Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

ANALISIS PENGATURAN GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG DI INDONESIA Gubali, Agustina
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Praktik gratifikasi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pejabat negara merupakan masalah yang sering terjadi dalam suatu bangsa. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya pola pikir masyarakat yang membenarkan pemberian hadiah yang dilakukan oleh penyelenggara negara adalah suatu bentuk ucapan terima kasih karena telah berbuat sesuatu maupun tidak berbuat sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya.  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau penelitian hukum normatif. Adapun teknik pengumpulan data penelitian ini yaitu a) menginventarisir peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah tentang gratifikasi; b) menginventarisir bahan-bahan sekunder yang relevan dengan perumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini; c) mengumpulkan bahan sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini.   Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gratifikasi saat ini diatur didalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor  30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengaturan tentang gratifikasi diperlukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri, melalui pengaturan ini diharapkan penyelenggara negara atau pegawai negeri dan masyarakat dapat mengambil langkah-langkah yang tepat, yaitu menolak  atau segera melaporkan gratifikasi yang diterimanya.  Sebagai kesimpulan yaitu Gratifikasi telah diatur  dalam Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam Undang-Undang ini lebih diuraikan elemen-elemen dalam pasal-pasal KUHP. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulanya praktik gratifikasi diantaranya, pola pikir masyarakat yang membenarkan tradisi pemberian hadiah, kurangnya komitmen moral para pejabat, dorongan faktor ekonomi, karena pendapatan yang kurang dari upah layak. Kata Kunci: Grafitasi
ANALISIS PENGATURAN GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG DI INDONESIA Gubali, Agustina Wati
LEX CRIMEN Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Praktik gratifikasi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pejabat negara merupakan masalah yang sering terjadi dalam suatu bangsa. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya pola pikir masyarakat yang membenarkan pemberian hadiah yang dilakukan oleh penyelenggara negara adalah suatu bentuk ucapan terima kasih karena telah berbuat sesuatu maupun tidak berbuat sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya.  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau penelitian hukum normatif. Adapun teknik pengumpulan data penelitian ini yaitu a) menginventarisir peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah tentang gratifikasi; b) menginventarisir bahan-bahan sekunder yang relevan dengan perumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini; c) mengumpulkan bahan sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini.   Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gratifikasi saat ini diatur didalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor  30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengaturan tentang gratifikasi diperlukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri, melalui pengaturan ini diharapkan penyelenggara negara atau pegawai negeri dan masyarakat dapat mengambil langkah-langkah yang tepat, yaitu menolak  atau segera melaporkan gratifikasi yang diterimanya.  Sebagai kesimpulan yaitu Gratifikasi telah diatur  dalam Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam Undang-Undang ini lebih diuraikan elemen-elemen dalam pasal-pasal KUHP. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulanya praktik gratifikasi diantaranya, pola pikir masyarakat yang membenarkan tradisi pemberian hadiah, kurangnya komitmen moral para pejabat, dorongan faktor ekonomi, karena pendapatan yang kurang dari upah layak. Kata Kunci : gratifikasi
PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARA/DAERAH OLEH PEGAWAI NEGERI YANG BUKAN BENDAHARA DI KABUPATEN GORONTALO Gubali, Agustinawaty U.
LEX ADMINISTRATUM Vol 7, No 4 (2019): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif karena penelitian ini berhubungan dan bertitik tolak pada segi-segi hukum positif atau hukum yang berlaku saat ini. Pencarian dan pengumpulan data yang diperlukan, difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada, sehingga dalam penulisan ini tidak terjadi penyimpangan dalam pembahasan. Penyelesaian ganti kerugian Negara/Daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara merupakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian yang dimaksud.Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi (TP-TGR) tidak terkodifikasi dalam suatu peraturan perundang-undangan dan hanya tersebar ke dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan.Proses penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Bupati Gorontalo Nomor 54 Tahun 2009 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara. Persidangan MP-TGRKabupaten Gorontalo dilakukan dalam sebulan sekali.Kata Kunci: Ganti Kerugian, Pegawai Negeri, Bendahara, Gorontalo
Peran Kepolisian Dalam Meminimalisir Kekerasan Seksual Studi Kasus Polres Gorontalo Andi Esse Jumriani; Sri Rahayu Lestari; Halisma Amili; Agustina Gubali; Yeti S. Hasan
CBJIS: Cross-Border Journal of Islamic Studies Vol. 6 No. 1 (2024): Juni
Publisher : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAI Sultan Muhammad Syafiuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37567/cbjis.v6i1.2879

Abstract

Sexual violence in Gorontalo Province itself, especially Gorontalo District, from January to December 2019 there were 16 cases of sexual violence against children handled by the Gorontalo Police PPA Unit. This increase in cases is based on various factors. He further revealed that the majority of perpetrators of sexual violence were committed by people closest to the victim, such as uncles, neighbors, relatives and even stepfathers (continued), even biological fathers, the motives were varied, some were due to persuasion, coercion and seduction by lured by money. Meanwhile, legal protection for child victims of sexual violence is still not optimal, for example in terms of treatment which is considered slow, especially in terms of psychological and social treatment. So the protection rights of children who are victims of sexual violence are still lacking. This research aims to determine the efforts made by the Gorontalo Police to overcome and minimize the occurrence of sexual violence against children. This research uses empirical legal research methods, where the author makes direct observations at the interview location with the parties concerned, namely the head of the PPA unit, one person and the head of the police. This research shows that efforts to overcome crime, especially sexual violence against children in Gororntalo Regency, are preventive efforts, namely prevention efforts carried out by the police such as socialization and counseling and repressive efforts are handling efforts carried out if cases of sexual violence against children have occurred by carrying out rehabilitation for the victims. and detention of the perpetrator. Based on the results of research and analysis, the author recommends that: Gorontalo Police PPA Unit is expected to maintain its performance so that children who are victims of sexual violence receive effective protection and to further increase outreach to the community and law enforcement officials regarding cases of sexual violence against children and provide counseling or socialization by law enforcers which is carried out regularly and on target.