cover
Contact Name
Muhammad Ilham Akbar Alamsyah
Contact Email
231320043.muhammadilham@uinbanten.ac.id
Phone
+6285798995400
Journal Mail Official
hikmatul.luthfi@uinbanten.ac.id
Editorial Address
Jl. Syekh Moh. Nawawi Albantani, Kemanisan, Kec. Curug, Kota Serang, Banten
Location
Kota serang,
Banten
INDONESIA
Al-Fath
ISSN : 19782845     EISSN : 27237257     DOI : https://doi.org/10.32678/alfath
Al-Fath: published twice a year since 2007 (June and December), is a multilingual (Bahasa, Arabic, and English), peer-reviewed journal, and specializes in Interpretation of the quran. This journal is published by the Alquran and its Interpretation Department, Faculty of Ushuluddin and Adab, Sultan Maulana Hasanuddin State Islamic University of Banten INDONESIA. Al-Fath focused on the Islamic studies, especially the basic sciences of Islam, including the study of the Qur’an, Hadith, and Theology. Editors welcome scholars, researchers and practitioners of Alquran and its Interpretation, Hadith, and Theology around the world to submit scholarly articles to be published through this journal. All articles will be reviewed by experts before accepted for publication
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 13 No 1 (2019): Juni 2019" : 6 Documents clear
Tafsir dalam Persfektif Teologi Rasional Endang Saeful Anwar; Wurnayati W
Al-Fath Vol 13 No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v13i1.2894

Abstract

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa jalan yang ditempuh Mu’tazilah dalam menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an adalah ta’wil dengan beberapa metode yang sesuai dengan jalan pemikiran Mu’tazilah, yang mana hasil dari metode tersebut adalah Mu’tazilah menolak penyerupaan Tuhan dengan makhluknya,manusia mustahil dapat melihat Allah, Al-qur’an itu bersifat makhluk, Allah bersifat adil dan perbuatan manusia merupakan atas kehendaknya sendiri. Hasil penafsirannya ini di nilai sangat bertentangan dengan lawan Mu’tazilah yaitu Al Asya’riyah, kemudian para ulama menilai tafsir Mu’tazilah ada yang menentangnya, menerima serta bersikap moderat.
Arabisme dalam Pandangan Islam Perspektif Kebinekaan di Indonesia Ade Budiman
Al-Fath Vol 13 No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v13i1.2895

Abstract

Muslims in Indonesia are faced with the problematic understanding that emerged recently as if a handful of circles of Muslims in Indonesia is the wrong and do not understand, by not necessarily in line with the conceptionof the Unitary State of the Republic of Indonesia, so it is very unfortunate once the emergence of differences in the principle of perceiving it among the level of the Ulama, Cendikia, Umara and Indonesian Muslims itself, while the noble values and idealism in religion during the classical period in Indonesia has been a source of cultural preservation and harmony in the relations of peer relations, namely Indonesia with Unity in Diversity. The description of religious history data in the classical period in Indonesia is considered important to reconstruct the plural and multicultural society of Indonesia in the present and future. The challenge for Muslims today is to be able to sort and vote on what the state law considers and sees as good, and its rules are clear in the teachings of the Qur'an and Al-Hadith. As we all know that to become a Muslim does not mean to be the araban, because to become araban not necessarily Islam. But remember, Rasulullah SAW is an Arab and the Quran is revealed in Arabic. "We love Islam, love Allah and Rasulullah SAW, love the Quran, therefore we also love Arabic, because it is impossible to understand Islam without Arabic”.
Kritik Nalar Islam Indonesia: Tinjauan Problematis Relevansi Teks dan Konteks Wildan Hidayat
Al-Fath Vol 13 No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v13i1.2890

Abstract

This paper specifically discussed about non-Muslim leadership in the Islam context, especially in Indonesia. This paper also discussed with the studiedconcepts of leadership in Islam (non-Muslim) and Islamic countries which are led by people with another religion (non-Islam). Not only to the extent ofpermissibility or non-indulgence of non-Muslim leadership in Islam, but it presented the opinions of the pros and cons of this case. Then it can be takena formulative idea that can bring Moslem of Indonesia to come up from the stagnancy of unknowledgeable sektesentric pattern against the rejection non-Muslim leadership without any real solution for himself and the Muslim community. Especially if the concept became contextualized with an Indonesiacountry with a Muslim as majority.
Model Nalar Burhânî dalam Madzhab Tafsir Teologi Mu’tazilah Salim Rosyadi
Al-Fath Vol 13 No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v13i1.2891

Abstract

Dinamika sejarah perkembangan tafsir periode pertengahan ini ditandai dengan pergeseran tradisi penafsiran dari tafsir bi al-ma’tsur ke tradisi bi al-ra’y. Penggunaan rasio semakin kuat, meskipun kemudian sering terjadi bias ideologi. Di manatafsir lebih berupa afirmasi (penegasan dan pembelaan) terhadap ideologi keilmuan dan madzhab penafsirannya. Sebagai implikasinya, muncullah berbagai kitab tafsir yang diwarnai dengan corak dan kecenderungan tafsir sesuai disiplin ilmu dan madzhab ideologi para penafsirnya atau bahkan penguasa saat itu. Mu’tazilah yang kebetulan secara sosio-politik telah membangun gagasan teologinya yang bertumpu pada nalar Burhani melalui upaya menafsiran al-Qur’an yang bersifat rasional. Nalar burhani sendiri merupakan cara berpiokir masyarakat Arab yang bertumpu pada kekuatan natural manuisia, yaitu pengalaman empiris dan penilaian akal, dalam mendapatkan pengetahuan tentang segala sesuatu. Sehingga implikasinya, nalar burhani dalam teologi Mu’tazilah menjadikan al-Qur’an sebagai upaya pembenaran atas segala bentuk agumentasi serta kritik terhadap lawan-lawanya. Upaya pembelaan terhjadap ajarannya tersebut, bagi Mu’tazilah didasarkan pada upaya penafsiran yang rasional melalui gagasan Majaz dan pena’wilan.
Kajian Semantik Konsep ‘Ilm dan ‘Ulamā’ dalam Al-Qur’an Mudzakkir Amin
Al-Fath Vol 13 No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v13i1.2892

Abstract

Kata ‘ilm dan ‘ulamā’ mempunyai keterkaitan makna yang sangat erat. Dan untuk mengetahui makna yang lebih mendalam tentang ‘ulamā’, tentu perlumengetahui dulu kata ‘ilm yang biasa disebut sebagai “pengetahuan”. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang bersifatkualitatif dengan menggunakan metode deskriptif-analitis-deduktif. Makna relasioanal kata ‘ilm dipahami sebagai pengetahuan, sedangkan ‘ulamā’ berartiorang berilmu atau seseorang yang berpengetahuan secara hakiki. Pada masa pra Qur’anik, makna ‘ilm hanya diartikan pengetahuan biasa. Pada masaQur’anik kata ‘ilm tetap membawa serta makna dasarnya, namun kata ini ditempatkan dalam semantik khusus sebagai “pengetahuan dengan penalarantertentu”. Pada masa pasca Qur’anik, kata ‘ilm maknanya lebih luas lagi karena semakin rumit tanda-tanda gejalanya ‘ilm, maka semua orang mulaimempertanyakan hakikat ‘ilm dengan argumentasinya masing-masing. Adapun kata ‘ulamā, pada masa pra Qur’anik hanya dipahami sebagai orangberpengetahuan secara global. Pada masa Qur’anik mempunyai arti penting, mereka yang memiliki pengetahuan tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifatkauniyyah atau qur’aniyyah dan memilki khasyyah kepada-Nya. Pada masa pasca Qur’anik makna ‘ulamā’ mengalami penyempitan makna.
Epistemologi Tafsir Isyari Abdul Basit; Fuad Nawawi
Al-Fath Vol 13 No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v13i1.2893

Abstract

Tulisan ini mengetengahkan epistemologi tafsir isyari. Di dalamnya, menjelaskan bagaimana kaum sufi, yang diklaim sebagai “pemilik” tafsir isyari ini, mendapatkan pengetahuan tafsirnya. Mereka berusaha melampaui indera dan akalnya, karena keduanya hanya menyentuh wilayah lahiriyah danmanifestasinya. Sebaliknya manusia dengan memaksimalkan dimensi batinnya, mereka dapat berhubungan secara langsung dengan hakikat tunggalalam ketika hati mereka suci, dan lepas dari segala bentuk ikatan dan ketergantungan lahiriyah. Dengan pendekatan intuitif, para sufi berupaya mengungkap makna tersembunyi dari teks al-Qur’an. Abu Zaid membedakan epistemologi tafsir isyari dengan tafsir esoterik. Jika yang kedua menggunakan perangkat takwil yang dihasilkan akal, biasanya diproduksi kalangan teolog dan filosof. Sedangkan yang pertama menggunakan takwil yang dihasilkan dzawq (rasa, hati), diproduksi kalangan sufi. Klaim yang mengemuka bahwa Allah melimpahkan kepada para sufi ilmu yang belum pernah mereka ketahui, melalui tahap riyadhah dan kebersihan hati, apakah benar adanya? Ignaz Godziher mengkritiknya, bahwa penafsiran sufi bukan pengetahuan yang bersifat given, ilmu yang berasal dari Tuhan, tetapi berasal dari olah pikiran dan nalar yang sengaja untuk membenarkan (mencari pembenaran) ajaran tasawuf (ideology oriented).

Page 1 of 1 | Total Record : 6