cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
LAW REFORM
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 18584810     EISSN : 25808508     DOI : -
Core Subject : Social,
s a peer-reviewed journal published since 2005. This journal is published by the Master of Law, Faculty of Law, Universitas Diponegoro, Semarang. LAW REFORM is published twice a year, in March and September. LAW REFORM publishes articles from research articles from scholars and experts around the world related to issues of national law reform with pure law or general law studies.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 1 (2010)" : 6 Documents clear
PERLINDUNGAN KARYA CIPTA BANGUNAN KUNO/BERSEJARAH DI KOTA SEMARANG SEBAGAI WARISAN BUDAYA BANGSA Ana Prasetyowati
LAW REFORM Vol 6, No 1 (2010)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/lr.v6i1.12507

Abstract

Beragam ciptaan bangunan dengan arsitektur kuno bernafaskan Belanda banyak dijumpai di Kota Semarang namun belakangan ini bangunan kuno/bersejarah yang berupa gedung maupun rumah tinggal tersebut perlahan tapi pasti mulai dibongkar sesuai dengan selera pemiliknya untuk dialihfungsikan dengan pembangunan fasilitas baru atau berbagai alasan tertentu sehingga dapat menghilangkan aspek orisinalitas suatu obyek ciptaan. Bangunan kuno bersejarah merupakan karya cipta bangunan di bidang arsitektur sebagai warisan budaya bangsa yang memiliki nilai seni dan historikal yang sangat tinggi sehingga perlu dilindungi kelestariannya.  Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dan spesifikasi penelitian secara deskriptif analitis, maka penulis berusaha menjelaskan mengenai kondisi pengaturan terhadap perlindungan bangunan kuno bersejarah di Kota Semarang, apakah pengalihfungsian bangunan kuno bersejarah merupakan suatu tindakan pelanggaran sebagaimana ditentukan dalam UUHC 2002 dan bagaimanakah peran Pemerintah Kota Semarang dalam memberikan perlindungan terhadap kelestarian bangunan kuno bersejarah sebagai warisan budaya. Hasil penelitian terakhir yang diperoleh bahwa pada Tahun 2006 Kota Semarang memiliki sebanyak 290 buah bangunan kuno/bersejarah. Adapun perlindungan terhadap bangunan kuno/bersejarah tersebut telah lebih dahulu diatur oleh Surat Keputusan Walikota Semarang No.646/50/Tahun 1992, sebelum UU Benda Cagar Budaya diterbitkan. Selama ini masyarakat mengetahui bahwa ciptaan bangunan kuno/bersejarah hanya dilindungi oleh UU Benda Cagar Budaya padahal karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya dalam bidang seni arsitektur pada bangunan kuno/bersejarah juga dilindungi oleh UUHC 2002.   Kesimpulan yang diperoleh bahwa minimnya pengetahuan akan prinsip-prinsip dan bentuk perlindungan bangunan kuno/ bersejarah menyebabkan kondisi pengaturan hukum terhadap pelaksanaan perlindungan dan pelestarian bangunan kuno tidak berjalan efektif. Pada dasarnya suatu konsep alih fungsi terhadap karya ciptaan bangunan kuno bersejarah tidak melanggar UUHC 2002 maupun UU Benda Cagar Budaya sepanjang dilakukan menurut kaidah-kaidah konservasi atau pelestarian. Adapun usaha pemerintah yang telah dilakukan belum berjalan maksimal dikarenakan faktor sumber daya manusia yang kurang memahami prinsip perlindungan bangunan kuno/bersejarah serta kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terhadap penanganan bangunan kuno. Rekomendasi yang diberikan adalah penanganan permasalahan bangunan kuno per kasuistis, penyediaan dana pemeliharaan bangunan kuno atau pemberian kompensasi berupa keringanan pajak bagi pemilik bangunan, pembentukan lembaga pengawas atau pemerhati bangunan kuno maupun lembaga inventarisir bangunan kuno, sosialisasi perangkat peraturan, dan melengkapi UUHC 2002 dengan PP mengenai pertimbangan pelaksanaan teknis sebagai aplikasi 15 huruf f maupun Pasal 10 ayat (1) beserta ketentuan pidananya. Kata Kunci : bangunan kuno, warisan budaya, perlindungan hak cipta
KEBERADAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI PAJAK PUSAT DALAM ERA OTONOMI DAERAH Hernanda Bagus Priandana
LAW REFORM Vol 6, No 1 (2010)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1137.9 KB) | DOI: 10.14710/lr.v6i1.12504

Abstract

Latar belakang tesis ini adalah kebijakan Pajak Bumi dan Bangunan belum sesuai dengan asas-asas sistem pengelolaan Keuangan Daerah seperti asas transparansi dan asas efisiensi. Penelitian ini meneliti tentang kemungkinan daerah meningkatkan penerimaan daerahnya dari PBB sebagai Pajak Daerah tetapi lebih menekankan kepada pelaksanaan dan kendala dalam penerapan Law Enforcement Pajak Bumi dan Bangunan. Tujuan penyusunan tesis ini adalah untuk mengetahui kemungkinan pemerintah pusat dapat menyerahkan PBB kepada Pemerintah Daerah sebagai pajak daerah sebagai upaya untuk menaikkan penerimaan daerah dengan berlakunya UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, dan untuk mengetahui administrasi pengelolaan PBB di mana Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pemungutannya ikut berperan aktif, sehingga apabila mampu memungkinkan Pemerintah Daerah dapat mengambil alih pengelolaan PBB seperti yang telah berjalan selama ini.  Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis empiris karena penelitian ini menitikberatkan pada penelitian lapangan secara menyeluruh, sistematis dan akurat, serta ditunjang dengan penelitian kepustakaan. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif analistis.  Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penarikan PBB sebagai pajak daerah oleh Pemerintah Daerah dengan berlakunya UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, sebagai upaya untuk mewujudkan desentralisasi fiskal sebenarnya dapat dilaksanakan tetapi dengan aturan yang jelas dan pelaksanaan yang tepat sehingga tidak merugikan masyarakat sebagai pelaku pembayar pajak Dan seharusnya dengan desentralisasi fiskal akan lebih banyak memberikan manfaat dengan lebih memperhatikan faktor keadilan yang sama bagi semua subjek pajak, dan subsidi selama ini masih tetap menjadi sumber utama keuangan daerah. Serta siapapun pengelola administrasi dari PBB baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah seharusnya didukung oleh faktor SDM, teknologi dan biaya. Kata kunci : pajak bumi dan bangunan, pajak pusat, otonomi daerah
KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM RANGKA PENANGULANGAN TINDAK PIDANA MALPRAKTIK KEDOKTERAN Priharto Adi
LAW REFORM Vol 6, No 1 (2010)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.702 KB) | DOI: 10.14710/lr.v6i1.12481

Abstract

Profesi kedokteran merupakan satu profesi yang penuh dengan resiko, kadang-kadang dalam mengobati atau pasien dapat menimbulkan cedera atau cacat bahkan samp[ai dengan kematian sebagai akibat dari tindakan dokter. Tindakan dokter yang demikian, sering diindikasikan sebagai malpraktik medik oleh korban dalam hal ini pasien, banyak tuntutan khususnya secara pidana yang ditukan kepada dokter atau tenaga kesehatan akibat tindakan medik tenaga kesehatan ini.Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai kebijakan formulasi hukum pidana dalam rangka penanggulangan tindak pidana malpraktik kedokteran khususnya di dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pasien korban malpraktik kedokteran.Tesis ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan :Bagaimana kebijakan formulasi hukum pidana saat ini yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana mapraktik kedokteran?Bagaiaman kebijakan formulasi hukum pidana yang akan datang di dalam upaya menanggulangi tindak pidana malpraktik kedokteran?Dalam penyusunan tesis ini mengunakan metode pendekatan yuridis norm,atif, yaitu penulis meneliti bahan pustaka yang merupakan data skunder yang l;ebih dikenal dengan istinah penelitian hukum kepustakaan, dan mengunakan juga metode yuridis komparatif yaitu dilakukan perbandingan terhadap peraturan-peraturan perundangan dari beberapa negara asing yang berhubungan dengan kesehatan.Kata Kunci : Pasien, Dokter, Kelalaian, Malpraktik,
KONTRIBUSI PASAR MODAL SYARIAH TERHADAP PEMBANGUNAN HUKUM PASAR MODAL NASIONAL Muahammad Alamul Yaqin
LAW REFORM Vol 6, No 1 (2010)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (457.88 KB) | DOI: 10.14710/lr.v6i1.12506

Abstract

Bangkitnya ekonomi Islam di Indonesia dewasa ini menjadi fenomena yang menarik dan menggembirakan terutama bagi penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Praktek kegiatan ekonomi konvensional, khususnya dalam kegiatan pasar modal yang mengandung unsur spekulasi sebagai salah satu komponennya nampaknya masih menjadi hambatan psikologis bagi umat Islam untuk turut aktif dalam kegiatan investasi terutama di bidang pasar modal. Instrumen-instrumen investasi syariah tersebut kemudian mengalami  perkembangan sejalan dengan maraknya pertumbuhan bank-bank nasional yang membuka “window” syariah. Namun demikian, sampai saat ini regulasi yang khusus mengatur pasar modal syari'ah belum ada. Sehingga dalam pembangunan hukum pasar modal ke depan perlu mengedepankan nilai-nilai budaya bangsa yang merupakan konstruksi yang hidup dan dijalankan secara terus menerus dalam interaksi pelaku individu mayoritas bangsa Indonesia yang dijiwai syariat Islam. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu: bagaimanakah kedudukan pasar modal syari'ah dengan hukum pasar modal nasional dan bagaimana implikasi pasar modal syari'ah dan kontribusinya dalam pembangunan hukum pasar modal nasional. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu: memahami kedudukan pasar modal syari'ah dengan hukum pasar modal nasional serta memahami implikasi pasar modal syari'ah dan kontribusinya dalam pembangunan hukum pasar modal nasional.  Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan meneliti bahan pustaka mencakup penelitian terhadap asas hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. Adapun spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sedangkan analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan pasar modal syari'ah dengan hukum pasar modal nasional mempunyai keterkaitan yang erat dalam hal pembangunan ekonomi nasional. Dilihat dari keberadaan peraturan perundang-undangan, saat ini memang belum ada undang-undang khusus pasar modal syariah.. Meskipun demikian, praktek investasi secara syariah sudah berjalan sejak pertengahan 1997 melalui instrumen pasar modal berbasis syariah yaitu reksa dana syariah dan obligasi syariah. Sedangkan implikasi pasar modal syari'ah dan kontribusinya dalam pembangunan hukum pasar modal nasional telah terjadi dalam keseharian pelaksanaan transaksi ekonomi antar pelaku usaha baik yang berposisi sebagai investor maupun pengembang usaha. Terlihat bahwa prinsip-prinsip pasar modal Syariah sudah meliputi semua prinsip dari pasar modal yang ideal. Namun ada beberapa hal yang menjadi penekanan pada kehalalan produk/jasa dari kegiatan usaha, kegiatan usaha yang spesifik dengan manfaat yang jelas, mekanisme bagi hasil yang adil baik dalam untung maupun rugi menurut penyertaan masing-masing pihak dan mekanisme pasar yang wajar dan prinsip kehati-hatian baik pada emiten maupun investor.  Kata Kunci: Pasar Modal Syari'ah, Pembangunan Hukum, Pasar Modal Nasional
REKONSTRUKSI PENGATURAN HUKUM REKLAMASI PANTAI DI KOTA SEMARANG Ali Maskur
LAW REFORM Vol 6, No 1 (2010)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (724.695 KB) | DOI: 10.14710/lr.v6i1.12505

Abstract

Pemekaran kota menjadi alasan utama reklamasi sehingga alternatif reklamasi pantai dilakukan karena berbagai alasan 1. Peningkatan jumlah penduduk akibat pertambahan penduduk alami maupun migrasi. 2. Kesejahteraan penduduk yang miskin mendorong mereka yang semula tinggal ditengah kota memilih ke daerah pinggiran atau tempat baru untuk memulai usaha demi meningkatkan kesejahteraanya. 3. Penyebaran keramaian kota, semula semua kegiatan terpusat di kota sehingga dibutuhkan ruang baru untuk menampung semua kegiatan yang tidak bisa difasilitasi dalam kota. Sejak diundangkannya Undangundang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan kewenangan daerah dalam mengelola wilayah lautnya. Hal ini disebutkan dalam  pasal 18. Otonomi daerah sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan undangundang di atas merupakan landasan yang kuat bagi Pemerintah Daerah untuk mengimplementasikan pembangunan wilayah laut mulai dari aspek perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian.  Otonomi daerah memberikan dampak positif terhadap pengelolaan wilayah pantai, maka perlu adanya komitmen pemerintah daerah bersama masyarakat untuk mengelola kelautan yang berada dalam wilayah kewenangannya secara berkelanjutan 1. Bagaimana Pengaturan Hukum yang ada dalam Bidang Reklamasi Pantai di Kota Semarang? 2. Bagaimana Prospek Pengaturan Hukum Reklamasi Sebagai Suatu Rekonstruksi Pengaturan Hukum Reklamasi Pantai Kota Semarang di masa datang?Berdasarkan latar belakang penelitian dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui aturan hukum yang ada di Kota Semarang yang dalam pelaksanaan reklamasi pantai selama ini. 2. Untuk mengkaji pengaturan Hukum di Kota Semarang tentang HukumReklamasi pantai yang telah direkonstruksi kembali dikaitkan Undang-undang yang berlaku dan memperhatikan semua kepentingan stakeholder
AKIBAT HUKUM KEBIJAKAN DEREGULASI PENINGKATAN HAK ATAS TANAH PERUMAHAN TERHADAP PERJANJIAN KPR YANG MEMUAT KLAUSULA PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN Tamsil Rahman
LAW REFORM Vol 6, No 1 (2010)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (955.759 KB) | DOI: 10.14710/lr.v6i1.12503

Abstract

Menjelang pergantian Pemerintahan Orde Baru oleh Pemerintahan “Reformasi” pada penghujung Tahun 1997-1998, terjadi perkembangan menarik menyangkut Deregulasi Kebijakan Pertanahan Nasional, ketika pemerintah secara berturut-turut mengeluarkan 5 (lima)  Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN tentang Deregulasi Perubahan Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi Hak Milik (HM) Atas Tanah Perumahan. Kebijakan deregulatif ini semula ditujukan untuk masyarakat Golongan Ekonomi Lemah (GEL) dengan Kategori Rumah Sangat Sederhana dan Rumah Sederhana (RSS/RS). Namun kemudian, Kebijakan itu diperluas berlakunya  kepada pemegang Hak atas tanah yang habis masa berlakunya, Untuk rumah tinggal yang dibeli PNS dari Pemerintah, serta yang luas tanahnya tidak lebih dari 600 m2. Kebijakan deregulatif peningkatan Hak atas perumahan untuk Golongan Ekonomi Lemah (GEL) itu tidak serta merta dimanfaatkan dengan baik, karena banyak faktor yang mempengaruhi (faktor pendorong dan penghambat).  Disisi lain, Realisasi proses perubahan HGB menjadi HM oleh pihak kreditur/Bank disinyalir  tidak dilaksanakan secara benar dan konsisten, sehingga dapat menimbulkan akibat hukum terhadap para pihak –terutama bagi Kreditur/Bank. Penelitian ini dimaksudkan untuk (1) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi (pendorong dan penghambat) pemegang hak untuk merealisasikan pengajuan Perubahan/peningkatan HGB menjadi HM atas tanah yang dibebani atau memuat klausul Pembebanan Hak Tanggungan, (2) untuk mengetahui Realisasi pengikatan Perjanjian KPR yang memuat klausul pembebanan  Hak Tanggungan. Data temuan di lapangan menunjukkan  sebagai berikut : (1.1.) faktor pendorong (a) Perubahan HGB menjadi HM akan memberikan kepastian hak tanpa batas waktu berlaku;(b) status HM memberikan ketentraman psikologis dalam rumah tangga;(c) Peningkatan HGB menjadi HM dapat meningkatkan Harga jual atau nilai ekonomis tanah;(d) Peningkatan HGB menjadi HM diharapkan dapat menambah jumlah pinjaman; dan (e) Prosedur perubahan HGB menjadi HM lebih sederhana (deregulatif); Sedangkan (1.2.) faktor penghambat (a) pemegang hak merasa kesulitan mendapat persetujuan pihak kreditur/Bank;(b) menurut mereka, biaya jasa notaris mahal;(c) biaya formulir permohonan perubahan hak di BPN tidak sesuai tarif resmi;(d) Perubahan HGB menjadi HM tidak mendesak (urgen);(e) biaya yang akan mereka keluarkan lebih besar daripada manfaat yang akan diperoleh; dan (f) Developer tidak memberikan opsi peningkatan hak kepada Konsumen menjelang transaksi jualbeli. Realisasi perubahan/peningkatan HGB menjadi HM tidak langsung diikuti dengan perubahan dokumen yuridis, seperti perubahan akad kredit, APHT, SKMHT dan sertifikat HT, padahal obyek haknya sudah berubah; Akibat Hukum yang dapat timbul adalah diantara para pihak, tidak lagi terikat pada klausul agunan kredit atau klausul pembebanan hak tanggungan dalam Perjanjian KPR. Implikasi yuridis lain, kedudukan Kreditur/Bank tidak lagi sebagai kreditur preference(diutamakan). Kata Kunci : Kebijakan Deregulasi, Peningkatan Hak Atas Tanah, Perjanjian KPR, Klausula Pembebanan Hak Tanggungan, HGB, Hak Milik

Page 1 of 1 | Total Record : 6