cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 15 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen" : 15 Documents clear
KEDUDUKAN DAN FUNGSI JAKSA DALAM PERADILAN PIDANA MENURUT KUHAP Pilok, Didit Ferianto
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Negara Indonesia merupakan Negara hukum.  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 hasil amandemen ke-4 sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah hukum positif tertinggi yang berlaku dalam sistem hukum Indonesia.Membicarakan system hukum Indonesia berarti membahas hukum secara sistemik yang berlaku di Indonesia.Sistem peradilan pidana di dalamnya terkandung gerak sistemik dari subsistem pendukungnya, yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, yang secara keseluruhan dan merupakan suatu kesatuan (totalitas) berusaha mentransformasikan masukan menjadi luaran yang menjadi tujuan sistem peradilan pidana yaitu, menaggulangi kejahatan atau mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi yang dapat di terima masyarakat.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan dan fungsi jaksa dalam sistem peradilan pidana di Indonesiamenurut KUHAP. Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode yuridisme normatif yaitu metode penambahan dengan berpegang pada norma atau kaidah hukum yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan: 1. Kejaksaan di Indonesia memiliki kewenangan yang cukup terbatas dibandingkan dengan kejaksaan di Belanda, Inggris ataupun Amerika.Selain tercantum dalam KUHAP, tugas dan wewenang kejaksaan dalam menjalankan fungsinya sebagai subsistem/komponen penegak hukum sistem peradilan pidana Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan. Kejaksaan adalah lembaga non-departemen, yang berarti tidak dibawah kementerian apapun, puncak kepemimpinan kejaksaan dipegang oleh jaksa agung yang bertanggung jawab terhadap presiden. 2. Proses peradilan pidana dapat dimaknai sebagai keseluruhan tahapan pemeriksaan perkara pidana untuk mengungkap perbuatan pidana yang terjadi dan mengambil tindakan hukum kepada pelakunya.Dengan melalui berbagai institusi, maka proses peradilan pidana dimulai dari institusi Kepolisian, diteruskan ke Institusi Kejaksaan, sampai ke Institusi Pengadilan dan berakhir pada Institusi Lembaga Pemasyarakatan. Kata kunci: Kedudukan, Jaksa
ANALISIS PENGATURAN GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG DI INDONESIA Gubali, Agustina
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Praktik gratifikasi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pejabat negara merupakan masalah yang sering terjadi dalam suatu bangsa. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya pola pikir masyarakat yang membenarkan pemberian hadiah yang dilakukan oleh penyelenggara negara adalah suatu bentuk ucapan terima kasih karena telah berbuat sesuatu maupun tidak berbuat sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya.  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau penelitian hukum normatif. Adapun teknik pengumpulan data penelitian ini yaitu a) menginventarisir peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah tentang gratifikasi; b) menginventarisir bahan-bahan sekunder yang relevan dengan perumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini; c) mengumpulkan bahan sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini.   Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gratifikasi saat ini diatur didalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor  30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengaturan tentang gratifikasi diperlukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri, melalui pengaturan ini diharapkan penyelenggara negara atau pegawai negeri dan masyarakat dapat mengambil langkah-langkah yang tepat, yaitu menolak  atau segera melaporkan gratifikasi yang diterimanya.  Sebagai kesimpulan yaitu Gratifikasi telah diatur  dalam Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam Undang-Undang ini lebih diuraikan elemen-elemen dalam pasal-pasal KUHP. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulanya praktik gratifikasi diantaranya, pola pikir masyarakat yang membenarkan tradisi pemberian hadiah, kurangnya komitmen moral para pejabat, dorongan faktor ekonomi, karena pendapatan yang kurang dari upah layak. Kata Kunci: Grafitasi
KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU Mamahit, Ricko
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bantuan hukum adalah bagian dari profesi advokat yang merupakan profesi yang mulia atau officium nobile Karena mewajibkan pembelaan kepada semua orang tanpa membedakan latar belakang, ras, warna kulit, agama, budaya, sosial-ekonomi, kaya-miskin, keyakinan, politik, gender, dan ideologi. mungkin dalam masyarakat awam sulit untuk membedakan bantuan hukum dan profesi advokat, namun keharusan membela orang yang kurang mampu dalam profesi advokat sejalan dengan prinsip justice for all membuat profesi hukum yang satu ini populer di masyarakat internasional, tetapi tidak demikian halnya di Indonesia. Keruntuhan wibawa hukum akhir-akhir ini turut mempengaruhi citra advokat yang dituduh sebagai “calo perkara” yang komersial. Korupsi merajalela dimana-mana. Akibatnya hukum tidak lagi berkuasa dan tidak mempunyai otoritas lagi dan tidak ditaati masyarakat, Supremasi Hukum (supremacy of law) hanya menjadi slogan belaka. Kata Kunci: Bantuan Hukum
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEREDARAN NARKOBA DI KALANGAN GENERASI MUDA Sanger, Elrick
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum merupakan alat yang efektif untuk melindungi manusia dari tindakan yang membahayakan diri mereka sendiri, seperti misalnya peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika. Peredaran narkotika dikalangan remaja dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal. Secara psikologis prilaku remaja juga masih belum stabil sehingga masih mudah terpengaruhi lingkungan sekitar. Kata Kunci: Narkoba
ALASAN PENIADAAN HUKUMAN BAGI DOKTER YANG MELAKUKAN MALPRAKTEK Haris, Abdul
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengetahui hal-hal yang menjadi dasar atau terjadinya malpraktek dan mengetahui alasan-alasan peniadanaan hukuman bagi dokter yang melakukan malpraktek medik, dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode pendekatan yang sesuai dengan permasalahan yang ditentukan dan tentunya juga satu harapan bahwa Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan Hukum dan Hukum Kesehatan serta khususnya bagi Hukum Kedokteran. Kata Kunci: Malpraktek
PENERAPAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Kaligis, Jendry
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum bukan atas kekuasaan belaka. Hal ini berarti memberi konsekuensi negara menjamin bahwa setiap warga negara mendapatkan perlindungan dan bersamaan hak kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan agar dapat tercipta keseimbangan dalam masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera dalam segala aspek kehidupan. Keamanan dan ketertiban dalam masyarakat dapat terwujud apabila negara dapat menjunjung tinggi hak asasi manusia sehingga hak dan kewajiban setiap warga negara dilindungi, dihormati dan tidak dirampas oleh negara. Untuk itulah negara membuat aturan hukum, salah satunya dengan membuat adanya Hukum Acara Pidana di Indonesia.  Permasalahan yang timbul bagaimana penerapan alat bukti petunjuk oleh hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan dan apa sajakah kendala-kendala yang dijumpai dalam penerapan alat bukti petunjuk tesebut bagi hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan.  Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Jenis data yang dipergunakan ialah data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, dan buku-buku literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif dengan instrumen metode yuridis-normatif.  Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan alat bukti petunjuk oleh hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan sangat nampak dalam alat bukti petunjuk, baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya sedangkan kendala-kendala yang dijumpai dalam penerapan alat bukti petunjuk bagi hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pembunuhan antara lain datang dari penegak hukum dalam hal ini yaitu hakim, pelaku kejahatan dan dari korban sendiri. Kata Kunci: Alat Bukti
PROVOKATOR KERUSUHAN DARI SUDUT PENGHASUTAN DAN PENYERTAAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Saputra, Bayu Eka
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kerusuhan merupakan peristiwa di mana massa (sekelompok besar orang) melakukan pengacauan, perusakan, dan berbagai kegiatan buruk lainnya. Kerusuhan dapat hanya melibatkan satu kelompok massa saja yang menjadi orang atau barang sebagai sasaran mereka, dapat juga berupa dua kelompok massa yang saling menyerang. Lebih jauh lagi, istilah provokator ini juga kemudian ditujukan kepada orang-orang yang menggerakkan massa sekalipun gerakan massa itu tidak dimaksudkan untuk melakukan kegiatan melawan hukum. Dengan demikian, terlepas dari soal benar atau tidaknya keberadaan provokator di balik terjadinya berbagai kerusuhan, masalah penghasutan merupakan hal yang menarik untuk dikaji dari sudut hukum yang berlaku di Indonesia ini, khususnya dari sudut KUHPidana (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Penelitan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman pengaturan penghasutan yang diatur dalam KUH Pidana.  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kepustakaan, yaitu dengan mempelajari berbagai kepustakaan hukum pidana, himpunan peraturan perundang-undangan, artikel-artikel, dan berbagai sumber tertulis yang lainnya. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana pengaturan penghasutan dalam KUH Pidana serta pengaturan provokator kerusuhan dalam pasal-pasal penghasutan dan penyertaan. Pertama dalam KUHPidana ada dua pasal yang secara khusus ditujukan untuk perbuatan menghasut, yaitu Pasal 160 dan Pasal 161.  Kedua pasal ini ditempatkan dalam Buku II tentang Kejahatan, pada Bab V yang berjudul Kejahatan terhadap Ketertiban Umum. Kedua tindakan provokator atau orang yang memprovokasi kerusuhan akan dikaji dari sudut pasal-pasal penghasutan, dan juga dari sudut aturan-aturan penyertaan, khususnya tentang menganjurkan/membujuk (uitlokken).Pasal-pasal KUHPidana Indonesia pada umumnya mempunyai padanannya dalam KUHPidana Belanda. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tindakan provokator atau orang yang memprovokasi kerusuhan akan dikaji dari sudut pasal-pasal penghasutan, Pasal 160 dan 161 KUHPidana, dan juga dari sudut aturan-aturan penyertaan, khususnya tentang menganjurkan/membujuk. Kata kunci: Provokator, Kerusuhan
LARANGAN DAN SANKSI PIDANA BAGI PEMBERI BANTUAN HUKUM Kambey, Freke
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).Meskipun Bantuan Hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai tanggung jawab negara namun ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan Hukum.Seiring dengan pelaksanaannya pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan belum banyak menyentuh orang atau kelompok orang miskin, sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan karena terhambat oleh ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak konstitusional mereka, yang menjadi permasalahannya yakni bagaimana larangan bagi pemberi bantuan hukum dalam melaksanakan pemberian bantuan hukum kemudian bagaimana pemberlakuan sanksi pidana bagi pemberi bantuan hukum dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum.  Olehkarena ruanglingkup penelitianini adalah pada disiplin Ilmu Hukum, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian juridis kepustakaan yakni dengan “cara meneliti bahan pustaka” atau yang dinamakan penelitian hukum normatif.”  Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa larangan bagi pemberi bantuan hukum dalam melaksanakan pemberian bantuan hukum, yakni pemberi Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari Penerima Bantuan Hukum yaitu orang atau kelompok orang miskin dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani Pemberi Bantuan Hukum, sedangkan pemberlakuan sanksi pidana menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Pasal 21: Pemberi Bantuan Hukum yang terbukti menerima atau meminta pembayaran dari Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Kata Kunci: Bantuan Hukum
PENEGAKAN HUKUM ATAS PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA Kolopita, Satrio
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam peraturan-peraturan yang ada, NAPZA (Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya) tidak dapat digunakkan secara ilegal untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dalam hukum nasional cukup jelas mengatur bahwa obat-obatan tersebut hanya dapat digunakan secara legal dalam hal pengobatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan. Namun seiring Perkembangan teknologi perhubungan dan telekomunikasi serta ilmu kedokteran dan farmasi yang sangat pesat ini melahirkan berbagai peluang dan tantangan yang sering terjadi banyaknya penyalahgunaan narkoba di tengah masyarakat.  Penyalahgunaan Narkoba menunjukkan bahwa efek yang sangat merugikan bagi tubuh manusia apabila dikonsumsi, bahkan berakibat kematian. Belum lagi berbagai resiko penularan penyakit seperti HIV/AIDS  yang disebabkan penggunaan alat atau pun jarum suntik yang dilakukan berganti-gantian antara para pengguna.  Upaya untuk memberantas Kejahatan Narkoba menghadirkan sebuah undang-undang yang memiliki sanksi pidana yaitu Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika (disingkat UU Narkotika) bahwa Sanksi Pidana dalam UU Narkotika salah satunya adalah Sanksi Pidana Mati, UU Narkotika mengatur mengenai kebijakan sanksi pidana bagi pelaku penyalahguna narkoba yang dibagi kedalam dua kategori yaitu  pelaku sebagai “Pengguna” dan/atau “Pengedar”. Terhadap pelaku sebagai pengedar dimungkinkan dikenakan Sanksi Pidana yang paling berat berupa Pidana Mati seperti yang diatur dalam pasal 114 ayat (2).  Sanksi Pidana Mati merupakan hukuman yang terberat dalam hukum pidana di Indonesia, untuk kasus seperti kejahatan narkoba tentu diharapkan penerapan Pidana Mati diterapkan secara konsisten dalam peradilan di Indonesia melihat dampak yang dilahirkan sangat merugikan negara terlebih individu itu sendiri. Namun dalam penerapannya tidak berjalan seperti yang diharapkan, banyaknya pelaku kejahatan khususnya para produsen, bandar maupun pengedar mendapat keringanan hukuman seperti grasi, putusan peradilan yang meringankan dan lain-lain. Kata kunci: Pidana Mati, Narkotika
PENIPUAN MENGGUNAKAN MEDIA INTERNET BERUPA JUAL-BELI ONLINE Sumenge, Melisa
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum di Indonesia terhadap tindak pidana penipuan dalam cybercrime dan peraturan apa saja yang menjadi dasar aparat penegak hukum dalam upaya penanggulangan tindak pidana penipuan berupa jual-beli online. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan Skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan dapat penulis simpulkan, bahwa: 1. Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional. Yang menjadi perbedaan hanya pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem Elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Pengaturan hukum mengenai tindak pidana penipuan ini masih terbatas dalam penggunaan KUHP, dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Aparat penegak hukum sering mengalami kesulitan dan hambatan dalam menjerat pelaku tindak kejahatan penipuan. 2. Tindak pidana penipuan ini dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP sebagai tindak pidana penipuan atau Pasal 28 ayat (1) UU ITE tentang pengaturan mengenai penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen. Atau dapat dijerat berdasarkan kedua pasal itu sekaligus yaitu, 378 KUHP jo Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU No 11 Tahun 2008 tentang penipuan dan atau kejahatan ITE. Kata Kunci: Penipuan, Internet

Page 1 of 2 | Total Record : 15


Filter by Year

2013 2013


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue