Klausul take or pay (TOP) merupakan elemen penting dalam perjanjian jual beli gas yang mewajibkan pembeli membayar volume minimum gas meskipun tidak seluruhnya diserap. Klausul ini lazim digunakan untuk menjamin kepastian pasokan bagi pembeli serta kepastian pendapatan bagi penjual. Di Indonesia, penerapan TOP sah berdasarkan asas kebebasan berkontrak sebagaimana Pasal 1338 KUHPerdata, namun tetap dibatasi asas keadilan, kepatutan, dan proporsionalitas. Penelitian ini bertujuan menganalisis kedudukan hukum klausul TOP dalam perjanjian jual beli gas serta implikasinya terhadap hak, kewajiban, dan potensi sengketa antara para pihak. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menelaah peraturan perundang-undangan, literatur, dan praktik kontraktual di sektor migas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun klausul TOP memberikan kepastian hukum dan ekonomi bagi penjual, penerapannya sering menimbulkan ketidakseimbangan, terutama ketika penurunan permintaan gas disebabkan faktor eksternal seperti force majeure atau dinamika pasar. Ketidakseimbangan ini berpotensi memicu sengketa kontraktual terkait mekanisme pembayaran minimum, hak make-up gas, atau interpretasi syarat pengecualian. Oleh karena itu, klausul TOP perlu dirumuskan secara lebih proporsional dengan memperjelas alokasi risiko, mekanisme renegosiasi, serta penyelesaian sengketa untuk memastikan tercapainya keadilan substantif bagi kedua belah pihak
Copyrights © 2025