Perkembangan teknologi mendorong kemajuan transaksi ekonomi, termasuk jual beli tiket konser melalui media sosial. Kemudahan ini menghadirkan risiko seperti penipuan dan pemalsuan tiket, terutama karena banyak konsumen membeli dari pihak ketiga (calo) yang kerap menyembunyikan identitas. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) menyediakan metode konsiliasi, arbitrase, dan mediasi sebagai tambahan dari pengadilan, seperti yang diuraikan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), yang mengatur perlindungan konsumen dalam transaksi-transaksi ini. Mengkaji hukum perlindungan konsumen, menentukan prosedur penyelesaian sengketa yang paling adil, dan mengidentifikasi risiko hukum bagi para pelanggar adalah tujuan dari penelitian ini. Pendekatan hukum normatif adalah metodologi yang digunakan, dengan penekanan pada undang-undang dan informasi terkait tentang penjualan tiket konser di media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun perlindungan hukum telah ada melalui UUPK, implementasinya belum maksimal. Masih banyak pelanggaran terhadap hak konsumen oleh calo, dan penyelesaian sengketa lebih sering dilakukan melalui jalur pidana atau perdata umum seperti KUHP dan KUHPerdata, bukan melalui BPSK atau ketentuan UUPK. Kesimpulannya, perlindungan hukum terhadap konsumen sudah dilaksanakan namun belum efektif, dan belum terdapat peraturan khusus yang mengatur tentang pihak ketiga (calo) dalam transaksi tiket konser secara daring.
Copyrights © 2025