ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik habitat pendaratan dan keberhasilan penetasan telur penyu di tiga kawasan konservasi penyu di Sumatera Barat, yaitu Pulau Pandan, Pulau Karabak Ketek, dan Ampiang Parak. Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan berbeda pada masing-masing lokasi, menyesuaikan kondisi ekologi dan akses lapangan. Pengamatan primer dilakukan di Pulau Pandan karena aktivitas pendaratan penyu masih terjadi dan lokasi dapat dijangkau selama penelitian. Sementara itu, pengumpulan data primer tidak dapat dilakukan di Pulau Karabak Ketek akibat kondisi gelombang tinggi, dan di Ampiang Parak tidak ditemukan penyu yang mendarat karena abrasi yang menyebabkan kemiringan pantai menjadi curam. Oleh karena itu, data pada kedua lokasi tersebut diperoleh melalui data sekunder dari laporan monitoring pengelola kawasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pulau Pandan memiliki tujuh sarang aktif (satu sarang alami dan enam semi-alami), sedangkan informasi dari Karabak Ketek dan Ampiang Parak diperoleh melalui monitoring tahunan pengelola. Variasi keberhasilan penetasan di Pulau Pandan (11-98%) berasal dari sarang bulan Januari-Desember 2024, sedangkan nilai 54-99% pada Karabak Ketek dan 73-100% pada Ampiang Parak merupakan rekapitulasi sarang semi-alami yang dikelola sepanjang tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pulau Pandan masih memiliki habitat yang sesuai untuk peneluran, sementara dua lokasi lain menunjukkan penurunan fungsi habitat akibat abrasi dan gelombang tinggi. Penelitian ini merupakan evaluasi komparatif terbaru yang memadukan data primer dan monitoring tahunan untuk melihat pergeseran fungsi habitat penyu di Sumatera Barat.Kata Kunci: habitat peneluran, konservasi, penyu lautABSTRACTThe study aims to evaluate sea turtle nesting habitat characteristics and hatching success in three conservation areas in West Sumatera: Pandan Island, Karabak Ketek, and Ampiang Parak. Data collection methods differed among locations based on ecological conditions and field accessibility. Primary observations were conducted on Pandan Island, where active nesting was still occurring and field access was feasible. In contrast, primary data collection could not be conducted on Karabak Ketek Island due to high wave conditions, and no nesting activity was observed at Ampiang Parak due to coastal abrasion that caused steep beach slopes. Therefore, data from Karabak Ketek and Ampiang Parak were obtained from secondary monitoring records maintained by conservation staff. The findings show that Pulau Pandan recorded seven active nests (one natural nest and six semi-natural nests), while information from Karabak Ketek and Ampiang Parak was sourced from annual monitoring records. The variation in hatching success on Pandan Island (11-98%) represents nest outcomes recorded from January to December 2024, whereas the 54-99% range in Karabak Ketek and the 73-100% range in Ampiang Parak reflect semi-natural hatchery results managed throughout the monitoring year. Overall, the analysis indicates that Pandan Island still maintains suitable ecological conditions for natural nesting, while the other two locations have experienced a decline in habitat function due to abrasion and high wave exposure. This study presents the most recent comparative evaluations integrating primary field observations with annual monitoring data to identify shifts in sea turtle nesting habitat functionality in West Sumatera.Keywords: nesting habitat, conservation, sea turtle
Copyrights © 2025