cover
Contact Name
Muhammad Virsyah Jayadilaga
Contact Email
pusbangdatin@gmail.com
Phone
+628122115449
Journal Mail Official
pusbangdatin@gmail.com
Editorial Address
Jalan H.R. Rasuna Said Kavling 4-5, Jakarta Selatan 12940
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Penelitian Hukum De Jure
ISSN : 25798561     EISSN : 14105632     DOI : 10.30641
Core Subject : Education, Social,
The De Jure Legal Research Journal, known as Jurnal Penelitian Hukum De Jure, is a legal publication issued three times a year in March, July, and November. It is published by the Law Policy Strategy Agency of the Ministry of Law of the Republic of Indonesia, in collaboration with the Indonesian Legal Researcher Association (IPHI). This association was legalized under the Decree of the Minister of Law and Human Rights Number AHU-13.AHA.01.07 in 2013, dated January 28, 2013. The journal serves as a platform for communication and a means to publish diverse and relevant legal issues primarily for Indonesian legal researchers and the broader legal community. In 2024, the management of the De Jure Legal Research Journal will include various stakeholders, as outlined in the Decree of the Head of the Law and Human Rights Policy Agency Number PPH-18.LT.04.03 for 2024, dated February 20, 2024, which establishes a publishing team for the journal. According to the Decree of the Director-General of Higher Education, Research, and Technology of the Ministry of Higher Education, Science, and Technology of the Republic of Indonesia, Number PPH-18.LT.04.03 for 2024, which is based on the Accreditation Results of Scientific Journals for Period 2 of 2024, the De Jure Legal Research Journal has achieved a Scientific Journal Accreditation Rank of 2 (Sinta-2). This reaccreditation is valid for Volume 23, Number 1, of the year 2023, through Volume 27, Number 4, of the year 2027.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 16, No 1 (2016): Edisi Maret" : 8 Documents clear
PERTANGGUNGJAWABAN PARTAI TERHADAP CALON ANGGOTA LEGISLATIF YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMILU (Accountability of Party Against Legislative Candidates Who Conduct Criminal Act of Election) Mohd Din; Ida Keumala Jeumpa; Nursiti Nursiti
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2552.909 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.27-40

Abstract

This research aimed to study how the party`s accountability for offences committed by legislative candidates. What action that taken by a party of electoral violations and whether the party can be charged for. In the doctrine of Criminal Law known by criminal responsibility related to offenders, and in progress subject to criminal law, not only individual but institution or agency or corporation/firms. So, they should be responsible for it. It was a normative legal research, studying the principles of law related to criminal responsibility. Collecting data were done by two stages that were literature and field research. The first aimed to obtain secondary data namely, law material ;primary, secondary and tertiary. And then, the second, collecting data with an in-depth interview with certain key informant. It used a qualitative method.The result showed that party never asked for their responsibility related to offences by legislative candidates who committed election crime because the act did not rule it. The party had not take action associated with offences were done by them. Politic party as cooperation/firms ideally should take account to candidates who conducted the crime. It was a necessary regulation that managed its accountability as in cooperation. Besides, the party should give politics education and strict sanctions to them who did despicable manners. Key words: accountability, party, election of criminal act, legislative ABSTRAK Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji bagaimana pertanggungjawaban partai terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Calon Anggota Legislatif, Apa tindakan yang diambil oleh partai terhadap pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Calon Anggota  Legislatif dan apakah  partai dapat dipersalahkan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Calon Anggota legislatif. Hal ini dilatarbelakangi oleh karena di dalam doktrin hukum pidana dikenal adanya pertanggungjawaban pidana yang dikaitkan dengan pelaku, dan dalam perkembangannya subyek hukum pidana bukan hanya orang perorangan, malainkan juga suatu badan atau korporasi. Sehingga yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah juga suatu badan atau korporasi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang mengkaji asas hukum yang terkait dengan pertanggungjawaban pidana, namun demikian diperlukan data lapangan sebagai pelengkap. Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahap yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian Kepustakaan (library research), untuk memperoleh data sekunder  berupa bahan hukum; primer, sekunder dan tertier. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara wawancara mendalam (deptintevew) dengan narasumber yang ditentukan. Data yang terkumpul baik dari hasil penelitian lapangan maupun dari penelitian kepustakaan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Partai tidak pernah dimintai pertanggungjawaban sehubungan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh calon anggota legislatif yang melakukan tindak pidana Pemilu, karena Undang-undang  tidak mengatur pertanggungjawaban Partai terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh calon anggota ligeslatif. Partai tidak pernah melakukan tindakan terkait dengan calon legislatif yang melakukan pelanggaran. Partai Politik sebagai Korporasi idealnya juga harus bertanggungjawab terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh calon anggota legislatif. Diperlukan regulasi  yang mengatur pertanggungjawaban partai terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh Calon anggota legislatif sebagaimana pertanggungjawaban dalam tindak pidana korporasi. Di samping itu, hendaknya partai melakukan pendidikan politik kepada anggotanya dan memberikan sanksi tegas kepada anggota partai politik yang merlakukan perbuatan yang tercela. Kata Kunci: Tindak pidana Pemilu
PERSPEKTIF KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI (DJBC) DALAM BIDANG PELAYANAN KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR (KITE) DI INDONESIA (Institutional Perspective of Directorate General of Customs And Excise in Ease of Import For Export Purposes (KITE), In Indonesia) Djafar Albram
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (887.144 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.105-118

Abstract

The policy of free trading can be observed by promoting the economy competitiveness of a country through global market integration. One of the integrations that is dynamic of service policy in ease of import for export purposes (KITE) of business interests to those who invest in Indonesia which managed by Directorate General of Customs and Excise (DJBC) that facility return of import duty (BM), or Customs and value-added tax (PPn) and value-added tax of import duty especially other commodities for export purposes. By facilitating that, it is hoped can improve and increase the trading value of export tax revenues,create jobs and then, it makes technology transformation exchange for development of human resources quality of manufacturing industry which running the business in ease of import for export purposes (KITE), in Indonesia. Keywords: KITE, customs and excise, ABSTRAKAdanya kebijakan Perdagangan bebas dapat dilihat dengan upaya peningkatan daya saing ekonomi suatunegara, melalui integrasi pasar global. Salah satu bentuk integrasi dimaksud yaitu adanya dinamika kebijakan pelayanan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang dikenal dengan istilah (KITE) bagi kepentingan kelancaran usaha bisnis para Investor yang menanamkan Investasinya di Indonesia yang penangganannya ditangani  oleh Institusi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang memberikan kemudahan fasilitas dalam bidang Pengembalian Bea Masuk (BM), atau Cukai serta PPn dan PPn BM terutama bagi komoditas lainnya yang hasil akhirnya adalah tujuan Ekspor. Dengan pemberian fasilitas tersebut, diharapkan terjadinya peningkatan nilai perdagangan dari penerimaan Pajak Ekspor, Membuka usaha lapangan kerja dan pada gilirannya akan terjadi alih transformasi tehnologi bagi kepentingan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia pekerja  Industri Manufaktur yang bergerak di bidang usaha   KITE di Indonesia. Kata Kunci: KITE menciptakan Iklim Usaha Kondusif.
IMPLIKASI HUKUM PEMBERIAN KREDIT BANK MENJADI TINDAK PIDANA KORUPSI (Legal Implications of Bank Loans Turn into Corruption) Henry Donald Lbn. Toruan
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (679.148 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.41-60

Abstract

The credit of bank has the potential of misusing or abusing by parties whose not responsible for getting profit or benefit, unlawfully. The parties can be internal or external persons such as bank officers, board members of bank, commissioners, stakeholders and bank customers. Misuses in bank loaning can be a criminal offense of banking if the board of members or officers do not obey the rule of the banking concerning the principles of prudential and appraisal, carefully. Lately, in practice, it can be a criminal offense or criminal act. It is a question, do a sentence of corruption criminal act into jail to the board of members and bank consumer is right measures? ?. Is criminal punishment against customers effective in handling bad debts ? Criminalization of corruption to them by engaging the Act of Corruption Criminal Act against to the Act of Banking that has ruled board of members in article 50 with imprisonment. It can be double standards in a completion of bad credit that funded by state finances and privates. Therefore, the Corruption Act may not be used in the settlement of bad loans to private banks. The settlement of bad loans based on The Act of  Mortgage Right which guarantee the land rights of the debtor as debt repayment. The law should be bound up to avoid uncertain of law. Keywords: credit loan, corruption and completin of bad debts. ABSTRAK Pemberian kredit bank berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untukmendapatkan keuntungan secara melanggar hukum. Pihak-pihak yang dimaksud adalah mereka yang dalam prakteknya bersentuhan dengan bank baik yang meliputi pihak internal maupun pihak eksternal bank, misalnya pegawai bank, anggota direksi bank, anggota dewan komisaris bank, pemegang saham bank dan nasabah bank. Bentuk penyimpangan dalam pemberian kredit dapat menjadi tindak pidana perbankan, apabila direksi bank atau pegawai di dalam pemberian kredit tidak mengindahkan ketentuan perbankan mengenai prinsip kehatian-hatian dan asas-asas perkreditan serta tidak melakukan penilaian yang seksama mengenai nasabah. Namun prakteknya akhir-akhir ini, penyimpangan pemberian kredit pada bank yang dibiayai dari keuangan negara, yang seharusnya merupakan tindak pidana perbankan berubah menjadi tindak pidana korupsi. Menjadi pertanyaan, apakah penjatuhan hukum tindak pidana korupsi terhadap direksi dan nasabah bank merupakan  langkah tepat?. Apakah penjatuhan pidana terhadap nasabah cukup efektif dalam menanggulangi kredit macet?. Penjatuhan pidana korupsi pada direksi bank dengan menggunakan UU Tipikor bertentangan dengan UU Perbankan yang telah mengatur perbuatan hukum direksi dalam Pasal 50 UU Perbankan dengan ancaman penjara. Demikian juga penjatuhan pidana korupsi pada nasabah bank akan menimbulkan standar ganda dalam penyelesaian kredit macet pada bank yang dibiayai dari keuangan negara dengan bank swasta. Sebab, UU Tipikor tidak mungkin digunakan dalam penyelesaian kredit macet pada bank swasta. Pada hal sebelum adanya UU Tipikor, penyelesaian kredit macet dilakukan berdasarkan UU Hak Tanggungan dimana jaminan hak atas tanah debitur dijadikan sebagai jaminan dalam pelunasan hutangnya. Seharusnya hukum atau undang-undang harus diberlakukan mengikat secara umum tidak dipilah-pilah agar terjadi kepastian hukum. Kata kunci: Pemberian kredit, korupsi dan penyelesaian kredit macet.
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM UPAYA PENARIKAN ASSET (Criminal Act of Money Laundering in order to Withdraw Asset) Hibnu, Budiyono Nugroho, Pranoto
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2752.05 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.1-14

Abstract

ABSTRACTCriminal Act of Money Laundering (TPPU) is a new criminal act, so its regulation still found constraints that lead pros and cons in neighborhood law enforcer themselves. Could corruption criminal act investigators of police and attorney reveal Criminal Act of Money Laundering (TPPU) that occured in central java and how the model of it that could take back assets of criminal in corruption cases. Until now, the high prosecutor of central java had investigated one case in Criminal Act of Money Laundering (TPPU).It usedempirical juridical and qualitatif discriptive analytical method and contain analytical. It could be found a model that eliminate existing constraints, so it was hoped to seize criminal`s assets of money laundering back.Keywords: money laundering, constraints, modelABSTRAKSebagai tindak pidana yang masih cukup baru didalam pengaturannya TPPU masih menemukan kendala yang menimbulkan pro dan kontra dilingkungan penegak hukum sendiri. Apakah penyidik Tipikor Kepolisian dan Kejaksaan mampu mengungkap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Tipikor yang terjadi di Jawa Tengah dan bagaimanakah model penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang mampu merampas asset-asset pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara korupsi tersebut. Hingga saat ini penyidikan terhadap TPPU korupsi di Jawa Tengah baru dilakukan terhadap satu kasus dan penyidikan dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris dan metode analisis diskriptif kualitatif dan analisis isi . Dapat ditemukan model yang mampu mengeliminir kendala yang ada sehingga diharapkan dapat merampas asset-asser pelaku TPPU.Kata Kunci: Pencucian uang, kendala, model
EKSISTENSI UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA (Existence of The Act Number 21/2001 On Special Authonomy of Papua Province) Rooseno Rooseno
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1244.463 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.61-75

Abstract

There are 13 airports in Papua and West Papua provinces, its land was recorded in the Besluit van de Nederlands Nieuw Guenia Gouverneur Number 63 /1961, dated on February 22 ,however, it do not recognized by common law of Papuans because of having no transfer of right`s certificate`s on land and certificate of  right`s disengagement on customary land. Therefore, customary law communities want to replace the loss turn into money, also require compensation increasing their livelihoods, education,jobs, and many more. Hence, it will be wise, if provincial government of Papua, House of Regional Representatives (DPRD), and Indonesia Government c.q. the Ministry of Transportation of Indonesia agree and compromise after damages assesment of the Act No. 2/2012 provisions to pay compensation in order to improve the living standards of indigenous peoples, education, jobs, and providing airport manager of Corporate Social Responsibility (CSR). Keywords: 13 airports land, conflict of customary law communities, the Ministry of Transportation ofIndonesia ABSTRAK Ada 13 Bandara yang terletak di provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tanah dimasukkan dalam Besluit van de Nederlands Nieuw Guenia Gouvernour nomor 63 tahun 1961 22 Februari 1961, tetapi itu tidak diakui oleh hukum masyarakat adat karena tidak ada transfer sertifikat hak atas tanah dan sertifikat pelepasan hak atas tanah adat. Jadi karena itu masyarakat hukum adat ingin mengganti kerugian dalam bentuk uang, juga memerlukan kompensasi yang meningkatkan mata pencaharian masyarakat adat,pendidikan, pekerjaan, dan banyak lagi. Oleh karena itu bijaksana jika pemerintah provinsi Papua, DPRP, dan pemerintah Republik Indonesia c. q Kementerian Perhubungan setuju dan dikompromikansetelah penilaian kerusakan dibawah ketentuan dari undang-undang 2/2012 – membayar ganti rugi,uang kompensasi untuk meningkatkan standar hidup masyarakat adat, pendidikan, pekerjaan, dan menyediakan manajer Bandara CSR (Corporate Social Responsibility) Komunitas hukum di tanah divan Besluit Belanda Nieuw Guenia Gouvernour nomor 63 tahun 1961 22 Februari 1961. Kata kunci: 13 Tanah Bandar Udara, konflik, masyarakat hukum adat, Departemen Perhubungan.
STRATEGI PENGEMBANGAN BUDAYA HUKUM (Strategy of Law Culture Development) Jawardi Jawardi
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (592.337 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.77-93

Abstract

ABSTRACTTo build community law culture is one of national character building efforts.Some countries have succeded change  mindset, character,and law culture of their people become democratic and uphold human rights. It is a values, attitude and behavior of communities in law life. Legal and law culture in Indonesia, cannot be separated by Indonesian transformaton process into industrial-modern society based on Pancasila and the Constitution (UUD 1945).In globalization era, Indonesia have been achieved many progress, but also have many impacts, that is openness of information, world is borderless, so we can repress cultural infiltration from others countries. Sometimes, it is againts to our law culture.Therefore, law culture development must be done through targeted and measurable strategy by policy-making and law civilizing. It can be provided counselling of law, both direct and indirect way and some method. And it more important to do that is to prepare human resources as capable law counsellors with knowlegde in national and international scopes. Finally, some indicators of its success can be taken in society life.The problems of this writing are how the policy of law counsellors is that implemented by The Agency of National Legal Development(BPHN)can satisfy society`s need and what method used to do this law counselling. It aimed to describe about law culture development to people, clearly. Its onclusion, increasing of villages that inaugurated by the Ministry of Law and Human Rights as society of law`s  warness and it is needed to recruit number of law counselors Keywords: society law culture, law counselors ABSTRAKMembangun budaya hukum masyarakat merupakan bagian dari upaya nation character-building. Beberapa negara berhasil mengubah pola pikir, karakter, dan budaya hukum masyarakatnya menjadi demokratis dan menjunjung tinggi HAM. Budaya hukum adalah nilai-nilai, sikap serta perilaku anggota masyarakat dalam kehidupan hukum. Hukum dan budaya hukum Indonesia tidak dapat dilepaskan dari proses transformasi masyarakat Indonesia menuju masyarakat modern-industrial berdasarkan Pancasila dan  Undang-undang Dasar 1945. Pada era globalisasi yang berlangsung saat ini banyak kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia, namun ada juga dampak yang kita rasakan sebagai bangsa. Salah satunya adalah keterbukaan informasi yang tanpa batas sehingga masuknya budaya luar menjadi tidak terelakan, kadang-kadang tidak sesuai dengan budaya hukum yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Oleh karena itu pengembangan budaya hukum harus dilakuan melalui strategi pengembangan yang terarah dan terukur melalui perumusan kebijakan, strategi pembudayaan hukum dan upaya pengembangan budaya hukum. Kebijakan itu antara lain melalui penyuluhan hukum langsung dan penyuluhan hukum tidak langsung serta beberapa metode yang akan dilakukan dalam pengembangan  pembudayaan hukum. Dan tidak kalah pentingnya adalah bagaimana mempersiapkan sumber daya manusia sebagai tenaga fungsional penyuluh hukum yang handal dan berwawasan pengetahuan hukum yang luas baik nasional maupaun internasional. Akhirnya beberapa indicator keberhasilan dari strategi pengembangan budaya hukum dapat kita rasakan dalam kehidupan masyarakat.Adapun permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana kebijakan penyuluhan hukum yang dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dapat menjawab kebutuhan masyarakat yang tidak tahu hukum dari berbagai komunitas budaya yang berbeda-beda dan bagaimana pula metode yang dipakai dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan hukum ini sudah tepat sasaran atau belum. Tulisan ini dibuat dalam rangka mempersiapkan dan memberikan gambaran yang jelas kepada penyuluh hukum tentang strategi pengembangan budaya hukum dalam melaksanakan penyuluhann hukum kepada masyarakat.  Kesimpulan, Meningkatnya kesadaran hukum masyarakat dapat dilihat seberapa banyak desa/kelurahan yang telah diresmikan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat ini perlu penambahan fungsional penyuluh hukum Kata kunci: Budaya Hukum masyarakat, Penyuluhan Hukum langsung danTidak Langsung.
PERANAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI NEGARA DEMOKRASI (Role of The Attorney General of Indonesia in Eradicating Corruption in State Democracy) Suharyo Suharyo
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2647.265 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.15-25

Abstract

PERANAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIADALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI NEGARA DEMOKRASI(Role of The Attorney General of Indonesia in Eradicating Corruption in State Democracy) The Attorney General of Indonesia plays a strategic position in corruption eradication. Since IndonesiaIndependent Day on 17 August 1945 until now, the attorney general keeps eradicate the corruption. As one of the elements of criminal justice system of the democracy state refers to the Act No.16/2004 on the Attorney General of Republic of Indonesia, and also a concern with the Act No.8/1981 on the Criminal Code (KUHAP). Corruption eradication is ruled and stipulated on the Act No.31/1999 on Corruption Eradication Jo the Act No.20/2001, and supported the Act No.8/2010 on the Criminal Act of Money Laundering . Questions of this research were what obstacles of corruption eradication in attorneys and how to make it effective? It was a normative-juridical method. It was  an impression that the Attorney General has no dare to enforce the law for the elite politician, local officials (governors,majors) because of their strong relationship with. This phenomenon triggered scholars to do long march and protest to the Attorney General to be consistent and responsive in corruption eradication. Good governance and bureaucracy reform had no big impact, the meaning of “Tri Atmaka” and “Tri Karma Adhyaksa” had truly not been absorbed and practiced, yet. Keywords: The Attorney General of Indonesia in eradicating corruption ABSTRAK Kejaksaan Republik Indonesia memegang posisi sangat strategis dalam pemberantasan korupsi. SejakProklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang, Kejaksaan Republik Indonesia terus menerus melakukan pemberantasan korupsi. Sebagai salah satu unsur dari  sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) di dalam negara demokrasi Kejaksaan RI mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI, dan juga memperhatikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Khusus untuk pemberantasan korupsi, diatur melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi no Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan ditunjang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kendala yang melekat jajaran Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi, serta Bagaimana mengefektifkan Kejaksaan RI dalam pemberantasan korupsi. Metode yang dipakai adalah yuridis normatif.Terdapat kesan, Kejaksaan RI sangat tumpul pada pelaku dari elit politik, dan pejabat daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) yang mempunyai koneksi politik yang kuat.Sehingga tidaklah mengherankan, apabila di berbagai daerah, muncul aksi-aksi unjuk rasa dari kalangan mahasiswa yang menuntut Kejaksaan RI agar konsisten dan responsif dalam pemberantasan korupsi. Good Governance dan reformasi birokrasi, hanya berpengaruh positif, secara minimal. Makna Tri Atmaka, serta Tri Karma Adhyaksa, kurang diresapi dan kurang  diamalkan secara mendalam. Kata Kunci: Kejaksaan RI dalam pemberantasan korupsi
MENYOAL KETENTUAN USUL PINDAH PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN NIAS BARAT (Questioning of Civil Servants Shift Appeal Provisions in Neighbourhood of Local Government of Nias Barat Regency) Eka N.A.M Sihombing
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (576.81 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.95-104

Abstract

This research tried to elaborate implementation of human rights and principles of suitability types, hierarchy, and material of regional regulation making. The main problem was whether in the making regional regulation of Nias Barat Regency, No. 8 / 2014 on Provisions of shift appeal of Civil Servants in Nias Barat Local Government neighbourhood, have paid attention to human rights and the principles of suitability types, hierarchy, and material of regional regulation making. It aimed to find out the implementation of human rights principles, especially right to develop their potency and its implementation. Hopefully, it also could contribute and have the benefit of knowledge of legislation and understanding for lawmakers related to the implementation of human rights and the principles of suitability types, hierarchy, and material of regional regulation making. It was a normative legal research method with analytical descriptive type. The result of this research showed that the provisions of regional regulation No.8/2014 did not show the interest in human rights principles, especially right to develop their potency and the principles of suitability types, hierarchy, and material of regional regulation making. Keywords: Civil Servants, Local Government ABSTRAKTulisan ini mencoba untuk menguraikan implementasi penerapan hak asasi manusia dan asas kesesuaianjenis, hierarki, dan materi muatan peraturan perundang-undangan dalam pembentukan peraturan daerah.Pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah apakah dalam membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Nias Barat Nomor 8 Tahun 2014 tentang Ketentuan Usul Pindah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Nias Barat telah memperhatikan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dan asas kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan peraturan perundang-undangan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui penerapan prinsip hak asasi manusia khususnya hak untuk mengembangkan diri dan penerapan asas kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan peraturan perundang-undangan dalam pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Nias Barat tentang Ketentuan Usul Pindah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Nias Barat. Tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan perundang-undangan serta dapat memberikan pemahaman bagi organ pembentuk peraturan daerah terkait penerapan prinsip HAM maupun asas kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif dengan sifat deksriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2014 tentang Ketentuan Usul Pindah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintahan Nias Barat tidak memperhatikan prinsip HAM khususnya hak untuk mengembangkan diri dan tidak memperhatikan asas kesesuaian jenis, hierarki dan materi muatan peraturan perundang-undangan. Kata Kunci: Pegawai Negeri Sipil; Pemerintah Daerah

Page 1 of 1 | Total Record : 8