Artikel ini membahas Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dalam konteks politik dan sosial Indonesia, terutama setelah era Soeharto dan terpilihnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden. Didirikan pada era Orde Baru dengan Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai ketua pertama, ICMI menarik perhatian publik sebagai gerakan sosial-religius yang berperan dalam menjembatani kesenjangan antara umat Muslim dan penguasa. Namun, ICMI juga dikritik karena dianggap sebagai alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaan. Artikel ini mengeksplorasi peran ICMI sebagai oposisi loyal, organisasi yang mendukung rezim namun diharapkan dapat menjadi kelompok penekan. Selain itu, artikel ini membahas ideologi, orientasi politik, dan posisi ICMI sebagai jaringan berbagai kelompok kepentingan, termasuk ketegangan internal di antara anggotanya yang berasal dari latar belakang disiplin ilmu dan aliran Islam yang berbeda. Artikel ini juga menyoroti bagaimana ICMI mencerminkan dinamika sosial dan politik Indonesia yang kompleks, di mana gerakan sosial dan agama tidak selalu sesuai dengan teori-teori Barat tentang organisasi gerakan sosial.
Copyrights © 2000