Penelitian ini menelaah Kerajaan Turungeng sebagai pusat kekuasaan lokal di Sinjai dengan tujuan mengungkap perannya dalam konfigurasi politik, sosial, dan budaya Sulawesi Selatan. Fokus diarahkan pada rekonstruksi sejarah, struktur pemerintahan, dinamika hubungan dengan kerajaan besar, serta dampak kolonialisme terhadap eksistensi Turungeng. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian sejarah, berbasis data primer dan sekunder berupa naskah lontara, arsip kolonial, literatur ilmiah, serta wawancara. Analisis dilakukan melalui tahapan heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi dengan pendekatan historis, antropologis, sosiologi agama, dan politik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa Turungeng merupakan kerajaan pertama di federasi Pitulimpoe, terbentuk melalui legitimasi To Manurung dan didominasi oleh kepemimpinan perempuan. Struktur pemerintahannya melibatkan Arung, Sullewatang, dan Gellarang, yang memperlihatkan sistem kekuasaan berbasis adat. Hubungan politik Turungeng dengan Gowa dan Bone mencerminkan posisi strategis Sinjai sebagai wilayah perbatasan. Intervensi kolonial Belanda pada abad ke-19 menandai fase krusial yang menghapus Turungeng dari peta politik lokal, namun resistensi masyarakat memperlihatkan pola solidaritas antarkerajaan. Kesimpulan penelitian menegaskan pentingnya Turungeng sebagai representasi kearifan lokal dan basis identitas budaya Sinjai. Implikasi studi menekankan urgensi revitalisasi sejarah lokal dalam rangka memperkuat kesadaran historis dan memperkaya diskursus historiografi Nusantara.
Copyrights © 2025