Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertimbangan hakim yang mengesampingkan Pasal 4 ayat (2) UndangUndang Perkawinan, sehingga mengabulkan permohonan izin poligami. Ketentuan yang dikesampingkan tersebut menyatakan pengadilan memberi izin berpoligami jika istri tidak melaksanakan kewajibannya, memiliki penyakit badan atau sulit disembuhkan dan tidak dapat melahirkan keturunan. Kenyataan empiris menunjukkan tidak terpenuhinya ketiga alasan tersebut pada kasus dalam Putusan Nomor 272/Pdt.G/2023/MS.Bna, namun permohonan izin poligami dikabulkan oleh majelis hakim. Permasalahan lainnya pemohon telah menikah secara siri dengan istri kedua, padahal masih terikat dengan istri pertamanya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara yuridis pertimbangan majelis hakim mengabulkan permohonan izin poligami dengan mengesampingkan syarat alternatif dan status hukum bagi perkawinan siri pasca dikabulkannya izin poligami. Penelitian hukum yang digunakan yaitu metode penelitian hukum normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah data yang terdapat di perpustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara yuridis dikabulkannya permohonan izin poligami kurang tepat dalam perspektif yuridis, namun dari sisi keadilan dan kemanfaatan dapat dirasakan oleh para pihak. Status perkawinan siri dengan istri pertama menurut hukum agama sah, namun harus dicatatkan dan dinikahkan kembali di hadapan pejabat pencatat perkawinan. Mempelai laki-laki dan perempuan harus melakukan nikah ulang dengan melampirkan penetapan izin poligami sebagai syarat bagi suami yang berpoligami.
Copyrights © 2023