cover
Contact Name
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students
Contact Email
jurnal.fkg@unpad.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.fkg@unpad.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students
ISSN : 26569868     EISSN : 2656985X     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students adalah open access journal berbahasa Indonesia, yang menerbitkan artikel penelitian dari para peneliti pemula dan mahasiswa di semua bidang ilmu dan pengembangan dasar kesehatan gigi dan mulut melalui pendekatan interdisipliner dan multidisiplin. Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran dua kali setahun, setiap bulan Februari dan Oktober. Bidang cakupan Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students adalah semua bidang ilmu kedokteran gigi, yaitu biologi oral; ilmu dan teknologi material gigi; bedah mulut dan maksilofasial; ilmu kedokteran gigi anak; ilmu kesehatan gigi masyarakat, epidemiologi, dan ilmu kedokteran gigi pencegahan; konservasi gigi, endodontik, dan kedokteran gigi operatif; periodonsia; prostodonsia; ortodonsia; ilmu penyakit mulut; radiologi kedokteran gigi dan maksilofasial; serta perkembangan dan ilmu kedokteran gigi dari pendekatan ilmu lainnya. Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students mengakomodasi seluruh karya peneliti pemula dan mahasiswa kedokteran gigi untuk menjadi acuan pembelajaran penulisan ilmiah akademisi kedokteran gigi.
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 1 (2019): Februari 2019" : 12 Documents clear
Pengaruh kehilangan gigi posterior terhadap kualitas hidup pada kelompok usia 45-65 tahunEffect of posterior tooth loss on the quality of life in the 45-65 years old age group Mochammad Nevry Rizkillah; Rheni Safira Isnaeni; Rina Putri Noer Fadilah
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 3, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.729 KB) | DOI: 10.24198/pjdrs.v2i2.22135

Abstract

Pendahuluan: Kehilangan gigi merupakan keadaan terlepasnya gigi dari soketnya. Kehilangan gigi sering kali terjadi pada seseorang yang mulai memasuki kelompok usia lansia. Seseorang yang memiliki kehilangan gigi terutama gigi posterior akan menyebabkan terganggunya fungsi mastikasi yang membuat seseorang merasa sulit dalam menkonsumsi makanan. Kehilangan gigi dapat secara langsung dapat berdampak pada kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kehilangan gigi posterior terhadap kualitas hidup pada kelompok usia 45-65 tahun di Puskesmas wilayah Kota Cimahi. Metode: Jenis penelitian analitik yang bersifat cross-sectional. Penentuan lokasi sampel menggunakan cluster random sampling. Penentuan sampel menggunakan purposive sampling pada pasien usia 45-65 tahun dengan kehilangan ≥3 gigi, sehingga diperoleh minimal sampel yaitu 77 orang. Penentuan kualitas hidup dengan menggunakan kuisioner OHIP-14, kemudian uji analisis dengan menggunakan analisis korelasi Pearson. Hasil: Analisis dengan uji korelasi Pearson didapatkan nilai r yaitu -0,625 dengan nilai p-value≤0,05 yang berarti terdapat hubungan kuat antara kualitas hidup dengan kehilangan gigi, semakin tinggi kehilangan gigi maka kualitas hidup akan semakin menurun. Simpulan: Terdapat pengaruh kehilangan gigi terhadap kualitas hidup pada pasien usia 45-65 tahun di Puskesmas wilayah Kota Cimahi.Kata kunci: Kehilangan gigi, kualitas hidup, OHIP-14ABSTRACTIntroduction: Tooth loss is the condition of the tooth being detached from its socket. Tooth loss often occurs in someone who enters the elderly period. Someone who suffers tooth loss, especially in the posterior teeth will disrupt the mastication function, which makes a person feel difficult in consuming food. Tooth loss can directly affect the quality of life. This study was aimed to determine the effect of posterior tooth loss on the quality of life in the 45-65 years old age group at the Community Health Center of the City of Cimahi. Methods: This study was an analytical study with a cross-sectional design. Determination of sample locations was using random cluster sampling. Determination of the sample was using purposive sampling in patients aged 45-65 years old with teeth loss of ≥ 3 teeth so that a minimum sample of 77 people was obtained. Determination of the quality of life was using the OHIP-14 questionnaire, then analysed using a Pearson correlation analysis. Results: Analysis with the Pearson correlation test obtained the r-value of -0.625 with a p-value of ≤ 0.05 which means there was a strong relationship between the quality of life and tooth loss, the higher the tooth loss amount, the higher the quality of life will decrease. Conclusion: There is an effect of tooth loss on the quality of life in patients aged 45-65 years old at the Community Health Center of the City of Cimahi.Keywords: Tooth loss, quality of life, OHIP-14
Nilai gula darah 2 jam post prandial pada pasien Diabetes Melitus tipe II dengan kecepatan pengunyahan terkontrolBlood sugar level 2 hours postprandial in patients with type II diabetes mellitus with controlled mastication speed Maghfira Indriawati Iswiningtyas; Kartika Indah Sari; Riani Setiadhi
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 3, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v3i1.21448

Abstract

Pendahuluan: Diabetes melitus tipe II merupakan penyakit metabolik akibat tidak pekanya jaringan tubuh terhadap insulin yang disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat, salah satunya adalah pola makan, mulai dari jumlah, jenis, maupun kebiasaan mengunyah. Kecepatan pengunyahan mempengaruhi tingkat obesitas serta faktor risiko dari penyakit diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai gula darah 2 jam postprandial pada pasien rawat jalan kasus diabetes melitus tipe II di RSUD Kota Bandung dengan kecepatan pengunyahan terkontrol. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan teknik purposive sampling. Penelitian dilakukan dengan melihat nilai gula darah 2 jam postprandial setelah memberikan makanan porsi diet khusus pasien diabetes melitus tipe II yang dikunyah dengan kecepatan 40 kali kunyahan dalam satu menit. Hasil: Sebanyak 16 dari 20 responden mengalami penurunan nilai gula darah dengan rentan 0-150 mg/dL dibandingkan dengan bulan sebelumnya, dan 4 sisanya mengalami kenaikan nilai gula darah dengan rentan 0-50 mg/dL. Simpulan: Nilai gula darah 2 jam postprandial pada penderita diabetes melitus tipe II di RSUD Kota Bandung dengan kecepatan pengunyahan terkontrol mengalami penurunan pada 16 dari 20 responden.Kata kunci: Diabetes melitus tipe II, kecepatan pengunyahan, nilai gula darah 2 jam postprandial ABSTRACTIntroduction: Type II diabetes mellitus is a metabolic disease due to the lack of sensitivity of the body's tissues to insulin caused by an unhealthy lifestyle, one of which is eating patterns, ranging from the number, type, and mastication habit. Mastication speed affects the level of obesity and risk factors for diabetes mellitus. This study was aimed to determine the blood sugar level of 2 hours postprandial in outpatients with type II diabetes mellitus cases in Bandung Regional Public Hospital with controlled mastication speed. Methods: The type of research used was descriptive with purposive sampling technique. The study was conducted by observing the blood sugar level of 2 hours postprandial after giving a particular diet portion of type II diabetes mellitus patients who chewed at 40 times in the mastication speed in one minute. Results: A total of 16 of the 20 respondents experienced a decrease in their blood sugar level with susceptible 0-150 mg / dL compared to the previous month, and the remaining 4 respondents experienced increases in their blood sugar values with susceptible 0-50 mg / dL. Conclusion: Blood sugar level of 2 hours postprandial in patients with type II diabetes mellitus in Bandung Regional Public Hospital with controlled mastication speed decrease in 16 of 20 respondents.Keywords: Type II diabetes mellitus, mastication speed, blood sugar level 2 hours postprandial
Indeks karies gigi murid usia 12 tahun dengan tingkat pendapatan orangtua rendah dan tinggiDental caries index of 12-years-old students with low and high parental income levels Meilani Yustri Hutami; Marlin Himawati; Ratih Widyasari
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 3, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v2i2.22124

Abstract

Pendahuluan: Karies adalah penyakit gigi yang banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Karies gigi sering dialami oleh anak usia sekolah. Karies disebabkan oleh banyak faktor. Empat faktor risiko primer atau yang utama adalah host, mikroorganisme, substrat, dan waktu. Faktor risiko sekunder terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, ras, lingkungan, perilaku, dan  sosioekonomi. Sosioekonomi biasanya berhubungan dengan pendapatan. Tujuan penelitian untuk mengetahui indeks karies gigi berdasarkan tingkat pendapatan orangtua murid usia 12 tahun. Metode: Jenis penelitian deskriptif dengan tiga cluster sekolah dasar terpilih dari 125 cluster sekolah dasar yang berada di Kota Cimahi dengan menggunakan cluster random sampling yang terdiri dari 150 subjek anak untuk dilakukan penelitian. Hasil: Anak berusia 12 tahun dengan pendapatan orangtua tinggi menunjukkan indeks DMFT rendah yaitu 1,2 dan orangtua dengan pendapatan rendah menunjukkan indeks DMFT tinggi yaitu 4,1 dikarenakan pendapatan tinggi dapat mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang khusus dan upaya pencegahan karies gigi. Pendapatan tinggi dapat memperlihatkan indeks DMFT lebih rendah. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu akses kesehatan, lingkungan, diet, serta perawatan kesehatan gigi dan mulut.  Simpulan: Murid dengan orangtua berpendapatan tinggi menunjukkan indeks DMFT rendah yaitu 1,2 dan murid dengan orangtua berpendapatan rendah menunjukkan indeks DMFT tinggi yaitu 4,1.Kata kunci: Indeks karies, karies, pendapatan orangtua ABSTRACTIntroduction: Caries is a dental disease that affects many Indonesians. School-age children often experience dental caries. Caries is caused by many factors. The four primary risk factors are hosts, microorganisms, substrate, and time. Secondary risk factors are age, gender, education level, race, environment, behaviour, and socioeconomics. Socioeconomics is usually related to income. The purpose of the study was to determine dental caries index based on the level of 12-years-old students based on their parent’s income. Methods: This research was descriptive with three clusters of selected primary schools from 125 clusters of elementary schools in the city of Cimahi using random cluster sampling consisted of 150 child subjects. Results: 12-years-old children with high parental income showed a low DMFT index of 1.2 and low-income parents showed a high DMFT index of 4.1 because high income could have access to special dental and oral health services and prevention efforts for dental caries. High income showed a lower DMFT index. Other factors affected were health access, environment, diet, and dental and oral health care. Conclusion: Students with high-income parents show a low DMFT index of 1.2 and students with low-income parents show a high DMFT index of 4.1.Keywords: Caries index, caries, parental income
Pengaruh tingkat pendidikan tinggi dan perilaku ibu terhadap indeks def-t pada anak usia 4‒5 tahunThe influence of higher education level and maternal behaviour on the def-t index in children aged 4‒5 years old Cynthia Angelica; Linda Sari Sembiring; Winny Suwindere
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 3, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.647 KB) | DOI: 10.24198/pjdrs.v3i1.22484

Abstract

Pendahuluan: Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi masyakat, terlihat dengan tingginya prevalensi karies pada anak usia 1‒4 tahun (10,4%), dan pada anak usia 5‒9 tahun adalah 28,9%. Karies yang terjadi pada anak disebut Early Childhood Caries (ECC) atau karies dini yang terjadi pada anak usia 71 bulan atau lebih muda. Anak memperoleh perilaku kebersihan mulut dan kebiasaan kesehatan rongga mulut dari ibu sehingga peran ibu sangat mempengaruhi keadaan rongga mulut anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan tinggi dan perilaku ibu terhadap indeks def-t pada anak usia 4‒5 tahun di TK Santa Maria Kota Cirebon. Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Populasi penelitian adalah anak usia 4‒5 tahun di TK Santa Maria Kota Cirebon. Sampel penelitian berjumlah 74 orang dengan teknik pengambilan sampel stratified random sampling. Hasil: Analisis statistik penelitian dilakukan dengan menggunakan model regresi Tobit. Simpulan: Terdapat pengaruh tingkat pendidikan tinggi dan perilaku ibu terhadap indeks def-t pada anak usia 4‒5 tahun di TK Santa Maria Kota Cirebon.Kata kunci: Tingkat pendidikan, perilaku ibu, indeks def-t, anak usia 4-5 tahun ABSTRACTIntroduction: Dental caries is a major problem in the dental health of the community, reflected by the high prevalence of caries in children aged 1‒4 years old (10.4%), and in children aged 5‒9 years old (28.9%). Caries that occur in children is called Early Childhood Caries (ECC), or early caries that occurs in children aged 71 months or younger. Children get their oral hygiene behaviour and oral health habits from their mothers; thus, the mother's role profoundly affects the children's oral cavity condition. This study was aimed to determine the influence of higher education level and maternal behaviour on the def-t index in children aged 4‒5 years old at Santa Maria Kindergarten in the city of Cirebon. Methods: This study was using an observational analytic method with a cross-sectional research design. The study population was children aged 4‒5 years old at Santa Maria Kindergarten in the city of Cirebon. The research sample was 74 people taken with stratified random sampling technique. Results: Statistical analysis of the study was conducted using the Tobit regression model. Conclusion: There is an influence of higher education level and maternal behaviour on the def-t index in children aged 4‒5 years old at Santa Maria Kindergarten in the city of Cirebon.Keywords: Education level, maternal behaviour, def-t index, 4-5-years old children
Kualitas radiograf periapikal dengan teknik paralel di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas PadjadjaranQuality of periapical radiographs with parallel techniques in Universitas Padjadjaran Dental Hospital Farah Fathiyya; Farina Pramanik; Ria Noerianingsih Firman
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 3, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v3i1.22178

Abstract

Pendahuluan: Radiografi sering digunakan untuk pemeriksaan penunjang utama dalam menegakkan diagnosis kelainan periapikal dan yang paling sering digunakan adalah teknik intraoral periapikal. Menegakkan diagnosis secara tepat harus memperhatikan kualitas radiograf, karena digunakan sebagai alat bantu dalam penegakan diagnosis, penentuan rencana perawatan, dan evaluasi pasca perawatan. Teknik periapikal paralel menjadi pilihan terbaik karena dapat menghasilkan radiograf dengan distorsi minimal dan akurasi linier yang lebih akurat. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kualitas radiograf perapikal dengan teknik paralel di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjajaran. Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh radiograf dengan teknik paralel pada tahun 2018. Sampel penelitian ditentukan dengan metode consecutive sampling pada bulan Oktober-Desember 2018, sehingga didapatkan sebanyak 52 sampel radiograf periapikal dengan teknik paralel. Hasil: Terdapat 27 radiograf periapikal (56%) memiliki kriteria penilaian sempurna, 22 radiograf periapikal (42%) memiliki kriteria penilaian dapat diterima secara diagnostik dengan terdapat beberapa kesalahan, dan 3 radiograf periapikal (6%) memiliki penilaian tidak baik sehingga tidak dapat diterima secara diagnostik berdasarkan National Radiological Protection Board serta pemenuhan kriteria kualitas paling banyak adalah kontras dan distorsi ukuran. Simpulan: Kualitas radiografi periapikal dengan teknik paralel di RSGM UNPAD secara umum dapat diterima secara diagnostik dengan penilaian kualitas berada pada rating 1 yaitu, tidak adanya kesalahan dari persiapan pasien, eksposure, posisi film holder, dan pengolahan film, serta dikatakan sempurna secara visual.Kata kunci: Kualitas radiograf, teknik periapikal paralel ABSTRACTIntroduction: Radiographs are often used for primary investigations in the diagnosis of periapical abnormalities, and the most frequently used is the intraoral periapical technique. Establishing appropriate diagnosis emphasise the radiograph quality, because it is used as a tool in establishing diagnoses, determining treatment plans, and post-treatment evaluation. The parallel periapical technique is the best choice because they can produce radiographs with minimal distortion and more accurate linear accuracy. The purpose of this study was to observe the quality of parallel imaging radiographs in Universitas Padjadjaran Dental Hospital. Methods: The type of research was descriptive. The study population was all radiographs with parallel techniques in 2018. The study sample was determined by the consecutive sampling method in October-December 2018, resulting in 52 samples of periapical radiographs with parallel technique. Results: There were 27 periapical radiographs (56%) with perfect assessment criteria, 22 periapical radiographs (42%) had diagnostic criteria of acceptable with several errors, and 3 periapical radiographs (6%) had poor assessment, so they were not acceptable for diagnostic use based on the National Radiological Protection Board and the fulfilment of the most quality criteria was the contrast and size distortion. Conclusion: The periapical radiographs quality with parallel techniques in Universitas Padjadjaran Dental Hospital can be generally accepted diagnostically with the assessment of quality at rating 1, namely, the absence of errors from patient’s preparation, exposure, film holder position, and film processing, and is said to be visually perfect.Keywords: Radiograph quality, parallel periapical technique
Indeks plak dan tingkat keparahan gingivitis anak tunagrahita (Intellectual Disability)Plaque index and gingivitis severity of children with intellectual disability Alyzha Anandya; Linda Sari Sembiring; Henry Yonatan Mandalas
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 3, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v3i1.22485

Abstract

Pendahuluan: Anak tunagrahita merupakan anak yang memiliki keterbatasan kemampuan kognitif dan mobilitas serta gangguan perilaku. Keadaan tersebut membatasi anak untuk melakukan pembersihan gigi yang optimal sehingga berdampak terhadap kondisi kesehatan gigi dan mulut seperti indeks plak yang buruk dan gingivitis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui indeks plak dan tingkat keparahan gingivitis pada anak tunagrahita (intellectual disability). Metode: Penelitian ini dilakukan secara deskriptif komparatif. Populasi dalam penelitian ini ialah 45 anak tunagrahita di SLB Negeri Kota Bandung. Penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling. Pengambilan data menggunakan metode O’Leary untuk indeks plak, dan metode Modified Gingival Index (MGI) untuk perhitungan skor gingiva. Hasil: Subjek penelitian dikelompokkan menjadi kelompok usia 8-12 tahun dan >28 tahun; serta berdasarkan jenis tunagrahita. Kelompok tunagrahita berat memiliki hasil index plak kurang baik sebesar 100%. Pada kelompok usia 13-17 tahun, didapatkan hasil karakteristik status gingiva paling besar (60%), sedangkan jika dilihat dari jenis tunagrahita, pada tunagrahita ringan memiliki gingivitis ringan (72,8%), tunagrahita sedang memiliki gingivitis sedang (62%), dan tunagrahita berat memiliki gingivitis ringan (50%) dan sedang (50%). Simpulan: Hampir setiap jenis tunagrahita memiliki indeks plak kurang baik dan gingivitis pada rongga mulutnya. Semakin rendah tingkat intelegensi anak maka semakin rendah kebersihan mulut, kecuali pada anak tunagrahita berat.Kata kunci: Indeks plak, tunagrahita, gingivitis, O’Leary, Modified Gingival Index ABSTRACTIntroduction: Children with intellectual disability are children who have limited cognitive abilities, mobility, and behavioural disorders. This situation limits the child to perform optimal dental cleaning so that it affects their dental and oral health conditions, such as poor plaque index and gingivitis. The purpose of this study was to determine the plaque index and the gingivitis severity of children with intellectual disability. Methods: This study was a descriptive comparative study. The population in this study were 45 children with intellectual disability in extraordinary schools in the city of Bandung. Sampling was taken by purposive sampling method. Data collection was using the O'Leary method for plaque indexes, and the Modified Gingival Index (MGI) method for calculating gingival scores. Results: The research subjects were grouped into 8-12 years old age groups and > 28 years old age group, and based on the type of intellectual disability. Severe intellectual disability groups have a poor plaque index of 100%. In the age group of 13-17 years old, the highest gingival status characteristics (60%) were found, whereas when analysed from the type of intellectual disability, moderate intellectual disability children had mild gingivitis (72.8%), moderate intellectual disability children had moderate gingivitis (62%), and severe intellectual disability children have both mild (50%) and moderate (50%) gingivitis. Conclusion: Almost every type of intellectual disability children have a poor plaque index and gingivitis in the oral cavity. The lower the children’s intelligence level, the lower the oral hygiene; except for children with severe intellectual disability.Keywords: Plaque index, intellectual disability, gingivitis, O’Leary method, Modified Gingival Index
Prevalensi dan pola penyakit infeksi virus rongga mulut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2013-2017Prevalence and patterns of oral viral infection in Dr Hasan Sadikin Hospital Bandung in 2013-2017 Husnul Mahfaza; Irna Sufiawati; Mieke Hemiawati Satari
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 3, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v3i1.22180

Abstract

Pendahuluan: Terdapat sejumlah virus yang dapat menyebabkan infeksi daerah perioral, mulut, dan orofaring. Virus dapat menginisiasi infeksi, menyebar ke seluruh tubuh, dan bereplikasi berdasarkan sifat dan karakteristik virulensinya. Penyakit akibat virus dapat menyebabkan kerusakan sel secara langsung maupun dapat berupa reaksi sekunder. Virus yang menyerang rongga mulut dapat bermanifestasi diantaranya seperti vesikula dan ulser. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan pola penyakit infeksi virus rongga mulut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2013-2017. Metode: Penelitian deskriptif dengan menggambarkan prevalensi dan pola penyakit infeksi rongga mulut. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder berbentuk rekam medis pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, dengan kriteria inklusi yaitu pasien dengan diagnosis infeksi virus rongga mulut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2013-2017. Hasil: Penelitian ini menunjukkan total pasien rawat inap berjumlah 742 orang, didapatkan 21 pasien dengan infeksi virus rongga mulut, yang paling banyak ditemukan yaitu HSV-1 (66,67%), diikuti oleh infeksi HSV-2 (4,76%), CMV (9,52%), dan VZV sebanyak (19,05%). Sedangkan pada pasien rawat jalan yang berjumlah 531 orang didapatkan 58 pasien dengan infeksi virus rongga mulut, infeksi HSV-1 juga paling banyak ditemukan (91,38%), diikuti oleh infeksi CMV (1,72%), dan VZV (6,90%). Simpulan: Prevalensi infeksi virus rongga mulut sebanyak 2,83% pada pasien rawat inap dan sebanyak 10,92% pada pasien rawat jalan, dengan jumlah tertinggi yaitu infeksi HSV-1.Kata kunci: Infeksi virus, orofasial, famili herpes virus ABSTRACTIntroduction: Several viruses can cause infection of the perioral region, mouth, and oropharynx. Viruses can initiate infections, spread throughout the body, and replicate based on their virulence characteristics. Viral diseases can cause cell damage directly or can trigger a secondary reaction. Viruses that attack the oral cavity can manifest, such as vesicles and ulcers. This study was aimed to determine the prevalence and patterns of oral viral infection in Dr Hasan Sadikin Hospital Bandung in 2013-2017. Methods: Descriptive study was performed by describing the prevalence and pattern of oral infections. Data collected was secondary data in the form of patient medical records. Sampling was carried out by purposive sampling, with inclusion criteria, namely patients with a diagnosis of oral cavity virus infection in Dr Hasan Sadikin Hospital Bandung in 2013-2017. Results: This study showed a total of 742 inpatients, 21 patients with oral cavity infections, the most common were HSV-1 (66.67%), followed by HSV-2 infection (4.76%), CMV (9.52%), and VZV infections (19.05%). Whereas in total 531 outpatients, 58 patients were found with oral cavity infections, HSV-1 infections were also found the most (91.38%), followed by CMV (1.72%), and VZV infections (6.90%). Conclusion: The prevalence of oral cavity infection is 2.83% in inpatients and as many as 10.92% in outpatients, with the highest number being HSV-1 infection.Keywords: Viral infection, orofacial, herpes virus family
Tingkat kecemasan dental anak usia 7-12 tahun yang akan melakukan ekstraksi gigiDental anxiety level of 7 - 12-years old children who will perform tooth extraction at dental hospital Ni Putu Nathalia Emilly Mathius; Linda Sari Sembiring; Meilani Rohinsa
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 3, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v3i1.22486

Abstract

Pendahuluan: Kecemasan merupakan suatu hal yang sering dialami oleh sebagian pasien yang akan melakukan prosedur perawatan dental. Kecemasan dental merupakan respon kecemasan yang hampir identik dengan respon rasa takut, yang keduanya memiliki fisiologis, kognitif serta komponen perilaku. Kecemasan dental sendiri merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan karena tidak hanya akan menyebabkan stres kepada pasien melainkan juga pada dokter gigi saat akan melakukan perawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan dental anak usia 7-12 tahun yang akan melakukan ekstraksi gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut  Maranatha. Metode: Jenis penilaian kecemasan dilakukan dengan pengisian kuisioner MDAS serta penilaian perilaku anak dilakukan dengan Frankl behaviour rating scale. Hasil: Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan dari segi psikologis sebanyak tujuh anak (64%) memiliki tingkat kecemasan rendah dan empat anak (36%) memiliki tingkat kecemasan sedang. Perilaku anak menunjukkan sikap pasti positif dan positif saat menjalani prosedur ekstraksi gigi, serta dari segi fisiologis terdapat peningkatan tekanan darah dan denyut nadi pada saat anak berada di kursi gigi. Simpulan: Tingkat kecemasan dental anak usia 7-12 tahun yang akan melakukan ekstraksi gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Maranatha paling banyak dalam kategori rendah dengan perilaku menunjukkan sikap pasti positif dan positif saat menjalani prosedur ekstraksi gigi.Kata kunci: Kecemasan gigi, tekanan darah, denyut nadi, MDAS, skala penilaian perilaku Frankl. ABSTRACTIntroduction: Anxiety is a common thing experienced by some patients who will perform dental procedures. Dental anxiety is an anxious response which almost identical to the fear response, both of which have physiological, cognitive and behavioral components. Dental anxiety is one of the things that has to be considered because not only will cause stress to the patient but also to the dentist when the treatment is about to start. This study was aimed to determine the level of dental anxiety of 7 - 12-years old children who will perform tooth extraction at Maranatha Dental Hospital. Methods: Anxiety assessment was done by filling out the MDAS questionnaire as well as the child's behavioural assessment performed with the Frankl behaviour rating scale. Results: From the research that has been done, in terms of psychological, seven children (64%) had low anxiety level and four children (36%) had moderate anxiety level. Child behavior showed positive and definitely positive attitude while they were undergoing dental extraction Conclusion: The level of dental anxiety of 7 - 12-years old children who will perform tooth extraction at Maranatha Dental Hospital mostly found in the lowest category, with a very positive and positive attitude when undergoing tooth extraction procedures.Keywords: Dental anxiety, blood pressure, pulse rate, MDAS, Frankl behaviour rating scale
Hubungan tingkat keparahan maloklusi dengan status karies pada remajaRelationship of malocclusion severity with caries status in adolescents Raka Putri Dayataka; Hilda Herawati; Rudi Satria Darwis
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 3, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v2i2.22224

Abstract

Pendahuluan: Maloklusi adalah ketidaksesuaian hubungan gigi dan rahang yang dapat menimbulkan beberapa dampak. Salah satu dampak maloklusi adalah retensi plak yang memicu terjadinya karies karena proses demineralisasi terjadi pada permukaan gigi yang berjejal dan sulit dibersihkan. Tujuan penelitian mengetahui hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan status karies pada remaja di SMPN 1 Kota Cimahi. Metode: Jenis penelitian adalah analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh remaja di SMPN 1 Kota Cimahi. Teknik sampling yang digunakan stratified random sampling. Pemeriksaan rongga mulut dilakukan pada 61 siswa usia 12-15 tahun, sebagai subyek penelitian. Penilaian tingkat keparahan maloklusi menggunakan indeks Handicapped Maloclussion Assesment Record (HMAR) dan penilaian status karies menggunakan indeks DMF-T. Hasil: Persentase maloklusi siswa SMP Negeri 1 Kota Cimahi sebesar 96,7%, sedangkan persentase karies didapat sebesar 83,6%. Tingkat keparahan maloklusi terbanyak yang ditemukan adalah kategori sangat berat, sangat perlu perawatan, sedangkan status karies yang paling banyak ditemukan adalah kategori moderat. Analisis korelasi menggunakan metode statistik Rank Spearman dan didapat nilai p=0,036 (p<0,05). Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan status karies pada remaja di SMP Negeri 1 Kota Cimahi.Kata kunci: Tingkat keparahan maloklusi, status karies, HMAR, DMF-T, remaja ABSTRACTIntroduction: Malocclusion is a misalignment between the teeth and jaws that can cause several effects. One of the malocclusion effects is plaque retention that triggers caries because the demineralisation process occurs on the crowded tooth surface, which is difficult to clean. The purpose of the study was to determine the relationship between the malocclusion severity and caries status in adolescents at 1 Junior High School of Cimahi. Methods: This research was correlational analytic with a cross-sectional approach. The study population was all adolescents at 1 Junior High School of Cimahi. The sampling technique used was stratified random sampling. Oral examination was performed on 61 students aged 12-15 years old, as the subject of the study. Assessment of malocclusion severity was performed using the Handicapped Malocclusion Assessment Record (HMAR) index, and assessment of caries status was performed using the DMF-T index. Results: Percentage of malocclusion of students in 1 Junior High School of Cimahi was 96.7%, while the percentage of caries was 83.6%. The highest malocclusion severity found was a very severe category, intensive treatment necessary; while the most found caries status was a moderate category. Correlation analysis was performed using Rank Spearman statistical method which obtained the p-value = 0.036 (p < 0.05). Conclusion: There is a significant relationship between the malocclusion severity and caries status in adolescents at 1 Junior High School of Cimahi.Keywords: Malocclusion severity, caries status, HMAR, DMF-T, adolescents
Pola dan terapi infeksi Herpes simpleks virus-1 pada rongga mulut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2013-2017The pattern and therapy of the Herpes simplex virus-1 infection in the oral cavity at Dr Hasan Sadikin Hospital Bandung in 2013-2017 Farhani Azizah; Irna Sufiawati; Mieke Hemiawati Satari
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 3, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v3i1.22501

Abstract

Pendahuluan: Salah satu virus yang menginfeksi rongga mulut adalah Herpes Simpleks Virus-1 (HSV-1). Virus ini menjadi patogen utama pada berbagai macam inang dan dapat menyebabkan berbagai macam penyakit orofasial. Tatalaksana infeksi HSV-1 memiliki pola terapi yang beragam bergantung pada kondisi klinis pasien. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data mengenai pola dan terapi penyakit mulut karena infeksi HSV-1. Metode: Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder berasal dari logbook dan rekam medik pasien di Poliklinik Gigi dan Mulut RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2013-2017. Sampel penelitian ditentukan menggunakan metode purposive sampling, yaitu rekam medik pasien dengan diagnosis penyakit mulut karena infeksi HSV-1. Hasil: Pola penyakit mulut pada instalasi rawat jalan yaitu Recurrent Intraoral Herpes (RIH) sebanyak 84,91%, Herpes Associated Erythema Multiforme (HAEM) 9,43%, Herpes labialis 3,77%, dan Primary Herpetic Gingivo Stomatitis (PHGS) 1,89%. Pola penyakit mulut pada rawat inap yaitu Recurrent Intraoral Herpes (RIH) sebanyak 85,71% dan Herpes labialis sebanyak 14,29%. Pemberian terapi sangat bervariatif yaitu kombinasi asiklovir, antiseptik, multivitamin, antiinflamasi steroid, NSAID, pelembab bibir, antibiotik, antihistamin, dan antifungal. Simpulan: Penyakit mulut karena infeksi HSV-1 yang paling sering ditemukan baik pada instalasi rawat jalan maupun rawat inap adalah recurrent intraoral herpes. Pemberian terapi yang paling sering digunakan pada instalasi rawat jalan yaitu kombinasi obat antiinflamasi steroid dan multivitamin, sedangkan pada instalasi rawat inap yaitu multivitamin dan kombinasi asiklovir, antiseptik, dan multivitamin.Kata kunci: Pola penyakit mulut, pola terapi, infeksi Herpes Simpleks Virus-1 ABSTRACTIntroduction: One of the viruses that infect the oral cavity is Herpes Simplex Virus-1 (HSV-1). This virus becomes the primary pathogen in various types of hosts and can cause various kinds of orofacial diseases. Management of HSV-1 infection has a diverse pattern of therapy depending on the clinical condition of the patient. The purpose of this study was to obtain data on the patterns and treatment of oral diseases due to HSV-1 infection. Methods: Data collected was secondary data from the logbook and medical records of patients at the Dental Polyclinic of Dr Hasan Sadikin Hospital Bandung in 2013-2017. The study sample was determined using a purposive sampling method, namely medical records of patients with a diagnosis of oral disease due to HSV-1 infection. Results: The pattern of oral disease in outpatient installations, namely Recurrent Intraoral Herpes (RIH) 84.91%, Associated Erythema Multiforme (HAEM) Herpes 9.43%, Herpes labialis 3.77%, and Primary Herpetic Gingivo Stomatitis (PHGS) 1.89%. The pattern of oral disease in inpatient installations, namely Recurrent Intraoral Herpes (RIH) as much as 85.71% and Herpes labialis 14.29%. Given therapy was very varied, namely a combination of acyclovir, antiseptic, multivitamin, anti-inflammatory steroid, NSAIDs, lip moisturisers, antibiotics, antihistamines, and antifungal. Conclusion: Oral disease due to HSV-1 infection that is most often found both in outpatient and inpatient installations is recurrent intraoral herpes. The most commonly used therapy in outpatient installations is a combination of steroid anti-inflammatory drugs and multivitamins, while in inpatient installations are multivitamins and a combination of acyclovir, antiseptic, and multivitamins.Keywords: Oral disease patterns, therapy patterns, Herpes Simplex Virus-1 infection

Page 1 of 2 | Total Record : 12