Isbat nikah bertujuan mengesahkan perkawinan yang tidak dicatatkan oleh pejabat pencatat nikah atau hilangnya akta nikah dan alasan lainnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam melalui penetapan mahkamah syar’iyah. Namun, hakim melalui Putusan Nomor 206/Pdt.G/2021/MS.Bna menolak permohonan isbat tersebut, sehingga menimbulkan konsekuensi yuridis terkait keabsahan perkawinan para pemohon dan anakanak yang lahir dari perkawinan tersebut. Penelitian bertujuan menganalisis status perkawinan pasca penolakan isbat nikah dan konsekuensi yuridis terhadap perkawinan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan memfokuskan pada putusan hakim. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan konseptual dan kaidah-kaidah dalam ilmu hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan para pemohon dalam Putusan Nomor 206/Pdt.G/2021/MS.Bna tidak sah menurut hukum Islam, karena wali nikah yang bertindak dalam perkawinan tersebut adalah adik pemohon yang tidak mendapatkan wewenang untuk menikahkan, dan tidak diwakilkan kepadanya untuk menikahkan kakak perempuannya. Seyogianya yang bertindak sebagai wali untuk menikahkan pemohon adalah ayahnya, karena ayah masih berhak untuk menikahkannya, namun tidak menyetujui pemohon menikah dengan laki-laki pilihannya. Konsekuensi yuridis terhadap penolakan tersebut berakibat pada tidak sahnya perkawinan tersebut. Akibatnya, pemohon harus dinikahkan kembali dengan memenuhi rukun dan syarat sahnya perkawinan menurut hukum Islam dan hukum positif di Indonesia agar sah secara agama untuk menghindari perzinahan dan mendapatkan perlindungan hukum dari negara.
Copyrights © 2023