AbstrakLatar Belakang: laju penduduk yang tidak terkendali akan dapat menyebabkan baby booming atau tingginya angka kelahiran. Salah satu faktor penyebab tinggi kelahiran di Indonesia adalah rendahnya jumlah akseptor keluarga berencana dikalangan pria pasangan usia subur. Tujuan: untuk melihat determinan keikutsertaan pria pasangan usia subur dalam menjadi akseptor di Indonesia. Metode: penelitian kuantitatif-analitik dengan desain cross-sectional menggunakan data sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 dengan teknik pengambilan sampel multi-stage stratifikasi. Sampel pada penelitian ini berjumlah 8278 orang yaitu seluruh pria PUS berstatus menikah yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda dengan model prediksi. Hasil: terdapat hubungan antara tingkat pendidikan, status ekonomi, tempat tinggal, keterpaparan informasi KB, pengetahuan KB, jaminan kesehatan dan dukungan istri dengan keikutsertaan pria menjadi akseptor KB (p-value < 0,05). Uji regresi logistik berganda dihasilkan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi keikutsertaan pria menjadi akseptor KB di Indonesia (p-value = <0,0001; PR= 2,403; CI= 1,918-3,010) setelah dikontrol oleh variabel tempat tinggal dan pengetahuan KB. Tingkat pendidikan pria yang tinggi berpeluang 2,4 kali lebih besar untuk ikutserta menjadi akseptor KB. Kesimpulan: faktor yang mempengaruhi keikutsertaan pria adalah tingkat pendidikan, tempat tinggal dan pengetahuan KB. Tingkat Pendidikan merupakan faktor paling berpengaruh dalam penelitian iniAbstractBackground: The uncontrolled population rate caused a baby boom. One of the factors causing the high birth rate in Indonesia is the low of number family planning acceptors among males of childbearing age. Objective: This research aims to know the determinants of the participation of male family planning acceptors in Indonesia. Method: This research is a quantitative-analytic study with a cross-sectional design using secondary data from the 2017 IDHS with a multi-stage stratification sampling technique. The sample in this study amounted to 8278 people, namely all male couples included in the inclusion criteria. Bivariate analysis using the chi-square test and multivariate analysis using multiple logistic regression tests with a predictive model. Result: there was a relationship between education level, economic status, place of residence, exposure to family planning information, knowledge, health insurance, and wife's support with the participation of male family planning acceptors (p-value <0, 05). Multiple logistic regression tests showed that education is the most dominant factor affecting participation of male family planning acceptors in Indonesia (p-value = <0.0001; PR= 2,403; CI= 1,918-3,010) after being controlled by the place of residence, and knowledge. Higher education levels have a 2,4 times higher chance as male family planning acceptors. Conclusion: factors that influence men's participation are education level, place of residence, and knowledge of family planning. Education level is the most influential factor in this researchÂ
Copyrights © 2024