Pergeseran pemaknaan terhadap sikap diam pejabat pemerintahan dari konsep fiktif negatif menjadi fiktif positif merupakan terobosan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, dengan mekanisme penyelesaian akhirnya dapat melibatkan PTUN. Namun mekanisme tersebut mengalami perubahan seiring diundangkannya UndangUndang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 terhadap penanganan permohonan fiktif positif oleh PTUN. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil analisis menunjukkan bahwa sekalipun sikap diam pejabat pemerintahan tetap dimaknai sebagai bentuk mengabulkan sebuah permohonan, tetapi rumusan Pasal 175 ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun2020 tidak lagi mengatribusikan kewenangan kepada PTUN untuk menangani permohonan fiktif positif sebagai upaya judicial control; dan perubahan mekanisme penanganan fiktif positif dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 menimbulkan ketidakpastian hukum dan kontradiksi putusan, seperti yang terjadi antara Putusan PTUN Kendari Nomor 1/P/FP/2021/PTUN.KDI dengan Putusan PTUN Surabaya Nomor 17/P/FP/2020/PTUN.SBY. Hakim PTUN Kendari secara tegas menyatakan tidak berwenang pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, sementara Hakim PTUN Surabaya melakukan penafsiran dengan memosisikan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2017 sebagai sumber kewenangan dengan menarik legitimasi keberlakuannya dari ketentuan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (ketentuan penutup). Padahal jika dicermati, rumusan Pasal 175 ayat (6) tidak bersifat interpretatif dan tidak pula terjadi kekosongan hukum, sehingga tidak terbuka ruang untuk melakukan penafsiran hukum.
Copyrights © 2023