Lembaga pemasyarakatan bukan sekadar tempat hukuman, melainkan ruang sosial untuk membentuk kembali identitas dari narapidana sebagai seseorang yang tidak akan mengulangi kesalahannya. Di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Langkat, terutama bagi narapidana first offender, proses adaptasi mereka sering kali menjadi rumit karena lingkungan penjara yang tercampur oleh budaya asing dan keras. Lingkungan mempengaruhi cara mereka merespons adanya tekanan dari lingkungan sekitar dan berpengaruh pada ke efektifan perkembangan pembinaan yang ada. Penelitian ini berupaya untuk mengkaji bagaimana adaptasi narapidana terbentuk lalu menjadi berbagai masalah yang memperburuk situasi pembinaan di dalam Lapas. Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif Deskriptif, yang mana data yang diambil melalui proses wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Dalam pengumpulan data, peneliti menerima informasi data dari 5 informan, yaitu 3 orang narapidana first offender dan 2 orang pegawai petugas jaga. Untuk menganalisis data, peneliti merelevankan hasil transkrip wawancara dengan Teori Ketegangan yang dikemukakan oleh Robert K. Merton. Kemudian, hasilnya menunjukkan bahwa first offender beradaptasi dengan cara yang beragam, mulai dari taat pada aturan untuk mendapatkan hak-hak integrasinya (Conformitty), pasrah dengan keadaan dan mengikuti keadaan sekitar (Ritualism), dan menarik diri dari lingkungan sekitar karena stres dan kaget (Retreatism). Berbagai permasalahan dan pembeda ini kerap menjadikan narapidana first offender menjadi tidak solid dalam mengikuti pembinaan yang ada, karena sejatinya setiap narapidana memiliki hak yang sama. Narapidana first offender menuntut perhatian serius terhadap pihak Lapas agar tujuan rehabilitasi dan reintegrasi sosial dapat tercapai secara efektif. Kata Kunci : Adaptasi, First offender, Narapidana Residivis, Rehabilitasi
Copyrights © 2025