Perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri oleh Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi tantangan tersendiri dalam sistem hukum Indonesia, terutama apabila belum dicatatkan secara resmi di dalam negeri. Anak yang lahir dari perkawinan semacam ini berada dalam posisi hukum yang rentan, khususnya terkait status perdata, identitas, dan hak waris. Meskipun perkawinan sah menurut hukum negara tempat dilangsungkan, jika belum dicatatkan sesuai ketentuan Pasal 56 UU Perkawinan dan UU Administrasi Kependudukan, anak hanya dianggap sah jika dilakukan pengesahan melalui pencatatan ulang. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 telah memperluas pengakuan hubungan perdata anak dengan ayah biologisnya, namun secara administratif masih terdapat keterbatasan dalam hal pencantuman identitas ayah, kewarganegaraan, dan waris. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan menjadi krusial untuk menjamin perlindungan hak-hak anak secara penuh. Negara perlu memperkuat sosialisasi dan pelayanan administrasi pencatatan bagi WNI di luar negeri guna mencegah ketidakpastian hukum bagi anak-anak hasil perkawinan tersebut.
Copyrights © 2025