cover
Contact Name
Dita Archinirmala
Contact Email
dorotea.ditaarchinirmala@kalbe.co.id
Phone
+6281806175669
Journal Mail Official
cdkjurnal@gmail.com
Editorial Address
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/about/editorialTeam
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Cermin Dunia Kedokteran
Published by PT. Kalbe Farma Tbk.
ISSN : 0125913X     EISSN : 25032720     DOI : 10.55175
Core Subject : Health,
Cermin Dunia Kedokteran (e-ISSN: 2503-2720, p-ISSN: 0125-913X), merupakan jurnal kedokteran dengan akses terbuka dan review sejawat yang menerbitkan artikel penelitian maupun tinjauan pustaka dari bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat baik ilmu dasar, klinis serta epidemiologis yang menyangkut pencegahan, pengobatan maupun rehabilitasi. Jurnal ini ditujukan untuk membantu mewadahi publikasi ilmiah, penyegaran, serta membantu meningkatan dan penyebaran pengetahuan terkait dengan perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat. Terbit setiap bulan sekali dan disertai dengan artikel yang digunakan untuk CME - Continuing Medical Education yang bekerjasama dengan PB IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia)
Articles 21 Documents
Search results for , issue "Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi" : 21 Documents clear
Membedakan Acute Fatty Liver of Pregnancy dan HELLP Syndrome Hutauruk, Nicholas Marco AH; Iswari, Wulan Ardhana; Pardede, Tiarma Uli; Darus, Febriansyah; Puspitasari, Bintari; Santana, Sanny; Abidin, Finekri; Endjun, Judi J
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.218 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.739

Abstract

Sindrom HELLP dan Acute Fatty Liver of Pregnancy (AFLP) merupakan komplikasi berat kehamilan. Kedua kondisi ini dapat mengancam jiwa dan diagnosis awal amat penting untuk mencegah kematian. Gejala sindrom HELLP dan AFLP sekilas nampak sama, namun etio-patogenesis serta penanganan keduanya berbeda. Pembahasan kasus ini bermaksud mengingatkan klinisi agar mempertajam diagnosis dan penanganan untuk hasil yang lebih baik. Penanganan yang cepat dan tepat menjadi tantangan bagi dokter umum dan spesialis kebidanan di negara-negara berkembang, di mana kehamilan dengan komplikasi sering kurang tertangani.HELLP syndrome and Acute Fatty Liver of Pregnancy (AFLP) are very serious complications in pregnancy. These conditions are life threatening and early diagnosis is the most important step to prevent mortality. HELLP syndrome and AFLP have similarities in symptoms and clinical appearance but different in etio-pathogenesis and treatment. Even though AFLP is rare, it is associated with high maternal and neonatal mortality. This case serves as a reminder to early diagnosis and treatment for a better outcome. This will be a challenge for general practitioners and obstetrician in developing countries, where pregnancies with complications often remain undersupervised.
USG untuk Deteksi Plasenta Akreta -, Fauzan; Iswari, Wulan Ardhana; Uli Pardede, Tiarma; Darus, Febriansyah; Puspitasari, Bintari; Santana, Sanny; Abidin, Finekri; Endjun, Judi J
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (351.255 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.744

Abstract

Plasenta akreta merupakan implantasi abnormal plasenta pada dinding uterus, merupakan komplikasi pada sekitar 0,9% kehamilan. Diagnosis plasenta akreta dibuat berdasarkan spesimen patologis yang diperoleh setelah histerektomi. Diagnosis plasenta akreta juga dapat berdasarkan USG (ultrasonography) dan MRI (magnetic resonance imaging). Sonografi 2-dimensi konvensional adalah alat skrining yang baik untuk mendeteksi plasenta akreta. USG lebih tersedia daripada MRI, lebih murah, dan non-invasif. Oleh karena itu, USG dapat menjadi modalitas diagnostik pilihan untuk plasenta akreta. Selain itu, sensitivitas sonografi sebesar 86,4%; dibandingkan MRI sebesar 84%.Placenta accreta is an abnormal placental implantation of the uterine wall, a complication of about 0.9% of pregnancies. The diagnosis of placenta accreta is made based on pathological specimens obtained after hysterectomy. The diagnosis of placenta accreta can also be based on ultrasound (ultrasonography) and magnetic resonance imaging (MRI). Conventional 2-dimensional sonography is a good screening tool for detecting placenta accreta. Ultrasound is more available than MRI, cheaper, and non-invasive. Therefore, ultrasound may be the preferred diagnostic modality for placenta accreta. In addition, sonographic sensitivity was 86.4%; compared with MRI of 84%.
Tatalaksana Retensio Urin Pasca Persalinan Anugerah, Iqra; Ardhana Iswari, Wulan; Pardede, Tiarma Uli; Darus, Febriansyah; Puspitasari, Bintari; Santana, Sanny; Abidin, Finekri; Endjun, Judi J
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.204 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.735

Abstract

Retensio urin pasca persalinan (RUPP) adalah tidak adanya proses berkemih spontan atau tidak dapat berkemih spontan yang dimulai 6 jam pasca persalinan dengan residu urin sebanyak > 200 ml. Insidensi RUPP 1,7-17,9%; di Indonesia insidensi RUPP 14,8% pada tahun 1996 dan 26,7% pada tahun 2004. RUPP dapat disebabkan oleh berbagai faktor neurologis, farmakologis, inflamasi, obstruksi, gangguan medis, overdistensi kandung kemih, psikogenik, dan gangguan pasca operasi. Diagnosis ditegakkan melalui kateterisasi dan ultrasonografi. Tatalaksana RUPP ialah penanganan nyeri, kateterisasi intermiten atau selama 24 jam, antibiotik, dan prostaglandin.Postpartum urinary retention is defined as the abrupt inability to spontaneously micturate or micturition after 6 hours post-partum with more than 200 mlresidual urine. Its incidence is 1,7-17,9%; in Indonesia, the incidence was 14,8% in 1996 and 26,7% in 2004. Various factors contribute to the development of postpartum urinary retention: neurological, pharmacological, medical disorders, psychogenic, postoperative factors. Diagnosis is made through catheterization and ultrasonography. Current management involves pain management, intermittent or 24-hour catheterization, antibiotics, and prostaglandin. 
Toksoplasmosis Kongenital Dwi Aryani, I Gusti Ayu
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.151 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.736

Abstract

Toksoplasmosis kongenital merupakan suatu manifestasi infeksi Toxoplasma gondii pada ibu hamil yang menyebar ke janin melalui transmisi plasenta. Penyakit ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan, pendengaran, perkembangan dan IQ rendah pada anak. Penegakan diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan serologi.Congenital toxoplasmosis is a manifestation of the Toxoplasma gondii infection in pregnant women which spread to the fetus through the placenta transmission. This case may cause visual impairment, hearing loss, development impairment and lower IQ in childhood. Diagnosis is by serology examination.
Peran Magnesium dalam Mobilitas Fungsional Pada Lanjut Usia Tarigan, Silvia Pagitta
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (103.907 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.741

Abstract

Pada lanjut usia, persentase massa otot menurun 1% per tahun sehingga hal ini menyebabkan pula penurunan kekuatan otot. Kekuatan otot pada lanjut usia berhubungan dengan masalah keseimbangan tubuh terutama saat mobilisasi. Adanya hambatan saat mobilisasi menyebabkan kelompok lanjut usia berisiko jatuh. Data klinis melaporkan magnesium berperan dalam proses metabolisme dan kekuatan otot pada lanjut usia. Magnesium dapat mempengaruhi mobilitas fungsional disebabkan oleh peranan penting magnesium dalam produksi energi, regulasi kontraksi dan relaksasi otot, sintesis protein otot dan menurunkan stres oksidatif.In elderly, the percentage of muscle mass decrease about 1% each year and can cause decreased muscle strength. The muscle strength in elderly associate with body equilibrium problems, especially during mobilitation. The presence of inhibition in mobilitation proccess pose a significant falling risk in elderly. Clinical data showed that magnesium have an important role in the metabolism proccess and muscle strength in elderly. Magnesium can affect the functional mobility, since magnesium have an important role in energy production, contraction regulation and muscle relaxation, muscle protein synthesis, and oxidative stress decrements.
Terapi laparoskopi niche dan asimptomatik niche: laporan dua kasus Akbar, Taufik; Situmorang, Herbert; Ardhana Iswari, Wulan; Uli Pardede, Tiarma; Darus, Febriansyah; -, Bintari Puspitasari; Santana, Sanny; Abidin, Finekri; J Endjun, Judi
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (613.865 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.737

Abstract

Niche adalah gambaran hipoekoik di antara myometrium segmen bawah uterus yang menggambarkan diskontuinitas myometrium di tempat bekas operasi sesar. Angka kejadian niche meningkat seiring meningkatnya angka seksio sesarea, menimbulkan gejala ginekologi seperti perdarahan, chronic pain, dismenorea, dan disparenea. Niche dapat diterapi secara konservatif maupun operatif. Kami melaporkan dua kasus niche dengan gejala berbeda. Kasus pertama dengan gejala perdarahan pasca menstruasi selama 3 tahun dan kasus kedua terdeteksi tanpa gejala. Pada kasus pertama dilakukan perbaikan dengan laparoskopi sedangkan pada kasus kedua tidak dilakukan intervensi. Tidak semua niche harus menjalani tindakan intervensi.A niche is a hypoechoic image between the myometrium in the lower uterine segment, illustrating myometrial discontinuity after a caesarean section. Niche incidence increases along with increasing caesarean section procedure, causing gynecological symptoms such as hemorrhage, chronic pain, dysmenorrhea, and dyspareunia. Niche is treatable, conservatively or surgery. We report two niche cases with different symptoms. The first was a woman with post-menstrual bleeding for three years, the second presented without any symptoms. The first patient was treated with laparoscopic surgery whereas the second did not receive any interventions. Not all niche cases need intervention.
Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia Berat Tidak Tergantung Proteinuria Sumulyo, Ganot; Ardhana Iswari, Wulan; Uli Pardede, Tiarma; Darus, Febriansyah; Puspitasari, Bintari; Santana, Sanny; Abidin, Finekri; Endjun, Judi J
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.975 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.742

Abstract

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal terbesar, yang terjadi pada 2-3% kehamilan. Preeklampsia didefinisikan sebagai suatu sindrom yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Mengingat pentingnya penanganan dini, diagnosis dan penentuan beratnya preeklampsia tidak lagi bergantung kepada adanya proteinuria. Tatalaksana terminasi pada preeklampsia tanpa perburukan disarankan saat usia kehamilan mencapai 37 minggu.Preeclampsia is one of the largest causes of maternal mortality and morbidity, occurring in approximately 2-3% of pregnancies. It is defined as a range of symptoms related to vasospasm, an increase in peripheral vascular resistance, and a decrease in organ perfusion, as evidenced by hypertension, edema, and proteinuria, related to pregnancy. Considering the significance of early management, an absence of proteinuria in new onset hypertension no longer rules out the diagnosis of preeclampsia. Termination in stable preeclampsia is recommended only at a gestational age of 37 weeks or older.
Sindrom Nefrotik dalam Kehamilan -, M. Dwi Wicaksono; -, Wulan Ardhana Iswari; -, Tiarma Uli Pardede; -, Febriansyah Darus; -, Bintari Puspitasari; -, Sanny Santana; -, Finekri Abidin; -, Judi J Endjun
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.447 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.738

Abstract

Sindrom nefrotik sangat jarang terjadi pada saat kehamilan, insidensinya 0,012-0,025 % dari semua kehamilan.1 Sindrom nefrotik merupakan salah satu diagnosis banding yang penting untuk pre-eklampsia. Berbeda dengan tatalaksana pre-eklampsia yang mempunyai urgensi untuk dilahirkan, pada sindrom nefrotik bertujuan memperpanjang usia kehamilan untuk meningkatkan keluaran bayi.3 Kami melaporkan kasus Ny.B 25 tahun datang pertama kali pada usia kehamilan 13 minggu dengan keluhan edema pada kedua tungkai. Pada urinalisis didapatkan protein positif 3 menggunakan dipstick. Pasien mendapat terapi steroid, diuretik, suplemen albumin, antihipertensi dan obat anti koagulasi. Pada usia kehamilan 34 minggu kehamilan diakhiri karena IUGR (intra uterine growth retardation) berat.Nephrotic syndrome is a rare case in pregnancy, with an incidence of 0,012-0,025% among all pregnancies1. It is an important differential diagnosis to preeclampsia, the most common cause of severe proteinuria and hypoalbuminemia in pregnancy. In contrast to pre-eclampsia, which indicates early termination, the management of nephrotic syndrome aims to prolong gestational age to improve neonatal outcome3. We report a case of a twenty-five year old woman with 13-week first pregnancy and bipedal edema. Dipstick protein +3 was found during urinalysis. The patient was given steroid therapy, diuretics, albumin supplements, antihypertensives, and anticoagulation. The pregnancy was terminated in 34th week due to severe intrauterine growth retardation.
Tatalaksana Neoplasma Ovarium pada Kehamilan Lestari Avriyani, Renny; Ardhana Iswari, Wulan; Pardede, Tiarma Uli; Darus, Febriansyah; Puspitasari, Bintari; Santana, Sanny; Abidin, Finekri; J Endjun, Judi
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.928 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.743

Abstract

Insidens massa adneksa pada kehamilan diperkirakan 0,2-2% tergantung usia kehamilan; kebanyakan bersifat jinak. Angka keganasan adalah 1-6%. Massa adneksa pada kehamilan sering didiagnosis saat pemeriksaan fisik pada wanita yang bergejala, seperti nyeri abdomen/nyeri pelvik atau terdapat massa pada perabaan. Diagnosis akurat penting untuk identifikasi pasien yang benar-benar membutuhkan pembedahan. Sejak penggunaan ultrasonografi (USG) pada kehamilan, massa adneksa lebih sering ditemukan. Tulisan ini memaparkan etiologi massa adneksa pada kehamilan, metode diagnostik pilihan, serta pilihan terapi.Overall incidence of adnexal mass in pregnancy is estimated to be 0.2-2.0% depending on gestational age; most are benign, only 1-6% are malignant. Adnexal mass were diagnosed in women presenting with abdominal or pelvic pain or with palpable mass. Accurate diagnosis is necessary to identify patients who truly need surgical interventions. Routine ultrasonography made an easier detection of adnexal mass in pregnancy.
Akurasi Pemeriksaan Ultrasonografi oleh Residen Obstetri dan Ginekologi pada Kasus Seksio Sesarea Emergensi di RSPAD Gatot Soebroto April-Oktober 2016 Kapnosa Hasani, Rachmat Dediat; Arief Rahman, Ichnandy; Ardhana Iswari, Wulan; Uli Pardede, Tiarma; Darus, Febriansyah; Puspitasari, Bintari; Santana, Sanny; Abidin, Finekri; Endjun, Judi J
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.419 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.734

Abstract

Pendahuluan: Pemeriksaan taksiran berat janin menggunakan ultrasonografi (USG) saat ini rutin pada keadaan emergensi untuk membantu keputusan managemen pasien di kamar bersalin. Pada penelitian ini dilakukan penilaian akurasi taksiran berat janin menggunakan ultrasonografi oleh residen obstetri dan ginekologi pada kasus seksio sesarea emergensi. Desain: Studi retrospektif terhadap 63 kasus kehamilan yang menjalani seksio sesarea emergensi di RSPAD Gatot Soebroto April-Oktober 2016. Taksiran berat janin (TBJ) dikalkulasi dan dibandingkan dengan berat lahir (BL) Dilakukan analisis ketepatan diagnosis makrosomia, berat lahir rendah dan faktor-faktor yang berperan dalam akurasi pemeriksaan USG.Hasil: Rerata selisih absolut antara TBJ dan BL 222 ± 198 g (172-272). Rerata persentase selisih absolut antara TBJ dan BL 8,0 ± 5,9 % (6,2-9,7%). Selisih absolut antara TBJ dan BL didapatkan < 10 % pada 71 % kasus. Pada uji korelasi didapatkan korelasi yang baik antara TBJ dan BL (r=0,91, p=0,001). Kemampuan memprediksi makrosomia memiliki sensitifitas 67 % dan spesifisitas 98 %. Kemampuan memprediksi berat lahir rendah memiliki sensitifitas 80 % dan spesifisitas 95 %. BMI ≥ 35 kg/m2 memiliki rerata kesalahan pengukuran lebih besar (359 g vs 208 g, p=0,001). Keadaan oligohidramnion dan inpartu tidak didapatkan mempengaruhi akurasi taksiran berat janin. Simpulan: Pemeriksaan taksiran berat janin oleh residen memiliki akurasi cukup baik. Diagnosis makrosmia memiliki sensitifitas rendah. BMI pasien ≥ 35 kg/m2 merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi akurasi pemeriksaan USG oleh residen. Background: Ultrasonography-based estimated fetal weight is currently a routine workup for emergency cases in the delivery room. This study explores the accuracy of estimated fetal weight using ultrasonography conducted by obstetrics and gynecology residents during emergency caesarean sections. Design: This is a retrospective study conducted on 63 pregnancies terminated with emergency caesarean section in RSPAD Gatot Soebroto on April to October 2016. Estimated fetal weight (EFW) was calculated and compared to birth weight, analyzed for accuracy for diagnosis of macrosomia, low birth weight, and factors that influence the accuracy of an ultrasonography imaging. Results: Absolute means difference between EFW and BW was 222 ± 198 g (172-272). Absolute means difference percentage between EFW and BW was 8,0 ± 5,9 % (6,2-9,7%). Absolute difference between EFW and BW was found to be <10% in 71% of cases. Correlation tests showed a good correlation between EFW and BW (r=0,91, p=0,001). Sensitivity of macrosomia diagnosis was 67% with a specificity of 98%, while low birth weight predictions had 80% sensitivity and 95% specificity. EFW miscalculation is higher in women with BMI ≥ 35 kg/m2 (359 gr vs 208 gr, p=0,001); oligohydramnion and delivery were not found to influence EFW accuracy. Conclusion: Fetal weight estimation obstetrics and gynecology residents was found to have adequate accuracy. The diagnosis of macrosomia, however, was found to have low sensitivity, and maternal obesity (≥ 35 kg/m2) influenced the accuracy of ultrasonographic diagnosis.

Page 1 of 3 | Total Record : 21


Filter by Year

2017 2017


Filter By Issues
All Issue Vol 50 No 11 (2023): Pediatri Vol 50 No 10 (2023): Kedokteran Umum Vol 50 No 9 (2023): Penyakit Dalam Vol 50 No 8 (2023): Dermatiologi Vol 50 No 7 (2023): Kardiovaskular Vol 50 No 6 (2023): Edisi CME Vol 50 No 5 (2023): Kedokteran Umum Vol 50 No 4 (2023): Anak Vol 50 No 3 (2023): Kardiologi Vol 50 No 2 (2023): Penyakit Dalam Vol 50 No 1 (2023): Oftalmologi Vol 49, No 4 (2022): Infeksi - COVID-19 Vol 49 No 12 (2022): Dermatologi Vol. 49 No. 11 (2022): Neurologi Vol 49 No 10 (2022): Oftalmologi Vol. 49 No. 9 (2022): Neurologi Vol. 49 No. 8 (2022): Dermatologi Vol 49 No 7 (2022): Nutrisi - Vitamin D Vol 49, No 7 (2022): Vitamin D Vol 49 No 6 (2022): Nutrisi Vol 49, No 6 (2022): Nutrisi Vol 49, No 5 (2022): Jantung dan Saraf Vol 49 No 5 (2022): Neuro-Kardiovaskular Vol 49 No 4 (2022): Penyakit Dalam Vol 49 No 3 (2022): Neurologi Vol 49, No 3 (2022): Saraf Vol 49, No 2 (2022): Infeksi Vol 49 No 2 (2022): Infeksi Vol 49 (2022): CDK Suplemen-2 Vol 49 (2022): CDK Suplemen-1 Vol 49, No 1 (2022): Bedah Vol 49 No 1 (2022): Bedah Vol 48 No 11 (2021): Penyakit Dalam - COVID-19 Vol 48, No 7 (2021): Infeksi - [Covid - 19] Vol 48 No 1 (2021): Infeksi COVID-19 Vol. 48 No. 10 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 4 Vol 48 No 8 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 3 Vol 48 No 5 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 2 Vol. 48 No. 2 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 1 Vol 48, No 12 (2021): General Medicine Vol 48 No 12 (2021): Penyakit Dalam Vol 48, No 11 (2021): Kardio-SerebroVaskular Vol 48, No 10 (2021): CME - Continuing Medical Education Vol 48, No 9 (2021): Nyeri Neuropatik Vol 48 No 9 (2021): Neurologi Vol 48, No 8 (2021): CME - Continuing Medical Education Vol 48 No 7 (2021): Infeksi Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi Vol 48 No 6 (2021): Kardiologi Vol 48, No 5 (2021): CME - Continuing Medical Education Vol 48 No 4 (2021): Dermatologi Vol 48, No 4 (2021): Dermatologi Vol 48, No 3 (2021): Obstetri dan Ginekologi Vol. 48 No. 3 (2021): Obstetri - Ginekologi Vol 48, No 2 (2021): Farmakologi - Vitamin D Vol 48, No 1 (2021): Penyakit Dalam Vol 47, No 12 (2020): Dermatologi Vol 47, No 11 (2020): Infeksi Vol 47, No 10 (2020): Optalmologi Vol. 47 No. 10 (2020): Dermatologi Vol 47 No 9 (2020): Infeksi Vol 47, No 9 (2020): Neurologi Vol. 47 No. 8 (2020): Oftalmologi Vol 47, No 8 (2020): Kardiologi Vol. 47 No. 7 (2020): Neurologi Vol 47, No 7 (2020): Bedah Vol 47 No 6 (2020): Kardiologi & Pediatri Vol. 47 No. 5 (2020): Bedah Vol 47, No 5 (2020): CME - Continuing Medical Education Vol. 47 No. 4 (2020): Interna Vol 47, No 4 (2020): Arthritis Vol. 47 No. 3 (2020): Dermatologi Vol 47, No 3 (2020): Dermatologi Vol 47, No 2 (2020): Penyakit Infeksi Vol 47 No 2 (2020): Infeksi Vol 47, No 1 (2020): CME - Continuing Medical Education Vol 47, No 1 (2020): Bedah Vol 47 No 1 (2020): Bedah Vol. 46 No. 7 (2019): Continuing Medical Education - 2 Vol 46 No 12 (2019): Kardiovakular Vol 46, No 12 (2019): Kardiovaskular Vol. 46 No. 11 (2019): Pediatri Vol 46, No 11 (2019): Kesehatan Anak Vol 46, No 10 (2019): Farmasi Vol. 46 No. 10 (2019): Farmakologi - Continuing Professional Development Vol 46 No 9 (2019): Neurologi Vol 46, No 9 (2019): Neuropati Vol 46, No 8 (2019): Kesehatan Anak Vol. 46 No. 8 (2019): Pediatri Vol 46, No 7 (2019): CME - Continuing Medical Education Vol 46, No 6 (2019): Diabetes Mellitus Vol 46 No 6 (2019): Endokrinologi Vol. 46 No. 5 (2019): Pediatri Vol 46, No 5 (2019): Pediatri Vol. 46 No. 4 (2019): Dermatologi Vol 46, No 4 (2019): Dermatologi Vol 46, No 3 (2019): Nutrisi Vol. 46 No. 3 (2019): Nutrisi Vol 46, No 2 (2019): Penyakit Dalam Vol. 46 No. 2 (2019): Interna Vol 46 No 1 (2019): Obstetri-Ginekologi Vol 46, No 1 (2019): CME - Continuing Medical Education Vol 46, No 1 (2019): Obstetri - Ginekologi Vol 45, No 12 (2018): Farmakologi Vol 45 No 12 (2018): Interna Vol 45, No 11 (2018): Neurologi Vol. 45 No. 11 (2018): Neurologi Vol. 45 No. 10 (2018): Muskuloskeletal Vol 45, No 10 (2018): Muskuloskeletal Vol 45 No 9 (2018): Infeksi Vol 45, No 9 (2018): Infeksi Vol. 45 No. 8 (2018): Dermatologi Vol 45, No 8 (2018): Alopesia Vol 45, No 7 (2018): Onkologi Vol 45 No 7 (2018): Onkologi Vol. 45 No. 6 (2018): Interna Vol 45, No 6 (2018): Penyakit Dalam Vol 45, No 5 (2018): Nutrisi Vol. 45 No. 5 (2018): Nutrisi Vol 45, No 4 (2018): Cedera Kepala Vol 45 No 4 (2018): Neurologi Vol 45, No 4 (2018): Cidera Kepala Vol. 45 No. 3 (2018): Muskuloskeletal Vol 45, No 3 (2018): Muskuloskeletal Vol. 45 No. 2 (2018): Urologi Vol 45, No 2 (2018): Urologi Vol 45 No 1 (2018): Dermatologi Vol 45, No 1 (2018): Suplemen Vol 45, No 1 (2018): Dermatologi Vol 44, No 12 (2017): Neurologi Vol 44, No 11 (2017): Kardiovaskuler Vol 44, No 10 (2017): Pediatrik Vol 44, No 9 (2017): Kardiologi Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi Vol 44, No 7 (2017): THT Vol 44, No 6 (2017): Dermatologi Vol 44, No 5 (2017): Gastrointestinal Vol 44, No 4 (2017): Optalmologi Vol 44, No 3 (2017): Infeksi Vol 44, No 2 (2017): Neurologi Vol 44, No 1 (2017): Nutrisi Vol 43, No 12 (2016): Kardiovaskular Vol 43, No 11 (2016): Kesehatan Ibu - Anak Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging Vol 43, No 9 (2016): Kardiovaskuler Vol 43, No 8 (2016): Infeksi Vol 43, No 7 (2016): Kulit Vol 43, No 6 (2016): Metabolik Vol 43, No 5 (2016): Infeksi Vol 43, No 4 (2016): Adiksi Vol 43, No 3 (2016): Kardiologi Vol 43, No 2 (2016): Diabetes Mellitus Vol 43, No 1 (2016): Neurologi Vol 42, No 12 (2015): Dermatologi Vol 42, No 11 (2015): Kanker Vol 42, No 10 (2015): Neurologi Vol 42, No 9 (2015): Pediatri Vol 42, No 8 (2015): Nutrisi Vol 42, No 7 (2015): Stem Cell Vol 42, No 6 (2015): Malaria Vol 42, No 5 (2015): Kardiologi Vol 42, No 4 (2015): Alergi Vol 42, No 3 (2015): Nyeri Vol 42, No 2 (2015): Bedah Vol 42, No 1 (2015): Neurologi Vol 41, No 12 (2014): Endokrin Vol 41, No 11 (2014): Infeksi Vol 41, No 10 (2014): Hematologi Vol 41, No 9 (2014): Diabetes Mellitus Vol 41, No 8 (2014): Pediatrik Vol 41, No 7 (2014): Kardiologi Vol 41, No 6 (2014): Bedah Vol 41, No 5 (2014): Muskuloskeletal Vol 41, No 4 (2014): Dermatologi Vol 41, No 3 (2014): Farmakologi Vol 41, No 2 (2014): Neurologi Vol 41, No 1 (2014): Neurologi More Issue