cover
Contact Name
pramesti
Contact Email
fadesti@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
fadesti@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Gelar : Jurnal Seni Budaya
ISSN : 14109700     EISSN : 26559153     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Gelar focuses on theoretical and empirical research in the Arts and Culture.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 17, No 1 (2019)" : 7 Documents clear
Kajian Tekstur Dramatik Lakon Mintaraga Sajian Wayang Wong Sriwedari Wisnu Samodro
Gelar : Jurnal Seni Budaya Vol 17, No 1 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2759.129 KB) | DOI: 10.33153/glr.v17i1.2601

Abstract

ABSTRAK Penelitian berjudul “ Kajian Tekstur Dramatik Lakon Mintaraga Sajian Wayang Wong Sriwedari” merupakan penelitian kualitatif dengan cara melihat pertunjukan dan menganalisis menggunakan teori Tekstual. Teori ini dikemukakan oleh Satoto yang mengungkapkan bahwa tekstur dramatik adalah sesuatu yang terindera. Hasil penelitan ini mengungkap berbagai elemen pertunjukan meliputi dialog, iringan musik dan spektakel. Dialog dapat didengar pilah atau tidaknya yang disesuaikan dengan karakter tokoh yang dimainkan, iringan musik dapat didengar dan dikaji mengenai keselarasan dengan adegan yang dimainkan sedangkan spektakel dapat dilihat dengan indera penglihatan mengenai bentuk setting, properti dan tata cahaya yang digunakan dalam pertunjukan Wayang Wong Sriwedari Lakon Mintaraga. Kata kunci: Tekstur dramatik, Dialog, Spektakel.  ABSTRAKThe research entitled “Kajian Tekstur Dramatik Lakon Mintaraga Sajian Wayang Wong Sriwedari” is a qualitative research by looking at performances and analyzing using Textual theory. This theory was put forward by Satoto. It says that dramatic texture is something that is sensed. The results of this research reveal the various elements of the show including dialogue, musical accompaniment and spectacles. Dialogue can be heard according to the characters being played, musical accompaniment can be heard and studied in harmony with the scene played, while the spectacle can be seen regarding to the form of setting, properties and lighting used in the Wayong Wong Sriwedari performance lakon Mintaraga . Keywords: Dramatic Texture, Dialogue, Spectacles.
Penciptaan Karya Komposisi Musik Sebagai Sebuah Penyampaian Makna Pengalaman Empiris Menjadi Sebuah Mahakarya Nicolas Agung Pramudya
Gelar : Jurnal Seni Budaya Vol 17, No 1 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1475.142 KB) | DOI: 10.33153/glr.v17i1.2597

Abstract

ABSTRAK Komposisi Musik “Katur Ibu” adalah komposisi musik yang ide penggarapannya berangkat dari sebuah cinta, pengorbanan dan kasih sayang  yang  dikemas dengan format  tradisi dan modern menghadirkan warna baru dalam komposisi penciptaan, yang membentuk sebuah karya musik yang utuh. Jenis karya seni  tidak menata pada  kejadian  menurut  alur  yang  sebenarnya akan tetapi lebih kepada suasana yang mendukung. Komposisi  musik “Katur Ibu” terdiri dari 5 bentuk utama dengan menggunakan tempo Allegro, moderato, adagio, andante, dan vivance, yang dapat menggambarkan suasana tenang, sedih, gembira dan semangat, pengkarya maknai  sebagai guratan sisi pandang terhadap realita yang  terlintas  dalam  fikiran  pengkarya  seperti emosi penyesalan,  kegamangan, ketulusan dan impian. Penyajian komposisi musik “Katur Ibu” memakai beberapa instrument pokok dan intrumen pendukung yaitu, Piano sebagai melodi utama, flute, bass elektrik, drum pad DTX, saron, bonang, kendang Sunda dan keyboard sebagai Accompainement dalam komposisi musik yang dikemas dalam konsep pertunjukan ini. Kata kunci: Komposisi, pengalaman empiris, Katur Ibu. ABSTRACT “Katur Ibu” Music Composition is a musical composition which the cultivation ideas depart from a love, sacrifice and affection that is packaged in a traditional and modern format presenting a new color in the composition of creation, which forms a complete musical work. types of artworks do not arrange the events according to the actual plot but rather to the atmosphere that supports it. The musical composition “Katur Ibu” consists of 5 main forms using tempo Allegro, moderato, adagio, andante, and vivance, which can describe the atmosphere of calm, sadness, joy and enthusiasm. The composer means as a side view of reality that comes to mind such as emotions of regret, anxiety, sincerity and dreams. The presentation of “Katur Ibu” music composition uses several basic instruments and accompanying instruments, including, Piano as the main melody, flute, electric bass, DTX drum, saron, bonang, Sundanese drum and keyboard as Accompainement in the musical composition that is packaged for the show. Keywords: Composition, empirical experience, Katur Ibu.
“Kalatidha” : Sebuah Komposisi Musik Program Wahyu Thoyyib Pambayun
Gelar : Jurnal Seni Budaya Vol 17, No 1 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (855.192 KB) | DOI: 10.33153/glr.v17i1.2602

Abstract

ABSTRAK Karya “Kalatidha” adalah pertunjukan komposisi musik yang mengangkat isi Serat Kalatidha sebagai ide gagasannya. Terciptanya karya “Kalatidha” dilatarbelakangi oleh kegundahan hati melihat keadaan sekitar yang mengalami kemerosotan di berbagai bidang. Karya sastra Serat Kalatidha dianggap mampu untuk mewadahi kegundahan hati karena substansinya masih aktual dan  apresiatif hingga sekarang. Tujuan penyusunan karya “Kalatidha” adalah dapat menyampaikan dan menggambarkan secara musikal isi substansi Serat Kalatidha. Hasil dari pengamatan mendalam terhadap Serat Kalatidha, dapat ditangkap bahwa inti dari isi Serat Kalatidha ada lima butir. Adapun kelima butir tersebut sebagai berikut: (1) Keadaan negara yang penuh keraguan karena tidak adanya tauladan dari pemimpin. (2) Boleh merasa sedih ketika mendapatkan cobaan, namun harus segera bangkit dan menyadari bahwa semua cobaan yang dialami sudah ditakdirkan. (3) Kepandaian dan kedudukan yang didapatkan akan mengakibatkan datangnya petaka jika seseorang tidak mempunyai moral yang baik. (4) Mawas diri, berserah dan berdoa kepada Sang Pencipta, karena Dialah yang menentukan segalanya. (5) Harus tetap semangat untuk berpegang teguh pada kebenaran walaupun dikelilingi perbuatan yang angkara dengan tetap menganggap bahwa seuntung-untungnya orang yang lalai, masih beruntung yang selalu ingat dan waspada. Butir-butir tersebut digunakan sebagai titik pijak tema cerita atau penggambaran situasional untuk menyusun materi musikal dan garap masing-masing komposisi musik dalam karya “Kalatidha”. Adapun komposisi musik tersebut sebagai berikut: Aruhara”, “Kantaka”, “Awignya Angkara”, “Pamuja Pujastawa” dan “Pramana Prayitna”. Penyusunan karya “Kalatidha” menggunakan tiga tahapan, yaitu: penyusunan gagasan isi, penyusunan ide garapan dan penuangan ide garapan. Tahapan dalam penuangan ide meliputi eksplorasi teknik, eksplorasi pola permainan instrumen, pencarian melodi melalui eksplorasi, penyusunan bagian komposisi, penyambungan antara bagian komposisi, pengolahan volume, tempo sajian dan  evaluasi. Hasil dari penyusunan karya dan tesis karya seni “Kalatidha” diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif rujukan untuk menyusun karya musik baru bagi mahasiswa penciptaan musik, khususnya mahasiswa karawitan. Kata Kunci: “Kalatidha”, Serat Kalatidha, Komposisi Musik, Penciptaan Musik, Eksplorasi.  ABSTRACT The work “Kalatidha” is a musical composition performance that elevates the contents of Serat Kalatidha as an idea. The creation of the work “Kalatidha” was motivated by the anxiety of seeing a deteriorating situation in various fields. The literary work of Serat Kalatidha is considered capable to accommodate the anxiety for the substance is still actual and appreciative until now. The purpose of the work “Kalatidha” is to convey and to describe musically the substance of Serat Kalatidha. The in-depth observations of Serat Kalatidha shows that Serat Kalatida contains five points as follows: it can be captured that the core of the Kalatidha Fiber contents is five points. The five points are as follows: (1) A state is full of doubts because there is no guidance from the leader. (2) One may feel sad when getting a trial but he must immediately get up and realize that all that happened are destined. (3) Intelligence and position obtained will result in disaster if someone does not have good morals. (4) To be introspective, surrender and pray to the God because He is the one who determines everything. (5) Keeping the spirit to hold the truth even surrounded by insolent actions and keeping assuming that someone must always remember and alert in order to get safe in his life. These items are used to be a starting point for the themes or situational portrayals to arrange the musical material and the works on each musical composition in “Kalatidha”. The composition of the music is as follows: Aruhara “,” Kantaka “,” Awignya Angkara “,” Pamuja Pujastawa “and” Pramana Prayitna “. The preparation of the work “Kalatidha” uses three stages, namely: the preparation of content ideas, compilation of ideas and conveying the ideas. The stages in conveying ideas include technical exploration, exploration of instrument playing patterns, searching the melodies through exploration, compilation of composition parts, splicing the parts of composition, processing volume, tempo of presentation and evaluation. The results of the works and the thesis of “Kalatidha” are expected to be one of the alternative references for composing new musical works for students of music creation, especially musical students. Keywords: “Kalatidha”, Serat Kalatidha, Music Composition, Music Creation, Exploration.
Interpretasi Feminisme Tokoh Nyai Ontosoroh Dalam Novel Bumi Manusia Tulisan Pramoedya Ananta Toer Pada Komposisi Musik Ontosoroh Karya Peni Candra Rini Peni Candra Rini
Gelar : Jurnal Seni Budaya Vol 17, No 1 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (814.954 KB) | DOI: 10.33153/glr.v17i1.2598

Abstract

ABSTRAK Komposisi musik Ontosoroh mencoba menginterpretasi feminisme Nyai Ontosoroh dalam karya musik Ontosoroh, karya Peni Candra Rini. Dalam karya ini mencoba mengungkap wacana-wacana feminisme dari seorang wanita dalam menghadapi lika-liku kehidupan yang penuh dengan kemalangan dan nasib buruk yang diperoleh sejak kecil. Tetapi dari nasib buruk tersebut, Ontosoroh memiliki tekad yang kuat dalam mengubah nasib hidupnya dari seorang gundik, menjadi seorang pengusaha sukses dengan kekayaan yang melimpah. Karya yang digunakan sebagai obyek material adalah pementasan yang dilakukan di TBJT Surakarta pada 18 Agustus 2013, pukul 19:30. Pementasan ini adalah ‘preview season’ menjelang ‘Australia premiere’ di OzAsia Festival, Adelaide, Australia Selatan, pada tanggal 16 dan 17 September 2013. Pementasan ini dibantu oleh tiga musisi,  yakni; Prisha Bashori Mustofa (Biola), Iswanto (Gender), dan Plenthe (Perkusi). Landasan teoritis karya ini menggunakan teori feminisme, sedangkan wacana feminisme yang diperoleh akan dipaparkan menjadi beberapa babak dalam satu pementasan, antara lain babak yang menggambarkan kelahiran tokoh Ontosoroh, Adegan Ontosoroh dijual oleh ayahnya, dan usaha-usaha yang ditampilkan oleh Ontosoroh dalam mengatasi nasib malangnya. Interpretasi feminisme di tafsir ulang dalam bentuk interaksi musikal, berupa komposisi musik dan vokal tunggal. Kata Kunci: Ontosoroh, Bumi Manusia, Feminisme, Peni Candra Rini.  ABSTRACT The musical composition Ontosoroh tries to interpret Nyai Ontosoroh’s feminism in the  musical work Ontosoroh by Peni Candra Rini. This work tries to uncover feminism discourses from a woman in facing her life that is full of misfortune and bad luck obtained since her childhood. From the bad luck, Ontosoroh has a strong will to change his destiny from a mistress to become a successful businessman with abundant wealth. The work used as a material object is a performance presented at the Surakarta TBJT on August 18, 2013, at 7:30 p.m. This performance is a ‘preview season’ ahead of ‘Australia premiere’ at the OzAsia Festival, Adelaide, South Australia, on September 16 and 17 2013. The performance is assisted by three musicians, namely; Prisha Bashori Mustofa (Biola), Iswanto (Gender), and Plenthe (Percussion). The theoretical basis of this work uses the theory of feminism, and the discourse of feminism obtained will be presented into several stages in one performance. The stages include the birth of Ontosoroh, Ontosoroh is sold by his father, and the struggle of Ontosoroh in overcoming his bad luck. The interpretation of feminism is reinterpreted in the form of musical interaction presented in the form of a musical composition and a single vocalist. Keywords:  Ontosoroh, Bumi Manusia, Feminism, Peni Candra Rini.
Dinamika Perkembangan Seni Karawo Gorontalo I Wayan Sudana
Gelar : Jurnal Seni Budaya Vol 17, No 1 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3282.004 KB) | DOI: 10.33153/glr.v17i1.2599

Abstract

ABSTRAK Seni Karawo merupakan seni ornamen tekstil tradisional yang unik dan berkembang dinamis. Dinamika perkembangan seni Karawo diduga terjadi melalui fase-fase tertentu dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan mengungkap fase-fase perkembangan seni karawo serta faktor-faktor yang memengaruhi. Penelitian menggunakan metode kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, telaah dokumen, dan studi pustaka. Data dianalisis secara interaktif melalui tahap reduksi data, display data serta pembahasan, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan, dinamika perkembangan seni karawo dengan berbagai faktor yang memengaruhi terjadi melalui lima fase, yaitu: 1) seni karawo sebagai aktivitas berkesenian dipengaruhi oleh daya kreativitas kreator, kebutuhan keindahan, dan sulam kristik; 2) seni karawo sebagai kegiatan adat dipengaruhi oleh kerumitan seni karawo, kehormatan keluarga dan legitimasi adat; 3) seni karawo sebagai komoditas dipengaruhi oleh keunikan dan keindahan seni karawo, desainer motif, dan kepentingan ekonomi; 4) seni karawo sebagai identitas budaya dipengaruhi oleh keunikan seni karawo dan rasa kesukuan; dan 5) seni karawo sebagai budaya massa (budaya populer) dipengaruhi oleh keunikan dan keindahan seni karawo, kebutuhan ekonomi, media massa, dan popularitas daerah. Kata kunci: seni karawo, faktor internal dan eksternal, dinamika perkembangan. ABSTRACT Karawo Art is a unique and dynamic traditional textile ornament art. The dynamics of the development of Karawo’s art are thought of occurred through certain phases and were influenced by various factors. This study aims to reveal the phases of the development of karawo art and the factors that influence it. The research uses qualitative methods. Data is collected through interviews, observation, document review, and literary study. The data are analyzed interactively through the stages of data reduction, data display and discussion, and drawing conclusions. The results show that the dynamics of karawo art development with the various influencing factors occurred through five phases, namely: 1) karawo art as an artistic activity is influenced by creator’s creativity, the beauty needs, and cross stitching; 2) karawo arts as customary activities are influenced by the complexity of karawo art, family honor and customary legitimacy; 3) karawo art as a commodity is influenced by the uniqueness and beauty of karawo art, motives designer, and economic interests; 4) karawo art as a cultural identity is influenced by the uniqueness of karawo art and ethnicity; and 5) karawo art as a mass culture (popular culture) is influenced by the uniqueness and beauty of karawo art, economic needs, mass media, and regional popularity. Keywords: karawo art, internal and external factors, development dynamics
Tradisi Tale Dalam Kehidupan Masyarakat Kerinci Ayuthia Mayang Sari
Gelar : Jurnal Seni Budaya Vol 17, No 1 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (618.255 KB) | DOI: 10.33153/glr.v17i1.2600

Abstract

ABSTRAK This research focuses on the subject matter of Tradition of tale (Traditional Song) in the life of Kerinci People. It aims to see and formulate the existence of Tale. In understanding it, qualitative research methods are used so that the data obtained is descriptive of the behavior of those observed. This study uses a phenomenological point of view that is seeing phenomena as appear appropriate in the field. From the result of the study, it was found that tale is a song of the Kerinci folk in the form of a rhyme. Tale is present in various traditional arts in Kerinci. The tale tradition can be classified according to how to sing it; they are tale that is sung without equipping by music instrument, tale in dancing and tale that is sung equipped by using music instrument. Keywords: Tradition, Tale, Kerinci.  ABSTRACT This research focuses on the subject matter of how the tale tradition in the lifes of  people in Kerinci. It aims to learn and formulate the existence of tale. The qualitative research method is used to examine the problem in order to present descriptive data relating to the behavior of the people observed. This study uses a phenomenological point of view, namely seeing the phenomena as they appear in the field. The result of the study shows that the tale represents Kerinci folk song in the form of a rhyme. The tale is present in various traditional arts in Kerinci. The tale can be classified based on how it is sung, namely the tale that is sung without musical instruments, tale in the dance and tale that are using musical instruments. Keywords: Tradition, Tale, Kerinci
Kirab Temanten “Kemarau Kemarin Basah” Perspektif Peristiwa Pernikahan Paramudita Selvia Rengga Arbella
Gelar : Jurnal Seni Budaya Vol 17, No 1 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9104.536 KB) | DOI: 10.33153/glr.v17i1.2596

Abstract

ABSTRAKBerawal dari ketertarikan terhadap ritus pernikahan. Permasalahan yang disampaikan dalam karya ini lebih kepada makna substansi dan sudut pandang mengenai peristiwa pernikahan yang dilalui oleh pengkarya. Substansi dan sudut pandang tersebut berkaitan dengan pemaknaan setiap prosesi yang dilaksanakan menurut adat istiadat dan norma keagamaan yang berlaku di lingkungan pengkarya. Sehingga penyampaian substansi dan esensinya berakar pada budaya lokal. Sebuah pernikahan tentunya memiliki aturan-aturanya tersendiri, baik aturan dalam kepercayaan atau agama yang dianut, adat-istiadat, maupun aturan dalam negara. Sehingga menurut pengkarya perjalanan setiap prosesi yang sudah mentradisi sampai sekarang ini, seperti hanya menjalani suatu rangkaian koreografi yang dilakukan begitu saja dan kemudian selesai. Dari situ pengkarya merasa ragu, apakah prosesi tersebut dapat memberikan makna bagi pelakunya. Terlebih penjelasan-penjelasan yang bersifat mitos. Misalnya jika tidak menjalankan prosesi atau tidak memenuhi syarat tertentu akan berdampak negatif dan sebagainya. Dengan proses yang demikan, pengkarya menjadi paham bahwa ritus pernikahan mengandung banyak hal yang bisa dikritisi, digali, dan dikembangkan. Hal-hal tersebut seperti, rangkaian prosesi pernikahan, kemasan prosesi pernikahan, cara pandang terhadap pemaknaan prosesi pernikahan, dan bentuk penyampaiannya dalam dimensi seni pertunjukan. Kata kunci: tradisi, ritus pernikahan, pertunjukan, kolaborasi.ABSTRACT It is starting from an interest in marriage rite. The problems presented in this work are more about the           substance meaning and point of view regarding the marriage event that is passed by the writer (creator). The substance and point of view is related to the meaning of each procession carried out according to the customs and religious norms that is applied in the writer’s society. It means that the delivery of substance and essence is rooted in local culture. A marriage certainly has its own rules, according to the  beliefs or religion, customs, and rules of the country. According to the writer every procession that traditionally happens is like a series of choreography that must be done. the writer feels doubtful whether the procession can give any meaning to the brides, moreover, it is mythical explanations, for example, if the brides do not carry out the processions or do not meet the certain conditions, they will get a negative impact and others. For the reason, the writer learns that the marriage rite contains many things that can be criticized, explored, and developed. These things include, a series of wedding processions, wedding processions package, the ways of looking at the meaning of wedding procession, and the form of conveying to the dimensions of performing arts. Keywords: tradition, marriage rites, performances, collaboration.

Page 1 of 1 | Total Record : 7