Perkembangan digitalisasi dokumen dan penggunaan e-meterai di Indonesia menimbulkan ketegangan normatif dengan ketentuan formil pembuatan akta notaris yang tetap diatur secara ketat oleh UU Jabatan Notaris (UUJN). UUJN mewajibkan kehadiran fisik para penghadap, pembacaan akta secara langsung, penandatanganan simultan “pada saat itu juga”, serta minuta akta fisik sebagai naskah asli yang wajib disimpan notaris. Sebaliknya, UU ITE mengakui dokumen dan tanda tangan elektronik, sedangkan UU Bea Meterai melegalkan e-meterai pada dokumen digital. Disharmoni ini menimbulkan ketidakpastian mengenai keabsahan akta bermeterai elektronik karena e-meterai hanya berfungsi sebagai instrumen fiskal dan tidak dapat merekam tindakan hukum simultan yang menjadi inti keotentikan akta. Hambatan teknis seperti ketergantungan pada koneksi internet, ketidakstabilan server, kurangnya integrasi aplikasi, serta risiko pemalsuan token, manipulasi metadata, dan peretasan dokumen elektronik semakin memperbesar potensi degradasi akta menjadi akta di bawah tangan. Kondisi ini meningkatkan risiko hukum bagi notaris, termasuk hilangnya integritas minuta dan potensi pertanggungjawaban administratif maupun perdata jika dokumen elektronik rusak atau berubah tanpa otorisasi. Kajian ini menegaskan bahwa penggunaan e-meterai belum dapat menggantikan prosedur fisik pembuatan akta otentik sebagaimana dipersyaratkan UUJN, sehingga diperlukan harmonisasi regulasi, penyusunan pedoman teknis nasional, serta penguatan standar keamanan digital untuk memastikan kepastian hukum, integritas, dan perlindungan bagi para pihak
Copyrights © 2025