Perkembangan teknologi digital dan media sosial telah melahirkan pola baru dalam penyebaran ideologi radikal serta rekrutmen jaringan terorisme di Indonesia. Fenomena pemanfaatan ruang siber oleh kelompok ekstrem, seperti yang terlihat dalam kasus Bahrun Naim, JAD, dan jaringan ISIS, menunjukkan bahwa propaganda, koordinasi, hingga pendanaan teror dapat dilakukan secara tersembunyi dan lintas batas melalui fitur enkripsi dan akun anonim. Kondisi ini menimbulkan tantangan yuridis, khususnya terkait efektivitas asas legalitas dan kepastian hukum dalam menindak pelanggaran yang terjadi di ruang digital. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaturan deradikalisasi digital yang dijalankan oleh Densus 88 Anti Teror Polri serta menelaah bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme berbasis media sosial dapat dilakukan tanpa melanggar prinsip legalitas. Pendekatan yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan menelaah Undang-Undang Terorisme, Undang-Undang ITE, serta kebijakan operasional Densus 88. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi deradikalisasi digital memiliki urgensi besar dalam menanggulangi propaganda ekstrem, namun kerangka hukum yang ada belum sepenuhnya adaptif terhadap karakteristik kejahatan digital yang bersifat terdesentralisasi dan terenkripsi. Penegakan hukum yang efektif membutuhkan harmonisasi regulasi, penguatan kewenangan pemantauan digital, serta mekanisme pencegahan dini yang tetap selaras dengan asas legalitas dan perlindungan hak asasi manusia.
Copyrights © 2025