Peristiwa perkawinan adalah peristiwa hukum yang sangat penting untuk dicatatkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan harus dicatatkan untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum dari negara, serta mengikat bagi pihak ketiga. Khususnya mendapatkan kepastian hukum terhadap hak suami, isteri, dan anak-anaknya dan tentunya mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun, ternyata terdapat perkawinan yang dibatalkan, ketika terdapat salah satu syarat yang tidak terpenuhi. Pembatalan perkawinan akan menimbulkan akibat hukum terhadap kedudukan anak dan kewarisan. Dalam penulisan yang menggunakan metode doktrinal. Pembahasan dalam artikel ini mengenai pembatalan perkawinan yang tidak dicatatkan, upaya yang dapat dilakukan setelah pembatalan perkawinan seperti dilakukannya itsbat nikah bagi yang beragama Islam dan mendapatkan surat keterangan menikah setelah dilakukannya pemberkatan pernikahan bagi yang beragama Kristen dan Buddha, dan akibat hukum, kedudukan, serta status waris anak pasca pembatalan perkawinan yang ditentukan oleh pengakuan anak yang dilakukan oleh ayah biologisnya. Apabila anak tersebut tidak diakui sah, maka anak statusnya menjadi anak luar kawin yang hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya saja dan tidak mendapatkan hak mewaris dari ayah biologisnya.
Copyrights © 2024