KUHP baru Indonesia (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023) memperkenalkan mekanisme baru dalam penerapan hukuman mati melalui konsep masa percobaan dan komutasi (perubahan hukuman). Mekanisme ini diproyeksikan sebagai langkah humanisasi hukum pidana dan upaya reformasi sistem pemidanaan nasional. Namun, penerapan tersebut menimbulkan paradoks mendasar antara semangat reformasi dan pengingkaran terhadap prinsip hak hidup yang bersifat absolut sebagaimana dijamin oleh konstitusi dan instrumen HAM internasional. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis secara kritis konsep hukuman mati bersyarat dalam KUHP baru, meninjau implikasinya terhadap prinsip non-derogable rights, serta mengkaji sejauh mana mekanisme tersebut benar-benar merepresentasikan perubahan paradigma keadilan restoratif atau justru memperkuat eksistensi hukuman mati dalam bentuk baru. Melalui pendekatan yuridis normatif dengan analisis terhadap pasal-pasal relevan serta perbandingan dengan praktik internasional, penelitian ini menemukan bahwa konsep percobaan dan komutasi masih menyisakan ambiguitas filosofis dan yuridis. Meskipun dikemas dalam narasi reformasi, penerapannya tetap menunjukkan resistensi terhadap penghapusan total hukuman mati dan berpotensi menjadi bentuk legitimized perpetuation terhadap pelanggaran hak hidup.
Copyrights © 2025