Generasi Z semakin rentan terhadap stres, kecemasan, dan depresi akibat tekanan akademik, persaingan sosial, ketidakstabilan ekonomi, serta pengaruh besar media digital. Sebagai respons, muncul tren healing dan self-love yang dipandang sebagai cara untuk mengatur emosi dan mengatasi gangguan psikologis. Namun, praktik ini sering kali bersifat dangkal dan hanya berfokus pada kepuasan instan, sehingga berpotensi menjerumuskan pada individualisme dan hedonisme. Penelitian ini menggunakan metode library research dengan menelaah literatur yang relevan mengenai kesehatan mental, tasawuf, dan psikoterapi. Hasil kajian menunjukkan bahwa tasawuf menawarkan kerangka holistik yang lebih dalam untuk memahami healing dan self-love. Healing tidak hanya dimaknai sebagai pemulihan emosional, tetapi juga perjalanan spiritual melalui tahapan takhalli (penyucian), tahalli (penghiasan diri dengan sifat baik), dan tajalli (penyingkapan ilahiah), yang menuntun jiwa menuju ketenangan (nafs al-muthmainnah). Sementara itu, self-love dalam psikologi tasawuf dipahami sebagai ma’rifat al-nafs (pengenalan diri), yang mengarahkan manusia pada ma’rifatullah (pengenalan kepada Allah). Praktik muhasabah (introspeksi), muraqabah (kesadaran akan pengawasan Allah), dzikir, dan shalat menjadi metode self-healing yang autentik karena mampu menyeimbangkan kesehatan mental sekaligus pertumbuhan spiritual. Dengan demikian, tasawuf menghadirkan model healing dan self-love yang berkelanjutan bagi Generasi Z, tidak hanya meredakan stres tetapi juga menumbuhkan kedekatan dengan Allah.
Copyrights © 2025