cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen" : 11 Documents clear
TINDAK PIDANA PELANGGARAN FUNGSI JALAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN Tumewu, Wandri I. K.
LEX CRIMEN Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana terganggunya fungsi jalan menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 dan bagaimana sanksi pidana yang mengakibatkan terganggunnya fungsi jalan menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Terganggunya fungsi jalan yaitu dengan sengaja dan karena kelalaian melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, milik jalan, pengawasan jalan. Melakukan kegiatan penyelenggaraan jalan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan. Melakukan kegiatan pengusahaan suatu ruas jalan tol sebelum adanya penetapan Menteri. Selain pengguna jalan tol dan petugas jalan tol yang dengan sengaja memasuki jalan tol. 2. Sanksi pidana mengakibatkan terganggunya fungsi adalah penyelenggaraan jalan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan, mengusahakan suatu ruas jalan sebagai jalan tol sebelum adanya penetapan Menteri, dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika dilakukan karena kelalaian diberlakukan pidana kurungan dan pidana denda. Apabila dilakukan oleh badan usaha, baik karena kesengajaan maupun kelalalaian pidana dikenakan terhadap badan usaha yang bersangkutan berupa pidana denda ditambah sepertiga denda yang dijatuhkan.Kata kunci: Tindak Pidana, Pelanggaran,  Fungsi Jalan.
UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN BARANG EKSPOR IMPOR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN Sofiana, Rina
LEX CRIMEN Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya penanggulangan Tindak Pidana Penyelundupan barang ekspor impor menurut UU No. 17 Tahun 2006 dan bagaimana bentuk-bentuk pertanggungjawaban terhadap tindak pidana penyelundupan barang ekspor impor. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Upaya penanggulangan tindak pidana penyelundupan barang ekspor impor dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dan pengawasan oleh Pejabat Bea dan Cukai.  Pemeriksaan yaitu tindakan memeriksa untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan pabean dalam bentuk pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang. Sedangkan pengawasan yang dimaksud ialah tindakan yang dilakukan untuk memastikan semua pergerakan barang, transportasi, serta orang-orang yang melintasi perbatasan Negara agar mengikuti semua prosedur/ peraturan kepabeanan yang ditetapkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang  Kepabeanan. 2. Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana dari pelaku tindak pidana penyelundupan meliputi: Tanggung jawab perorangan, Pejabat Bea dan Cukai, Pengangkut Barang, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) dan Badan Hukum (Perseroan, Perusahaan, Kumpulan, Yayasan, Koperasi) dan mengenai sanksi pidana terhadap bentuk-bentuk tindak pidana penyelundupan tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 102, Pasal 102A, Pasal 102B, Pasal 102C, Pasal 102D, Pasal 103, Pasal 103A, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 108 dan Pasal 109 berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.Kata kunci: Upaya Penanggulangan, Tindak Pidana, Penyelundupan, Barang Ekspor Impor, Kepabeanan
SISTEM PEMBUKTIAN DAN PEMIDANAAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 Koroba, Maikel
LEX CRIMEN Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem pembuktian tindak pidana korupsi menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 dan bagaimana sistem pemidanaan tindak pidana korupsi menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Sistem pembuktian dalam tindak pidana korupsi menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 lebih maju karena tidak hanya terfokus pada Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan kesalahan terdakwa tetapi menganut sistem pembuktian  terbalik di mana terdakwa berhak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi. Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut akan dipergunakan oleh hakim sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti. Apabila terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya, maka itu dapat digunakan untuk memperkuat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. 2. Sistem pemidanaan tindak pidana korupsi ada penyimpangan dari tindak pidana umum yakni jenis-jenis pidana pokok dapat dijatuhkan secara kumulatif seperti pidana penjara dan pidana denda dan mengenal pidana tambahan jenis baru yakni pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.Kata kunci: Sistem Pembuktian, Pemidanaan, Tindak Pidana, Korupsi
PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Barao, Joune
LEX CRIMEN Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem pembuktian menurut Hukum Acara Pidana Indonesia dan bagaimana penerapan pembalikan beban pembuktian berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Pembalikan Beban Pembuktian merupakan sifat menyimpang dari aturan tentang hukum pembuktian dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981. Sepanjang aturan pembuktian dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tidak ditentukan lain, maka yang berlaku adalah aturan pembuktian dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981. 2. Penerapan ketentuan pembalikan beban pembuktian berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 belum efektif karena belum diperkuat oleh hukum acara tersendiri sehingga dalam proses persidangan perkara korupsi hakim belum dapat menerapkan ketentuan tersebut. Dalam praktik proses pembalikan beban pembuktian dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 belum dapat digunakan sebagai sarana hukum untuk mempercepat proses pemulihan kerugian/perekonomian negara (asset recovery).Kata kunci: Pembalikan, Beban Pembuktian, Tindak Pidana, Korupsi
PENAHANAN YANG DILAKUKAN SETELAH PUTUSAN PENGADILAN MENURUT KUHAP Rorong, Gerald S. E.
LEX CRIMEN Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Penahanan yang dilakukan setelah putusan Pengadilan atas perintah Pengadilan menurut KUHAP dan bagaimana pertanggungjawaban penahanan dalam tindak pidana dan unsur-unsur penahanan tindak pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dismpulkan: 1. Penahanan sesudah putusan pengadilan ini, statusnya sama dengan/status penahanan guna kepentingan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 24, 25, 26, 27 dan 29 KUHAP, sehingga lamanya penahanan dipotongkan pidana/hukuman yang dijatuhkan pengadilan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap. Bila putusan pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi, apabila dalam amarnya memerintahkan agar terdakwa ditahan, jaksa penuntut umum segera melaksanakan penahanan, apabila diminta grasi oleh terdakwa, tetap ditahan. 2. Pertanggungjawaban pidana berkaitan amat erat dengan unsur kesalahan, dimana asas dalam pertanggungjawaban pidana yaitu tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. pertanggungjawaban pidana pasti didahului oleh ulasan tentang tindak pidana sekalipun dua hal tersebut berbeda baik secara konseptual maupun aplikasinya dalam praktik penegakan hukum. Didalam pengertian tindak pidana tidak termasuk pengertian pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu ancaman pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada umumnya dijabarkan kepada 2 (dua) macam unsur yaitu unsur objektif unsur subjektif.Kata kunci:  Penahanan, Dilakukan Setelah Putusan Pengadilan, KUHAP
ALASAN MENGAJUKAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM PRAKTEK PRADILAN PIDANA Tatuhas, Pricylia Eunike
LEX CRIMEN Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa syarat mengajukan permintaan peninjauan kembali dan apa alasan mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam praktek peradilan pidana. Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Terdapat tiga syarat formil secara kumulatif untuk mengajukan permintaan upaya hukum peninjauan kembali dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP yaitu : dapat dimintakan pemeriksaan ditingkat peninjauan kembali hanya terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde); hanya terpidana atau ahli warisnya yang boleh mengajukan upaya hukum peninjauan kembali; boleh diajukan peninjauan kembali terhadap putusan yang menghukum atau mempidana saja. 2. Upaya hukum peninjauan kembali dapat diajukan dengan alasan: Terdapat keadaan baru; Terdapat pernyataan yang bertentangan satu dengan yang lain; Terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Kata kunci: Alasan Mengajukan, Permohonan Peninjauan Kembali, Peradilan Pidana
KAJIAN YURIDIS TENTANG EUTHANASIA MENURUT KUHP Korowa, Irianto
LEX CRIMEN Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk  euthanasia  dan apa tindakan melakukan euthanasia dibolehkan dalam  KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Bentuk-bentuk  euthanasia  yaitu  :  euthanasia  aktif  adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengahiri hidup seorang(pasien) yang dilakukan secara medis biasanya dengan obat obat yang bekerja cepat dan mematikan. Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan di hentikan. Euthanasia Volunter adalah penghentian tindakan pengobatan atau mempercepat kematian atas permintaan sendiri, Euthanisia Involunter adalah euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak sadar yang tidak mungkin untuk menyampaikan keinginan sendiri dalam hal ini keluarga pasien yang akan menyampaikan dan yang bertanggung jawab. 2. Pada  dasarnya  Hukum  Pidana  Indonesia  dalam  hal  ini  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Pidana  (KUHP)  Indonesia tidak membolehkan Euthanisia karena Barangsiapa menghilangkan nyawa orang atas permintaan sungguh-sungguh orang itu sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun.” “Barangsiapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.”Kata kunci: Kajian Yuridis, Euthanasia, KUHP
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBEDAAN TINDAK PIDANA POLITIK DENGAN TINDAK PIDANA TERORISME Siregar, Dasrila W. D.
LEX CRIMEN Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum terhadap tindak pidana terorisme dan bagaimana kesamaan dan pembedaan tindak pidana politik dengan tindak pidana terorisme. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Di antara tindak pidana politik dan tindak pidana terorisme terdapat kesamaan pokoknya, yakni sama-sama sebagai tindak pidana dan diancam pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Upaya mengganti falsafah hidup bangsa Indonesia, Pancasila, dengan falsafah/ideologi lainnya adalah contoh dari tindak pidana politik. 2. Di antara tindak pidana politik dan tindak pidana terorisme terdapat perbedaan mendasar, yakni tindak pidana politik dikecualikan, dari tindak pidana terorisme, termasuk pelaku tindak pidana politik tidak terjangkau oleh upaya penyerahan (ekstradisi).Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Pembedaan, Tindak Pidana, Politik, Terorisme
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DIPENGARUHI MINUMAN KERAS Datau, Rivaldo Fransischo
LEX CRIMEN Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya peneltian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana oleh pelaku tindak pidana pembunuhan yang dipengaruhi minuman keras dan bagaimanakah pertimbangan  hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana pembunuhan yang dipengaruhi minuman keras. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dismpulkan: 1. Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orang mabuk dalam hal ini adalah dapat dipertanggung jawabkan secara pidana perbuatannya. Dalam hal ini perbuatannya telah masuk dalam rumusan delik Pasal 338 KUHP jika perbuatan itu dilakukan secara spontanitas dan Pasal 340 KUHP ketika perbuatan itu direncanakan terlebih dahulu, yang mana orang tersebut sengaja mabuk agar berani melakukan tindak pidana pembunuhan. 2. Dari berbagai putusan hakim yaitu berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor : 908 K/Pid/2006 bagi orang mabuk yang melakukan tindak pidana pembunuhan, hakim dengan segala pertimbangannya yaitu Fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan; Apakah unsur-unsur dari pasal yang didakwakan oleh penuntut umum kepada terdakwa telah terpenuhi; Terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah; Adanya keyakinan dari hakim bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya; Apakah terdapat hal-hal yang dapat dijadikan sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghilangkan sifat melawan hukumnya dari perbuatan terdakwa; Pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan terdakwa. Telah memberi putusan bahwa orang mabuk yang melakukan tindak pidana pembunuhan itu telah dikenakan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan yakni telah memenuhi unsur-unsur yaitu unsur “dengan sengaja”, unsur “menghilangkan”, unsur “nyawa”, dan unsur “orang lain”, telah terpenuhi oleh terdakwa sehingga dengan demikian terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pembunuhan.Kata kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku, Tindak Pidana, Pembunuhan Minuman Keras
WEWENANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA GRATIFIKASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 Karundeng, Frido Stevan
LEX CRIMEN Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan gratifikasi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia dan bagaimana wewenang KPK dalam penyidikan tindak pidana gratifikasi berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Pengaturan gratifikasi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, secara khusus diatur dalam Pasal 12B an 12C Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, di mana setiap gratifikasi kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Gratifikasi yang nilainya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap, dilakukan oleh penerima gratifikasi. Yang nilainya kurang dari Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. Apabila penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. 2. Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyidikan tindak pidana gratifikasi sebagai tindak pidana korupsi terutama yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain terutama yang mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang menetapkan status kepemilikan gratifikasi yang dilaporkan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi.Kata kunci: Wewenang, Komisi Pemberantasan Korupsi, Penyidikan, Tindak Pidana, Gratifikasi.

Page 1 of 2 | Total Record : 11


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue