cover
Contact Name
Muhammad Virsyah Jayadilaga
Contact Email
pusbangdatin@gmail.com
Phone
+628122115449
Journal Mail Official
pusbangdatin@gmail.com
Editorial Address
Jalan H.R. Rasuna Said Kavling 4-5, Jakarta Selatan 12940
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Penelitian Hukum De Jure
ISSN : 25798561     EISSN : 14105632     DOI : 10.30641
Core Subject : Education, Social,
The De Jure Legal Research Journal, known as Jurnal Penelitian Hukum De Jure, is a legal publication issued three times a year in March, July, and November. It is published by the Law Policy Strategy Agency of the Ministry of Law of the Republic of Indonesia, in collaboration with the Indonesian Legal Researcher Association (IPHI). This association was legalized under the Decree of the Minister of Law and Human Rights Number AHU-13.AHA.01.07 in 2013, dated January 28, 2013. The journal serves as a platform for communication and a means to publish diverse and relevant legal issues primarily for Indonesian legal researchers and the broader legal community. In 2024, the management of the De Jure Legal Research Journal will include various stakeholders, as outlined in the Decree of the Head of the Law and Human Rights Policy Agency Number PPH-18.LT.04.03 for 2024, dated February 20, 2024, which establishes a publishing team for the journal. According to the Decree of the Director-General of Higher Education, Research, and Technology of the Ministry of Higher Education, Science, and Technology of the Republic of Indonesia, Number PPH-18.LT.04.03 for 2024, which is based on the Accreditation Results of Scientific Journals for Period 2 of 2024, the De Jure Legal Research Journal has achieved a Scientific Journal Accreditation Rank of 2 (Sinta-2). This reaccreditation is valid for Volume 23, Number 1, of the year 2023, through Volume 27, Number 4, of the year 2027.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 16, No 2 (2016): Edisi Juni" : 8 Documents clear
Pembangunan Pertahanan dan Keamanan Demi Penegakan Hukum di Indonesia: Kewibawaan Suatu Negara (Development of defence and security for law enforcement In indonesia: a state authority) Ahmad Jazuli
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 2 (2016): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (699.618 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.187-199

Abstract

Development of defense and security is primarily intended to uphold the country’s sovereignty, maintain the integrity of the Unitary Republic of Indonesia, to maintain the safety of the entire nation of military and non-military threats, improve security and comfort as collateral conducive investment climate, as well as the fixed order and the rule of law in society. The condition of the vast Indonesian territory (land and water), the number of people a lot and the value of national assets should be secured to make challenging tasks and responsibilities of the field of defense and security is extremely heavy in law enforcement. Law enforcement is a state authority that must be created so that the country does not collapse. It is necessary for law enforcement accountable to the public, the nation and the state in order to maintain the security and sovereignty of the country. This reseach to know and analysis development of defense and security, the implication of law enforcement, and solution to resolve it. With normative juridical approach methode that is descriptive analysis through the study doctrinal law against legislation relating to security and sovereignty of the state in Indonesia, it was concluded that the development of defense and security matters turned out well aligned in terms of law enforcement caused by: violations borders and lawlessness in the Indonesian jurisdiction; security and safety of navigation in sea lanes of the Indonesian archipelago; terrorism; serious crime trends are increasing; abuse and drug trafficking; the state of information security is still weak; as well as early detection is inadequate.Keywords: Development of Defense and SecurityABSTRAKPembangunan pertahanan dan keamanan terutama ditujukan untuk menegakkan kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjaga keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer dan nonmiliter, meningkatkan rasa aman dan nyaman sebagai jaminan kondusifnya iklim investasi, serta tetap tertib dan tegaknya hukum di masyarakat. Kondisi wilayah Indonesia yang sangat luas (daratan maupun perairan), jumlah penduduk yang banyak dan nilai kekayaan nasional yang harus dijamin keamanannya menjadikan tantangan tugas dan tanggung jawab bidang pertahanan dan keamanan menjadi sangat berat dalam penegakan hukumnya. Penegakan hukum merupakan kewibawaan suatu negara yang harus diciptakan agar negara tersebut tidak runtuh. Untuk itu diperlukan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, bangsa dan negara dalam rangka menjaga keamanan dan kedaulatan negara. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pembangunan pertahanan dan keamanan negara, implikasinya terhadap penegakan hukum dan bagaimana solusi untuk mengatasi penegakan hukumnya.Dengan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis melalui pengkajian hukum doktrinal terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keamanan dan kedaulatan negara di Indonesia, maka kesimpulannya adalah bahwa pembangunan bidang pertahanan dan keamanan ternyata memiliki keterkaitan yang erat dalam hal penegakan hukum yang disebabkan oleh: terjadinya pelanggaran batas wilayah dan pelanggaran hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia; keamanan dan keselamatan pelayaran di Alur Laut kepulauan Indonesia; terorisme; tren kejahatan serius yang semakin meningkat; penyalahgunaan dan peredaran narkoba; keamanan informasi negara yang masih lemah; serta deteksi dini yang belum memadai.Kata Kunci: Pembangunan Pertahanan dan Keamanan
PENEGAKAN HUKUM KONFLIK AGRARIA YANG TERKAIT DENGAN HAK-HAK MASYARAKAT ADAT PASCA PUTUSAN MK NO.35/PUU-X/2012 (Agrarian Conflict Law Enforcement That Was Related to The Rights of Indigenous Peoples Following the Ruling of the Constitutional CourtNo.35/ PUU- X/2012) Ahyar Ari Gayo
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 2 (2016): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.851 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.157-171

Abstract

Kebijakan terkait dengan masyarakat adat yang paling banyak di sorot selama ini adalah di bidang tanah dan sumberdaya alam. Dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitus atas Perkara nomor 35/PUU-X/2012 Pengujian terhadap UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan yang menyatakan hutan adat bukan hutan negara, belum menjadi kebaikan bagi masyaraka tadat. Adapaun permasalahan yang akan diteliti adalah: Bagaimana Penegakan Hukum Konflik-konflik Agraria yang terkait dengan hak-hak masyarakat adat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012, Apa hambatan-hambatan dan Kebijakan apa yang dilakukan Pemerintah untuk menyelesaikan Konflik Agraria yang terkait dengan hak-hak masyarakat adat. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologi dilengkapi penggalian informasi dengan stakeholder terkait dalam rangka mempertajam kajian dan analisis Penyelesaian yang menyeluruh sebagai implementasi norma konstitusi yang ditegaskan oleh Putusan MK 35/PUU-X/2012 tidak membuat jalan lain tertutup. Antara lain Peraturan Perundang-undangan yang bersebaran dan perlu sinkronisasi, Penerapan penegakan hukum secara sungguh-sunguh dari berbagai stikholder terkait termasuk hasil Inkuiri Nasional Masyarakat Adat yang diselenggarakan oleh Komnas HAM untuk memberi pilihan-pilihan kepada masyarakat. Upaya yang serius dan koordinasi antar kementerian atau lembaga terkait dalam rangk menegakkan konflik-konflik agraria yang terkait dengan hak-hak masyarakat adat tanpa ada ego sektoral. Rekomendasi penelitian ini adalah koordinasi antar institusi atau lembaga terkait seperti Kementerian BPN dan Tata Ruang, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Polri dan tokoh-tokoh masyarakat adat, Komnas HAM, serta Kemendagri agar mendorong Pemda segera mendata, melakukan penelitian dan mengukuhan keberadaan Masyarakat Hukum Adat beserta wilayah adatnya. AbstractPolicies related to indigenous peoples most in highlight during this time is in the field of land and natural resources. With the Konstitus Court decision on Case No. 35 / PUU-X / 2012 Testing of Law No. 41 of 1999 on Forestry which states the indigenous forest instead of the country’s forests, yet be good for Indigenous. The problems to be studied are: How Law Enforcement Agrarian Conflicts related to the rights of indigenous peoples Following the Ruling of the Constitutional Court No.35 / PUU-X / 2012, what barriers and what policies made by the government to resolve the Agrarian Conflict related to the rights of indigenous peoples. Methods This study used juridical sociology include extracting information with relevant stakeholders in order to sharpen the research and thorough analysis of the Settlement as the implementation of the constitutional norm which is confirmed by the Constitutional Court Decision 35 / PUU-X / 2012 did not make another road closed. Among other legislation that needs to be spread and synchronization, Application of law enforcement were full of a variety of related stikholder including the results of the National Inquiry Indigenous Peoples organized by the Commission for giving choices to the public. Serious effort and coordination among relevant ministries or agencies in enforcing circuit has agrarian conflicts related to the rights of indigenous peoples without any sectoral ego. Recommendations of this study is coordination between institutions or agencies such as the Ministry of BPN and Spatial Planning, Ministry of Environment and Forestry, the National Police and leaders of indigenous peoples, the Commission, as well as the Ministry of Home Affairs in order to encourage the provincial government immediately assess, conduct research and confirm existence of Indigenous People and their customary territory.
Keberadaan Hakim Komisaris dan Transparansi dalam Proses Penyidikan (the existence of judge commissioner And the transparency of the process of investigation) Muhaimin Muhaimin
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 2 (2016): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (716.484 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.215-230

Abstract

Criminal Procedure Code in the document asserted that the defendant-formation-convict defendant as a “Seeker of Justice”, then the suspect-defendant-convict get the attention and protection of the law by setting the portion of his or her rights are quite large. Criminal Procedure Code can be considered as an oriented arrangement of substance abusers. Over ± 30 years KUHAP rights owned by the perpetrator, especially during the last 10 years, little by little reduced by the law governing criminal procedure in the legislation spread outside the Penal Code. The arrangement does not mean deprivation of the rights of the suspect-defendant-convict who had been there before, but the reduction of quality in the implementation or fulfillment of their legal rights in such a way that essentially contrary to the philosophy underlying the establishment of legal norms in the Code of Criminal Procedure or the laws in the context of political conflict granting legal protection to suspects, accused-convict. Therefore, there should be firmness in the draft Law on Criminal Procedure that the formation of the new Code of Criminal Procedure did not reduce or remove the least the rights of suspects, defendants, and convicts who have been published in the Code of Criminal Procedure, on the contrary the Draft Law on the Law of Criminal Procedure in fact strengthen it with more concrete legal instruments and easy to apply.Keywords: Judge Commisioner, Supervision, InspectionABSTRAKDokumen KUHAP menegaskan bahwa terdakwa-narapidana sebagai “Pencari Keadilan”, maka tersangka-terdakwa-narapidana mendapatkan porsi perhatian dan perlindungan hukum dengan menetapkan bagian hak yang cukup besar. KUHAP dapat dianggap sebagai suatu pengaturan untuk pelaku substansi. Selama ± 30 tahun hak KUHAP yang dimiliki oleh pelaku, terutama selama 10 tahun terakhir, sedikit demi sedikit dikurangi dengan hukum yang mengatur acara pidana dalam perundang-undangan yang tersebar di luar KUHP. Pengaturan ini tidaklah berarti perampasan hak-hak tersangka-terdakwa-narapidana yang sudah ada sebelumnya, tapi pengurangan kualitas dalam penerapan atau pemenuhan hak-hak hukum mereka sedemikian rupa yang pada dasarnya bertentangan dengan filosofi yang mendasari pembentukan norma hukum dalam KUHAP atau hukum dalam konteks konflik politik pemberian perlindungan hukum untuk tersangka-terdakwa-narapidana. Oleh karena itu, harus ada ketegasan dalam draft UU Acara Pidana bahwa pembentukan Kode baru Acara Pidana tidak mengurangi atau menghapus setidaknya hak-hak tersangka, terdakwa, dan narapidana yang telah diterbitkan dalam KUHAP, Sebaliknya, RUU tentang Hukum Acara Pidana, pada kenyataannya, memperkuatnya dengan instrumen hukum yang lebih konkret dan mudah diterapkan.Kata Kunci: Hakim Komisaris; Pengawasan; Pemeriksaan
Grand Design Reformasi Penelitian Hukum Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Negara Republik Indonesia Marulak Pardede
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 2 (2016): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (937.04 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.125-145

Abstract

Dillihat dari sisi penelitian hukum, pembangunan hukum nasional merupakan wujud sistem hukum nasional, harus didukung oleh perencanaan pembentukan materi hukum, penelitian hukum, pengkajian hukum, penyusunan naskah akademis, maupun analisis dan evaluasi hukum, serta tersedianya bahan dokumentasi dan informasi hukum, maupun peningkatan kesadaran hukum. Pembangunan di bidang hukum harus pula memperkuat ketahanan nasional. Usaha pengembangan Hukum bertumpu pada pemahaman hukum yang bersifat normatif sosiologis yang melihat hukum tidak hanya sebagai kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat tetapi juga meliputi lembaga-lembaga dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan berlakunya hukum itu. Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis; dan tipe penelitian ini adalah deskriptif; serta Alat Penelitian yang dipergunakan adalah Studi kepustakaan/Library Studies, dan Studi Dokumen dari bahan primer dan sekunder, dan metode analisis data kualitatif, dapat dikemukakan bahwa: langkah strategis perlu ditempuh untuk meningkatkan akselerasi reformasi hukum, yang mencakup aspek, yaitu: aspek legislasi, aspek sumberdaya manusia, aspek kelembagaan dan infrastruktur, dan aspek budaya hukum.Ke empat aspek tersebut juga merupakan hal penting dalam memecahkan persoalan mendasar dalam bidang hukum yang mencakup perencanaan hukum, penelitian hukum, proses pembuatan hukum, penegakan hukum dan pembinaan kesadaran hukum. Untuk lebih memantapkan tugas dan fungsi peneliti hukum perlu dikembangkan forum komunikasi antar lembaga penegak hukum, pelayanan hukum, dan peneliti hukum dalam suasana kebersamaan dengan prinsip saling mempercayai dan menghormati kedudukan masing-masing; dikembangkan pendidikan dan latihan bersama untuk semua lembaga penegak hukum agar ada kesamaan persepsi di bidang peradilan dan penegakan hukum. Perlu ditingkatkan kemampuan SDM peneliti hukum untuk dapat berhubungan dengan berpartisipasi dalam dan memanfaatkan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum.
Progresivitas Putusan Pemidanaan Terhadap Korporasi Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Progressivity of Criminal Decision on Corporate Actors Corruption) Budi Suhariyanto
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 2 (2016): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (696.807 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.201-213

Abstract

Normatively corporation has long been established as a legal subject perpetrators of corruption that can be prosecuted and decided. However, only one case of corruption that makes the corporation as a defendant and the punishment meted out to them is through the decisionNo.04/PID.SUS/ 2011 /PT.BJM. There is a rule of law in the consideration of this decision which confirms the correlation between punishment rudimentary calculation simposed on managers who incidentally had been convicted and sentenced by a court sentencing inkracht with the calculation of fines to beborne by the corporation. Rule of law is a progressive discovery of the law because it contains novelty and can be used as a reference in corporate penalize the perpetrators of corruption by the other judge at a later date.Keywords: Progressivity, Punishment Decision, Corporations, CorruptionABSTRAKSecara normatif korporasi telah lama ditetapkan sebagai subjek hukum pelaku tindak pidana korupsi sehingga bisa dituntut dan diputuskan pemidanaannya. Namun baru satu perkara korupsi yang menjadikan korporasi sebagai terdakwa dan dijatuhkan pemidanaan terhadapnya yaitu melalui putusan No.04/PID.SUS/2011/PT.BJM. Terdapat kaidah hukum dalam pertimbangan putusan ini yaitu menegaskan korelasi antara perhitungan pemidanaan yang belum sempurna dijatuhkan kepada pengurusnya yang notabene telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pemidanaan oleh pengadilan yang inkracht dengan penghitungan denda yang harus ditanggung oleh korporasinya. Kaidah hukum ini merupakan penemuan hukum progresif karena mengandung kebaruan dan dapat digunakan sebagai acuan dalam mempidana korporasi pelaku tindak pidana korupsi oleh para Hakim lainnya di kemudian hari.Kata Kunci: Progresivitas, Putusan Pemidanaan, Korporasi, Korupsi
Interaksi Antar Hukum Dan Pengaruhnya Terhadap Penerapan Undang-Undang Perkawinan Ahmad Ubbe
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 2 (2016): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (821.953 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.147-156

Abstract

Penelitian ini bersifat yuridis-dokmatis. Konsep hukum yang dipakai, ialah hukum negara, lokal dan agama; serta postulat yang melekat pada masing-masing keluarga hukum tersebut. Penelitian ini menjawab, permasalahan pertama bagaimana interaksi antarhukum negara, adat dan agama ditanggapi, mana kala terjadi pluralitas hukum dalam pelaksanaan perkawinan didalam masyarakat? Terkait dengan permasalahan tersebut, ditetapkan tujuan dan ruang lingkup penelitian, pertama meneliti prospek pluralisme hukum, menuju dibentuknya sistem hukum nasional di bidang perkawinan. Kedua meneliti interaksi dokma antar hukum, khususnya adat, agama dan negara, sebagai dukungan mewujudkan perkawinan dalam teks dan konteks negara bangsa Indonesia. Data penelitian ialah bahan hukum primer, sekuder dan tersier yang dikumpulkan dengan cara penelusuran pustaka. Data diolah dan dianalisa secara kualitatif-sistimatis, untuk mengungkap interaksi antarhukum, dan antarpostulat hukum, serta pelaksanaan dan penerapannya terhadap perkawinan. Kesimpulan penelitiaan, bahwa telah terjadi integrasi hukum lokal, agama dan negara melalui UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Namun dalam penerapannyatidak terjadi interaksi koorporatif antar postulat hukum yang terkait dan sebab itu terjadi konflik dan atau avoidance antara pendaftaran perkawinan, poligami dan perceraian, yang digambarkan dalam kasus tentang perkawinan, poligami dan perceraian, yang resmi dan tidak resmi. Sementara itu perkawinan dua orang beda agama, dilaksanakan dengan cara pindah agama, tetapi pada umumnya tidak diikuti oleh pindah adat. Hal ini menjadi faktor tidak tercapainyatujuan perkawinan. Diungkap pula bahwa pindah agama untuk melangsungkan perkawinan mudah terjadi. Namun sebaliknya pinda adat dan agama dalam penyelenggaraan dan upacara kematian, selalu mendapat perlawanan dari pihak-pihak keluarga yang semula sudah berbeda agama. Disarankan agar pluralisme hukum dan interaksi antarhukum dan antarpostulat di dalamnya, diselesaikan dengan melakukan pembaruan hukum perkawinan. Pembaruan hukum perkawinan sangat urgen, agar hukum perkawinaan mendapatkan tempatnya dalam ruang ke-Indonesia-an kita, sebagai negara kebangsaan dengan hukum yang beraneka ragam.
Urgensi Keterbukaan Informasi dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik (Urgency of Disclosure of Informationin The Implementation of Public Service) Eko Noer Kristiyanto
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 2 (2016): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (705.147 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.231-244

Abstract

Since 2008, Indonesia has started a new momentum in the era of openness, related to the passing of Law No. 14 of 2008 on Public Information (KIP). Disclosure of public information is very important because people can control every step and measures taken by the government, especially the Public Agency. Operation of power in a democratic country should at all times be accountable back to the community. Accountability brings to the good governance that leads to the guarantee of human rights (HAM). Public disclosure is an important part of public service is also a right that is very important and strategic for citizens to get access to other rights, because of how it might be to get the rights and other services properly obtained information regarding such rights it is not obtained appropriately and correctly. The poor performance of public services for, among others, have not been implemented because of transparency and participation in public service delivery. This paper attempts to explain the correlation and importance of the right to information of the public service.Keywords: Public Service, Transparency, Participation, Accountabilitys ABSTRAKSejak Tahun 2008, Indonesia telah memulai sebuah momentum baru dalam era keterbukaan, terkait dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Keterbukaan informasi publik sangat penting oleh karena masyarakat dapat mengontrol setiap langkah dan kebijakan yang diambil oleh Badan Publik terutama pemerintah. Penyelenggaraan kekuasaan dalam negara demokrasi harus setiap saat dapat dipertanggungjawabkan kembali kepada masyarakat. Akuntabilitas membawa ke tata pemerintahan yang baik yang bermuara pada jaminan hak asasi manusia (HAM). Keterbukaan informasi publik merupakan bagian penting dari penyelenggaraan pelayanan publik juga merupakan hak yang sangat penting dan strategis bagi warga negara untuk menuju akses terhadap hak-hak lainnya, karena bagaimana mungkin akan mendapatkan hak dan pelayanan lainnya dengan baik jika informasi yang diperoleh mengenai hak-hak tersebut tidaklah didapatkan secara tepat dan benar.Buruknya kinerja pelayanan publik selama ini antara lain dikarenakan belum dilaksanakannya transparansi dan partisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Tulisan ini mencoba menjelaskan korelasi dan pentingnya hak atas informasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik.Kata Kunci: Pelayanan Publik, Transparansi, Partisipasi, Akuntabilitas
Hubungan Umara dan Ulama dalam Membentuk Kehidupan Sosio-Relijius di Aceh Darussalam Masa Sultan Iskandar Muda (The Relation of Umara and Ulama in Shaping Socio-Religious life in Aceh Darussalam under Sultan Iskandar Muda’s Period) Gazali Gazali
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 16, No 2 (2016): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (701.976 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2016.V16.173-185

Abstract

ABSTRACTUmara (the ruler) and ulama (islamic scolar) are two elite groups which are showing an elemental instrument for developing Aceh Darussalam. In the age of Iskandar Muda, there is a truly work-grouping which are filling with many work of them. In the capital kingdom, Hamzah Fansuri and Syamsuddin as-Sumatra’i had played a multidimensional role for strengthern and eriching Aceh as a central Islamic knowledge and Malay literature in South East Asia. They had known as Islamic scholar, diplomat and bishop. Their existence in the sultan palace helped other Sultan’s cabinet for finishing many social problem, include acts arragement, legalizing an prudence and many more. In the other hand, the relation of ulama-umara also seen in village or out-palace life. There are a social system which is based on their activities. In people of Aceh’s ayes, their position regarded as a leader of social and spiritual life. Meunasah, a place that is used for, daily islamic rituals studying many various of islamic knowledge, discussion about social needing, is crowded by their activities. Teungku meunasah, ulama that is leading in meunasah, is the most outstanding men in their society. With keuchik, imeum mukim or uleebalang, they applicate the idea of developing humanity. There is a passion which is created from their bounderies. This article talks about how the relation of umara and ulama is working. This explanation presented their mutual undersatnsing to solve various problem of social-religious life. From that point, we can get some pictures which is describes how the condition of dynamic of social structure of Aceh.Keywords: Relation, Mutual-Working And Social-Religious LifeABSTRAKUmara (pemimpin) dan ulama (sarjana Islam) adalah dua grup elit yang menampilkan instrumen dasar dari perkembangan Aceh Darussalam. Di masa Sultan Iskandar Muda, banyak ditemukan produk-produk kerja sosial dari kerjasama mereka. Di ibukota kerajaan, Hamzah Fansuri dan Symasuddin as-Sumatra’i memainkan peran multiaspek guna mengembangkan Aceh sebagai pusat keilmuan dan sastra Melayu di Asia tenggara. Mereka dikenal sebagai sarjana Islam, diplomat, dan Syeikhul Islam. keberadaan mereka di istana Aceh ikut membantu Sultan dalam memecahkan pelbagai masalah sosial, termasuk menyusun undang-undang, menerbitkan kebijakan dan lain sebagainya. Di sisi lain, hubungan umara dan ulama juga terlihat di pedesaan Aceh. Di sana terdapat sistem sosial yang terbentuk karena keduanya. Di mata orang Aceh, kedudukan mereka diakui sebagai pemimpin dalam kehidupan sosial dan spiritual. Meunasah, suatu tempat yang biasa digunakan sebagai beribadah sehari-hari, belajar ilmu-ilmu agama dan bermusyawarah, diramaikan oleh aktivitas mereka. Teuku meunasah, ulama yang betanggung jawab di meunasah, adalah orang yang dimulyakan di lingkungannya. Bersama dengan keuchik, imeum mukim dan uleebalang mereka mengaplikasikan gagasan untuk mengembangkan kemanusiaan. Hubungan mereka dilingkupi oleh suatu kepaduan dalam bertindak. Artikel ini menerangkan tentang bagaimana relasi umara-ulama berjalan. Pemaparan ini menghadirkan suatu kesepemahaman bersama untuk menyelesaikan masalah sosio-relijius masyarakat. Pada titik ini, kita bisa memperoleh gambaran yang menjelaskan bagaimana kondisi pasang surut struktur sosial di Aceh.Kata kunci: Relasi, Kerja Sama, Kehidupan Sosio-Relijius.

Page 1 of 1 | Total Record : 8