ABSTRAK
Perjanjian perkawinan yang dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung sudah diatur dalam perundang-undangan, sedangkan perjanjian perkawinan selama dalam ikatan perkawinan belum diatur. Terhadap hal ini tentu diperlukan instrumen hukum agar dapat mengakomodir permasalahan yang terjadi, untuk itu harus direspon dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya agar menjamin adanya kepastian hukum. Mahkamah Konstitusi telah memberikan jalan keluar mengenai permasalahan ini atas gugatan yang disampaikan kepada mahkamah melalui putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-III/2015 yang secara eksplisif menyatakan bahwa perjanjian perkawinan dapat dilakukan selama dalam ikatan perkawinan bahkan dapat dilakukan perubahan atau dicabut sepanjang disepakati kedua belah pihak suami istri. Putusan tersebut dilandasi oleh pertimbangan hukum dimana pengaturan Pasal 21 Ayat (1), Ayat (3) dan Ayat (4) Undang-Undang Perkawinan (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974) dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28 H Ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1645 terutama adanya pembatasan atau bahkan menghilangkan hak-hak konstitusional Warga Negara Indonesia yang melakukan perkawinan campuran dengan tetap mempertahankan kewarganegaraannya dalam hal memiliki Hak Milik / Hak Guna Bangunan atas tanah di Indonesia.
Kata Kunci : Penegakan Hukum, Putusan Mahkamah Konstitusi, Perjanjian Kawin, Perkawinan Campuran.
Copyrights © 2017