Demokrasi sebagai komitmen dari reformasi penyelenggaraan pemerintah di Indonesia telah diimplikasikan dalam bentuk desentralisasi pada level kabupaten/kota, dengan maksud mendekatkan pelayanan dan penyelenggaraan pemerintah kepada masyarakat. Daerah otonomi baru, Kab. Bandung Barat dibentuk berdasarkan UU No. 12/2007, dimana Bupati harus dipilih langsung oleh masyarakat setelah melalui serangkaian proses dan mekanisme politik. Drs. H. Abubakar, M.Si  terpilih kembali sebagai Bupati Kab. Bandung Barat kedua kalinya pada tahun 2013.Bupati sebagai pejabat pembina kepegawaian diberikan kewenangan melakukan pengangkatan, pemindahan dan penurunan dalam jabatan struktural PNS. Untuk memperoleh gambaran bagaimana pola hubungan di antara Bupati dengan pejabat struktural terjalin, bagaimana proses tersebut, dan faktor apa yang mempengaruhinya, penulis melihatnya dengan konsep politik birokratik, dimana kebijakan pemerintahan lebih didasarkan pada bentuk dan tujuan yang bercorak birokratik.Hasil penelitian menunjukkan pola hubungan Bupati dengan pejabat struktural birokrasi tidak hanya dalam kerangka positif yang menciptakan sinergi, tetapi juga implikasinya menjadi negatif disebabkan adanya perselingkuhan di antara keduanya. Kondisi tersebut terjadi berdasarkan dua hal: Pertama, hubungan sosial politik. Birokrasi merupakan roda politik kepentingan penguasa untuk mempertahankan kekuasaan, sehingga wajah birokrasi tidak lebih sebagai abdi penguasa daripada pelayan publik. Kedua, hubungan ekonomi. Rekrutmen pejabat struktural birokrasi seringkali terdistorsi oleh kepentingan politik uang, sehingga postur kekuasaan birokrasi ditentukan oleh pertukaran balas jasa politik dan transaksi ekonomi antara Bupati sebagai patron dan birokrasi sebagai klien, dimana Bupati melakukan kesepakatan dengan pejabat dalam setiap jenjang jabatan struktural
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2018