakan proses resolusi konflik dengan menggunakan komunitas rumah kata sebagai lembaga melaksanakan resolusi konflik dengan menggunakan kearifan lokal Sintuvu Maroso dan kearifan lokal Tonda Talusi diterima oleh masyarakat yang bertikai.
MODEL PELAYANAN SOSIAL BAGI ANAK KORBAN KEKERASAN Nandang Mulyana; Risna Resnawaty; Rudy Saprudin Darwis
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik Vol 1, No 2 (2019): Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.05 KB) | DOI: 10.24198/jkrk.v1i2.23241

Abstract

Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Akan tetapi dalam perkembangannya anak seringkali menjadi korban kekerasan. Kekerasan terhadap anak mempunyai dampak yang sangat luas dan panjang. Anak korban kekerasan akan membawa trauma selama hidupnya. Di sisi lain korban kekerasan semasa kecil mempunyai potensi untuk menjadi pelaku pada masa yang akan dating sewaktu korban tersebut telah dewasa. Trauma yang luas dan panjang ini harus mendapatkan penanganan secara komprehensif. Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam keluarga. Sementara faktor eksternal adalah faktor yang terjadi diluar lingkungan keluarga. Penanganan terhadap anak korban kekerasan yang komprehensif, sehingga diperlukan adanya model pelayanan sosial bagi anak korban kekerasan. Model pelayanan sosial bagi anak korban kekerasan dapat dilihat dari cakupan dan kesinambungannya, maupun pemberi pelayanan sosial yang diberikan. Jadi dengan demikian untuk mendapatkan pelayanan yang komprehensif bagi anak korban kekerasan diperlukan koordinasi antarlembaga pemberi pelayanan sosial. Penanganan bagi anak korban kekerasan dengan peningkatan koordinasi antarlembaga yang memberikan pelayanan bagi anak korban kekerasan. Koordinasi ini menjadi penting dengan tujuan untuk menghindari pelayanan yang diberikan tumpang tindih. Selain itu juga dengan koordinasi pelayanan sosial yang diberikan akan lebih menyeluruh. Koordinasi juga akan melihat pelayanan yang sudah diberikan serta yang dibutuhkan oleh anak korban kekerasan. Kemudian koordinasi juga dapat melihat pelayanan sosial yang dimiliki oleh masing-masing instansi yang memberikan pelayanan sosial bagi anak korban kekerasan.
EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT TERGERUS OLEH KEBUTUHAN ZAMAN Studi Analisis Konflik Masyarakat Adat Sunda Wiwitan di Kuningan yang Terusir dari Tanah Adatnya Sendiri dengan Teori Identitas Rachel Farakhiyah; Maulana Irfan
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik Vol 1, No 1 (2019): Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.248 KB) | DOI: 10.24198/jkrk.v1i1.20892

Abstract

Pengakuan pemerintah terhadap hukum adat masih setengah hati. Padahal, eksistensi hukum adat memiliki landasan konstitusional yang kuat dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Tubrukan antara proyeksi pembangunan dari pemerintah, kepentingan masyarakat umum, beserta hak ulayat dari masyarakat adat, telah menimbulkan gesekan yang sangat rentan akan timbulnya konflik. Seperti halnya yang memicu terjadinya konflik yang memanas di dalam masyarakat sunda wiwitan atas sengketa lahan. Yang mana perlakuan Jaka yang mengklaim tanah adat menjadi tanah milik pribadi sebagai bentuk pelanggaran hukum adat dan kemudian ditambah dengan putusan PN Kuningan yang memanangkan permintaan Jaka atas hak milih tanah adat seluas 224 m2. Putusan PN tersebut dinilai cacat hukum dan tidak memperhatikan asal usul sejarah. Maka hal tersebut menimbulkan berbagai aksi perlawanan dari pihak kubu masyarakat adat Sunda Wiwitan untuk berusaha memperoleh kembali haknya atas tanah adat mereka. Tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk menjelaskan latarbelakang terjadinya konflik dan pemicu terjadinya konflik dengan menggunakan teori identitas yang nantinya dapat dirumuskan resolusi konflik yang efektif. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini yaitu menggunakan studi litelatur yang diperoleh dari jurnal,buku, dan berbagai macam berita. Hingga saat ini konflik yang bergulir belum menemukan kejelasan karena belum terdapat resolusi konflik yang jelas dan masih sampai kepada tahap digagalkannya proses eksekusi tanah adat seluas 224 m2oleh Pengadilan Negri Kuningan. Government recognition of customary law is still half-hearted. In fact, the existence of customary law has a strong constitutional foundation in Article 18B paragraph (2) of the 1945 Constitution. Collisions between projected development from the government, the interests of the general public, along with customary rights from indigenous peoples, have created a very vulnerable friction in the emergence of conflict. As is the case that triggered a heated conflict in Sunda Wiwitan society over land disputes. Which is the treatment of Jaka who claimed customary land to be privately owned as a form of violation of customary law and then added with the Kuningan District Court decision to adopt Jaka's request for customary land rights of 225 m2. The Kuningan District Court ruling was deemed legally flawed and did not pay attention to the origin of history. So this caused various acts of resistance from the sides of the Sunda Wiwitan indigenous people to try to regain their rights to their customary lands. The purpose of writing this article is to explain the background of the occurrence of the conflict and the trigger for the occurrence of conflict by using identity theory which can later be formulated effective conflict resolution. The method used in writing this article is to use litelatur studies obtained from journals, books, and various kinds of news. Until now the rolling conflict has not yet found clarity because there is no clear conflict resolution and is still up to the stage where the process of execution of customary land of 225 m2 was thwarted by the Kuningan District Court.
HAK PENDIDIKAN BAGI ANAK BERHADAPAN (BERKONFLIK) DENGAN HUKUM Rachmat Putro Ferdiawan Putro Ferdiawan; Meilanny Budiarti Santoso; Rudi Saprudin Darwis
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.031 KB) | DOI: 10.24198/jkrk.v2i1.27044

Abstract

ABSTRAKKejahatan dapat menjangkit dalam rentang segala usia, terlebih jika itu tindak kejahatan yang dilakukan pada  usia anak. Sistem peradilan pidana anak menjadi perhatian khusus bagi aparat penegak hukum, mengingat anak di dalam HAM nasional dan internasional diposisikansebagai kelompok rentan dan diperlakukan istimewa,dan seluruh negara wajib dan memiliki tanggung jawab untuk memastikan pemenuhan hak-hak istimewa tersebut diperoleh setiap anak. Sehubungan dengan pembahasanini, mengenai keterjaminan hak akan akses pendidikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Sebagaimana kita tahu pendidikan bagi setiap anak, tidak terkecuali bagi anak yang sedang berkonflik dengan hukum atau tinggal di lembaga pemasyarakatan merupakan suatu hal yang penting atau dapat dikatakan investasi bagi anak untuk menjadi bekal mereka menyambut masa depannya. Dalam menyusun karya tulis ini penulis menggunakan metode studi literatur dengan menelaah sumber, yang didalamnya termasuk jurnal, buku, dan web site terkait topik hak pendidikan bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Tulisan ini dimaksudkan agar setiap anak terlebih bagi anak yang sedang berkonflik dengan hukum mendapatkan keterjaminan atas hak-haknya karena telah diatur dan berlandaskan hukum yang jelas baik itu oleh hukum nasional maupun internasional.
PERAN POLITIK CEU POPONG DALAM MEMBANGUN BANGSA YANG HARMONI Rd. Dewi Ismawati; Rohadi Rohadi; Soni Akhmad Nulhaqim
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik Vol 1, No 2 (2019): Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.733 KB) | DOI: 10.24198/jkrk.v1i2.23236

Abstract

Kebudayaan dan gender tidak dapat dipisahkan. Dalam budaya Sunda, kedudukan perempuan dalam wilayah domestik maupun di luar bisa menjadi kontradiktif. Ceu Popong sebagai perempuan asli Sunda membuktikan bahwa, terlepas dari beragam persepsi bagaimana budaya Sunda dalam memandang kedudukan perempuan, ia tetap bisa mengembangkan diri sebagai politisi hingga terpilih menjadi Anggota DPR-RI selama lima periode. Dalam perspektif teori gender dan gerakan feminis, perubahan peran Ceu Popong sebagai pengurus rumah tangga menjadi politisi membuktikan pentingnya pendidikan dan keadilan sosial sebagai kunci pemberdayaan perempuan, khususnya di ranah politik praktis. Ceu Popong juga telah membuktikan identitas pribadi, seperti gender, suku, atau bahkan partai, merupakan salah satu dari banyak faktor untuk membangun harmoni bangsa dalam keberagaman.   The concept of culture and gender cannot be separated. In Subdanese culture, women position in domestic and public area can be contradictive. Ceu Popong as Sundanese woman proves that, regardless the varies perception of women position in Sundanese culture, she can actualize her role as politicianand got elected as member of parliament (DPRRI) for five periods.  Gender theory and feminism movement theory, explained this role changes from householf wife to politician is a proof of the importance of education and social justice as the keys to women empowerment, especially in political sphere.  And also. Ceu Popong has proved that personal identity, like gender, culture, and even party, are one of many factors that can build nations’s harmony in diversity.
RESOLUSI KONFLIK AGRARIA DI DESA GENTENG KECAMATAN SUKASARI KABUPATEN SUMEDANG Wandi Adiansah,; Nurliana Cipta Apsari; Santoso Tri Raharjo
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik Vol 1, No 1 (2019): Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.009 KB) | DOI: 10.24198/jkrk.v1i1.20887

Abstract

Konflik adalah fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam masyarakat. Salah satu konflik yang terjadi di masyarakat yaitu konfik agraria di Desa Genteng Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang. Konflik ini terjadi karena adanya perbedaan kepentingan dalam penggunaan lahan antara masyarakat lokal dengan Perum Perhutani. Dalam konflik agraria ini, berbagai pihak berupaya untuk melakukan resolusi konflik agar konflik yang terjadi tidak terus berlanjut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan tahapan reduksi data, analisis data dan penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini yaitu upaya resolusi konflik agraria di Desa Genteng Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang dilakukan yaitu dengan dibentuknya konsensus baru di masyarakat dengan diperbolehkannya para petani untuk melakukan aktivitas pertanian di lahan kehutanan namun dengan jenis tanaman tertentu yaitu tanaman kopi.  Conflict is a phenomenon that cannot be avoided in society. One of the conflicts that occurred in the community was the agrarian conflict in the Genteng Village, Sukasari District, Sumedang District. This conflict occurred because of differences in interests in land use between local communities and Perum Perhutani. In this agrarian conflict, various parties are trying to make conflict resolution so that the conflict does not continue. This study uses qualitative methods with data collection techniques in the form of literature studies. The collected data is then processed by stages of data reduction, data analysis and conclusion. The results of this study are efforts to resolve agrarian conflict in the Genteng Village, Sukasari Sub-District, Sumedang District, namely by establishing a new consensus in the community by allowing farmers to carry out agricultural activities on forest land but with certain types of plants
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK BINAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) (Di Desa Lebakagung Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut) Putri Erika Ramadhani; Nandang Mulyana
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.442 KB) | DOI: 10.24198/jkrk.v2i1.27049

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini adalah Peran Pendamping Dalam Pengembangan Usaha Kelompok Binaan Program Keluarga Harapan (PKH), di Desa Lebakagung, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut. Pada tahun 2018 terdapat pendamping PKH yang berhasil mendapatkan dana dari Program Kelompok Usaha Bersama, dengan kelompok binaan yang beranggotakan 10 penerima manfaat, pendamping membuat kelompok untuk usaha E-Warung dan usahanya berjalan dari tahun 2008 sampai saat ini. Maka dari itu karena keberhasilan pendamping di Desa Lebakagung, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk pemberian peran pendamping dalam pengembangan usaha kelompok menggunakan konsep Ife & Tesoreiro yaitu Peran dan Keterampilan Fasilitatif yang meliputi, animasi sosial, mediasi dan negosiasi, mengorganisir, memfasilitasikelompok, pemanfaatan keterampilan dan sumber. Peran dan Keterampilan Edukasional yang meliputi, membangun kesadaran, memberikan informasi, dan pelatihan, lalu Peran danKeterampilan Keterwakilan yang meliputi pencarian sumber daya, advokasi, hubungan public dan perwakilan public, dan jejaring, lalu yang terakhir Peran dan Keterampilan Teknis yang meliputi, manajemen dan control keuangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah indepth interview, observasi non partisipasi, dan studi dokumentasi.Informan dalam penelitian ini berjumlah tujuh orang yaitu satu orang dari Koordinator Kabupaten PKH Garut, satu orang dari Koordinator Kecamatan Karangpawitan, tiga orang pengurus inti usaha kelompok E-Warung, dan dua orang anggota kelompok E-Warung. Hasil dari penelitian ini yaitu pendamping telah memberikan Peran dan Keterampilan Fasilitatif, Edukasional, Keterwakilandan Teknis. Hambatannya adalah terkait dengan kapasitas pendamping dalam membantu mengelola usaha, kebutuhan akan soft skills bagi pendamping perlu diperhatikan oleh penyelenggara PKH melalui pelatihan spesifik yang dikembangkan untuk pendamping. Maka Plan Of Treatment dalam penelitian ini mengadakan kegitan untuk meningkatkan kapasitas pendamping dalam membantu mengelola usaha.
KONFLIK KEPENTINGAN LAHAN WARGA RW 11 TAMANSARI DENGAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM KASUS REALISASI PROGRAM RUMAH DERET Ali Ar-Ridho; Ishartono Ishartono
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik Vol 1, No 2 (2019): Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (52.427 KB) | DOI: 10.24198/jkrk.v1i2.23243

Abstract

Konflik merupakan sebuah fenomena yang lazim terjadi di masyarakat, baik dalam tatanan ruang lingkup mikro, mezzo maupun makro, konflik akan selalu ada sebagai penanada adanya kehidupan masyarakat yang dinamis. Konflik itu sendiripun dapat berwujud kedalam beberapa bentuk masalah dan salah satunya adalah konflik sengketa lahan atau lebih dikenal dengan konflik agraria. Konflik agraria merupakan satu sub-bahasan dari studi konflik yang cukup banyak terjadi dan salah satunya yang terjadi di jawa barat adalah konflik sengketa lahan warga tamansari RW 11 dengan pemerintah kota bandung. Konflik ini merupakan sebuah masalah yang terjadi dikarenakan adanya ketidaksepahaman dan ketidaksepakatan diantara warga RW 11 tamansari dengan pemerintah kota bandung dalam pembangunan rumah deret yang termasuk kedalam program pemerintah daerah untuk merealisasikan kota bandung bebas pemukiman kumuh tahun 2019. Konflik ini telah banyak melalui proses mediasi hingga hukum yang pada akhirnya dimenangkan oleh pemerintah kota bandung. Tulisan ini bermaksud untuk mengkaji masalah ini berdasarkan teori struktural dan kekuasaan dalam kajian sosiologi.
PENERAPAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN ANTARA PETANI DENGAN KORPORASI PROPERTI DI KABUPATEN KARAWANG Fadilla Rama Widapratama; Rudi Saprudin Darwis
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik Vol 1, No 1 (2019): Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.295 KB) | DOI: 10.24198/jkrk.v1i1.20890

Abstract

Konflik merupakan suatu peristiwa atau fenomena sosial yang menjadi bagian dari dinamika kehidupan manusia. Sering kali konflik memberikan dampak negatif terhadap pihak yang berkonflik seperti timbulnya permusuhan yang berkelanjutan (bubuyutan), kerugian materil bahkan hingga jatuhnya korban jiwa. Meskipun demikian, konflik pun mampu menjadi suatu aspek pendukung dalam keberlangsungan hidup yang lebih baik. Hal tersebut dapat terjadi bila konflik dapat dikelola dengan baik dan mampu memanfaatkan kondisi atau latar belakang konflik yang dapat mempersatukan antar pihak yang berkonflik dengan prinsip win-win solution. Dalam artikel ini, penulis berupaya untuk membuat suatu upaya penyelesaian masalah dalam bentuk plan of treatment terhadap konflik yang terjadi di Kab. Karawang, Jawa Barat, yang melibatkan pihak petani padi yang terkena gusur oleh korporasi properti PT. Agung Podomoro Land. Dalam kasus ini, para petani Kab. Karawang yang bertempat di Kec. Teluk Jambe Barat merasa dirugikan atas inkonsistensi pihak pengembang dalam pemberian ganti rugi yang tidak sesuai dengan janji atas akuisisi lahan milik para petani. Hingga saat ini, kasus ini belum menemukan titik terang dalam penyelesaian konflik antara kedua belah pihak walaupun beberapa aliansi agraria Indonesia telah mengajukan banding atas ketidakadilan yang terjadi atas hak kepemilikan lahan, padahal lahan tersebut sudah digunakan pengembang dengan dibangunkannya apartemen dan pusat perbelanjaan modern. Atas dasar itu, diperlukan intervensi berbasis manajemen konflik serta resolusi konflik guna memberikan keadilan dan pemenuhan hak para petani Kec. Teluk Jambe Barat, Kab. Karawang. Bentuk intervensi tersebut pun harus menghasilkan dampak positif bagi kedua belah pihak yang berkonflik guna menciptakan kehidupan sosial yang harmoni.  Conflict is an event or social phenomenon that is part of the dynamics of human life. Often conflicts have a negative impact on parties in conflict such as the emergence of ongoing hostilities (bubuyutan), material losses even to the loss of life. Even so, conflict can also be a supporting aspect of better survival. This can happen if the conflict can be managed properly and is able to take advantage of the conditions or background of the conflict that can unite the conflicting parties with the principle of a win-win solution. In this article, the author seeks to make an effort to solve the problem in the form of a plan of treatment of conflicts that occur in Kab. Karawang, West Java, which involves the farmers who are affected by the property corporation PT. Agung Podomoro Land. In this case, the farmers of Kab. Karawang which is located in the district West Telukjambe feels disadvantaged by the inconsistency of the developer in providing compensation that is not in line with the promise of the acquisition of land owned by the farmers. Until now, this case has not found a bright spot in resolving the conflict between the two parties even though some Indonesian agrarian alliances have appealed against injustice that happened to land ownership rights, even though the land has been used by developers with the construction of apartments and modern shopping centers. Based on that, conflict management and conflict resolution based interventions are needed to provide justice and fulfillment of the rights of farmers in the district West Telukjambe, Kab. Karawang. This form of intervention must have a positive impact on both parties in conflict to create a harmonious social life. 

Page 1 of 13 | Total Record : 125