Articles
20 Documents
Search results for
, issue
"Vol 7 No 4 (2020)"
:
20 Documents
clear
ANALISIS PUTUSAN PRAPERADILAN NOMOR: 24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel PENETAPAN TERSANGKA BARU KASUS BANK CENTURY
prasetyo, herlambang ponco
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 4 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v7i4.32800
The South Jakarta District Court dated April 9, 2019 decided on a pretrial case filed by the Anti-Corruption Society Association (MAKI). The pretrial verdict numbered: 24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt. The following makes the norm by which the pretrial judge can accept the respondent (Investigator) to determine a suspect for someone who is not involved in the case. The KPK as the respondent was requested by MAKI to be made Budiono, et al as soon as possible to be made a suspect in the Century Bank case. MAKI postulated that because the KPK had indirectly stopped the investigation because within 2 years after Budi Mulya's decision had increased at the cassation level, the KPK did not match the suspect Budiono, et al. Which in the argument of the judge in Budi Mulya's appeal, together with Budiono, et al Involved in the Century Bank case. The purpose of this study is to study the basis of the MAKI and the Judge requesting immediate gathering of Boediono, et al. This research is a normative juridical research study using research proposals, invitations and conceptual. The legal material of this research consists of primary legal material, secondary legal material. The results showed that MAKI argued that the KPK had taken an action to stop the investigation. This is based on that the Criminal Procedure Code is not regulated related to the process of terminating the investigation which must be issued through SP3. Unlike considering the cessation of the prosecution in the Criminal Procedure Code, the prosecution is carried out through the determination of the court. Moreover, the KPK cannot issue SP3 because it has been approved by article 40 of Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission. The basis of judges in making legal breakthroughs is because corruption is an extraordinary crime that must be resolved immediately. Keyword : Pretrial, Decision Number: 24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel, SP3
KESADARAN HUKUM KONSUMEN TERKAIT PENANDAAN PADA PRODUK KOSMETIK YANG DIPRODUKSI OLEH KLINIK KECANTIKAN
Astanti, Dilla Nurfiana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 4 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v7i4.32829
Cosmetic products produced by beauty clinics according to Regulation of the Head of the BPOM No. 19 of 2015 on Cosmetic Technical Requirements must contain a minimum marking in the form of complete, objective, and not misleading information. The existence of cosmetic products that attached to the skin if they do not contain markings, it will endanger the health and safety of consumers. Marking is includes in the consumer's right to information as stipulated in Law of the Republic of Indonesia Number 8 of 1999 on Consumer Protection (UUPK) which has a correlation with the business actor's obligation to include true, clear and honest information. Increased awareness, ability, and independence of consumers to protect themselves is needed if the business actor fails to carry out its obligations. This study aims to analyze consumer legal awareness related to marking on cosmetic products produced by beauty clinics. The research method used is empirical juridical data collection techniques through interviews, observation, and documentation. The results showed that consumer legal awareness was related to the marking of cosmetic products produced by beauty clinics at very low levels. The low awareness of consumer law is influenced by several factors which include the level of education, age, lack of awareness of the obligation of labeling by business actors, and consumers have never received information (socialization) related to the marking from the Central POM in SurabayaKeywords: Consumer Law Awareness, Right to Information, Cosmetic Marking
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN NOMOR 34/Pid.Sus/TPK/PN.Jkt.Pst YANG MENGESAMPINGKAN PUTUSAN PRA PERADILAN NOMOR 40/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel DIKAITKAN DENGAN KUHP
Prasetyo, Candra Adi
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 4 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v7i4.32859
Putusan Praperadilan tidak dapat dimintakan Banding kecuali terhadap putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan sehingga putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum terakhir (final) dan mengikat (binding). Terdapat pengabaian putusan praperadilan Nomor 40/Pid.Pra/2018/PN JKT.SEL yang pada amar putusannya mengabulkan permohonan  praperadilan Edwar Soedjajaya dan menyatakan Surat Penetapan Tersangka (PIDSUS/18) Nomor:TAP/51/F.2/Fd.1/10/2017 tidak sah dan tidak berdasar hukum, dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan akan tetap melanjutkan perkara dengan Edward sebagai terdakwa dengan alasan putusan praperadilan yang diterima patut untuk ditolak karena menyangkut kepentingan yang lebih besar, yaitu pemberantasan korupsi. Tujuan penelitian ini ialah 1) menganilis Putusan Nomor 34/Pid.Sus/TPK/PN.Jkt.Pst yang mengesampingkan Putusan Praperadilan Nomor 40/Pid.Pra/2018/PN JKT.SEL dikaitkan dengan Pasal 82 ayat (3) KUHAP dan, (2) menganalisis sejauh mana kekuatan hukum atas pengajuan praperadilan dikaitkan hak setiap tersangka. Penelitian ini menggunakan statute approach, case approach dan conceptual approach. Hasil penelitian ini adalah Jaksa Penuntut umum yang mengabaikan putusan praperadilan dan tetap melakukan penuntutan di pengadilan tidak melanggar ketentuan dalam KUHAP. Lingkup hak tersangka dalam praperadilan terbatas atas tindakan terhadap pribadi tidak membatasi atas proses peradilan yang berjalan. Diperlukan aturan mengenai kekuatan hukum putusan praperadilan serta pemahaman secara kepada semua pihak atas pendapat dalam putusan Mahkamah Konstitusi terhadap proses peradilan yang sedang berjalan.
Penegakan Hukum Terhadap Pedagang Asongan Berkaitan Dengan Larangan Menjual Barang Di Dalam Angkutan Umum Jenis Bus Di Terminal Tambak Osowilangun Surabaya
ummah, rosidatul;
Widodo, Hananto
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 4 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v7i4.32908
Pedagang asongan merupakan salah satu diantara sebagian pekerjaan yang berada pada sektor informal. Pedagang asongan muncul sebagai bentuk usaha dari masyarakat yang tidak tertampung pada sektor formal karena disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara lapangan kerja dengan jumlah pencari kerja. Adanya pedagang asongan harusnya dapat menjadi solusi terhadap tingginya tingkat pengangguran di kalangan masyarakat. Namun faktanya keberadaan pedagang asongan ternyata juga memberikan dampak yang merugikan bagi masyarakat. Salah satu diantaranya adalah timbulnya ketidaknyamanan masyarakat sebagai akibat dari pedagang asongan yang melakukan aktivitas berjualan tidak pada tempat yang seharusnya. Saat ini sering dijumpai pedagang asongan yang menjadikan angkutan umum seperti bus sebagai tempat untuk mereka berjualan. Hal ini jelas tidak sesuai dengan apa yang telah diuraikan dalam Pasal 9 Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Ketertuban Umum dan Ketentraman Masyarakat yang menjelaskan bahwa angkutan umum merupakan salah satu tempat yang tidak boleh digunakan untuk aktivitas berjualan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penegakan hukum terhadap pedagang asongan yang berjualan di dalam angkutan umum dan apa saja kendala yang dihadapi dalam proses penegakan hukumnya. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis sosiologis. Data di dalam penelitian merupakan hasil dari wawancara dengan beberapa informan dan hasil observasi yang diperoleh di lapangan. Data yang terkumpul akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan mengenai belum optimalnya proses penegakan hukum oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya terhadap pedagang asongan yang berjualan di dalam angkutan umum. Kendala yang dihadapi dalam upaya penegakan hukum terhadap pedagang asongan yang berjualan di dalam angkutan umum terbagi menjadi kendala internal dan eksternal. Kendala internal meliputi Sumber DayaManusia (SDM), sarana dan fasilitas penunjang penegakan hukum. Adapun kendala eksternal bersumber dari pedagang asongan yang tidak sadar akan hukum yang sedang berlaku. Kata Kunci:penegakan hukum, pelanggaran perda, pedagang asongan
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEROKOK PADA KAWASAN TERBATAS ROKOK DI PASAR TRADISIONAL KREMPYENG GRESIK
Najamuddin, Alif
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 4 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v7i4.32934
Gresik Regency Regulation Number 4 of 2015 concerning Non-Smoking and Non-Smoking Areas has been in effect for 5 (five) years. But the fact is that there are still many violations found in areas designated as non-smoking areas, especially in the traditional Gresik market. The majority of smokers are traders and workers in these market areas. There is no special place for smoking inside this traditional market, so cigarette smoke rises in the market area which certainly disturbs buyers and other traders as passive smokers. In this regard, the writer identifies that in its application Article 13 Letter B of the Regional Regulation of Gresik Regency Number 4 of 2015 concerning Non-Smoking Zones and Cigarette-Restricted Areas Related to Cigarette-Restricted Areas in Gresik Traditional Market, this has not proceeded accordingly, so the authors are interested in writing related how enforcement and barriers experienced in enforcing local regulations Gresik Regency Regulation Number 4 of 2015 concerning No-Smoking Areas and Restricted-Smoking Areas. This study aims to determine how law enforcement against smokers in cigarette-restricted areas in the Krempyeng Gresik Traditional Market and to determine the obstacles faced in law enforcement against smokers in cigarette-restricted areas in the Krempyeng Gresik Traditional Market. This research is a type of empirical juridical research located in Krempeyeng Market in Gresik Regency and Satpol PP in Gresik Regency. The data used are primary and secondary data obtained from interviews, literature studies, journals, research results, websites, and statutory regulations. Data collection is done through interviews and documentation. Data processing is done by checking information and classified systematically, as well as processing primary and secondary data relations. The results of data processing were analyzed descriptively qualitatively. The results of the study showed that law enforcement related to the implementation of Gresik Regency Regulation Number 4 Year 2015 Regarding No-Smoking Areas and Restricted-Smoking Areas in the Krempyeng Market area of Gresik Regency was still lacking. The Market Management Unit of the Gresik Regency Cooperative, Micro Business and Industry and Trade Office as the official in charge of creating a smoking room considers it unnecessary. The Gresik Regency Civil Service Police Office has not made any appeal or given administrative sanctions to smokers in the limited smoking area in the Grempik Krempyeng Market. The culture of the people who are less concerned about the dangers of smoking and the prohibition of smoking in the limited smoking area makes the Regional Regulation of Gresik Regency Number 4 Year 2015 Regarding No-Smoking Areas and Restricted-Smoking Areas not being able to apply optimally in the Krempyeng Market area of Gresik Regency.. Keyword: Law Enforcement, Restricted Area of Cigarettes, Traditional Market.Â
ANALISIS YURIDIS PENGATURAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU OLEH MASYARAKAT HUKUM ADAT (IUPHHK-MHA) DI PAPUA
Situmorang, Netti Gloria
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 4 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v7i4.32973
Konflik yang kerap terjadi di provinsi Papua merupakan akibat yang ditimbulkan dari ketidakadilan yang seringkali terjadi, dimulai dari isu HAM sampai pada isu terkait sumber daya alam (SDA). Ketidakmampuan dan ketidakberdayaan masyarakat hukum adat (MHA) Papua untuk memanfaatkan SDA secara optimal membuat provinsi ini masih jauh dari kata sejahtera jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Mengingat begitu kompleksnya permasalahan yang terjadi, maka pada tahun 2001 ditetapkan UU Otonomi Khusus (UU Otsus). Tujuannya, yaitu untuk meredam keinginan Papua yang hendak memisahkan diri dari Indonesia. Melalui Otsus ini, pemerintah provinsi Papua diberikan kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus kepentingan setempat menurut prakarsa, aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Kewenangan-kewenangan tersebut kemudian akan diatur lebih lanjut dalam Perdasus/Perdasi. Tahun 2008, pemerintah provinsi Papua mengeluarkan kebijakan di sektor kehutanan dengan diterbitkannya Perdasus No. 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di provinsi Papua, dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi, sosial dan budaya MHA Papua. Ketentuan yang ada dalam Perdasus tersebut kemudian ditindaklanjuti dalam Pergub No. 13 Tahun 2010 tentang Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu oleh masyarakat hukum adat (IUPHHK-MHA). UU Kehutanan sebagai peraturan khusus yang mengatur tentang kehutanan di Indonesia memang memberikan pengakuan terhadap MHA dan hak-haknya atas hutan adat mereka, namun apabila sudah ada Perda. Jika syarat yang ditentukan terpenuhi, maka MHA dapat mengelola hutan adatnya sesuai dengan hukum adat yang berlaku. Papua sendiri sudah mengeluarkan ± 17 SK IUPHHK-MHA, namun hingga kini, masih belum ada Perda pengakuan MHA di Papua. Itu artinya, pemerintah Papua tidak boleh mengklaim secara sepihak bahwa di Papua terdapat MHA yang haknya harus dilindungi. Selain itu, dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hutan yang ada di Indonesia, baik itu UU maupun Menteri LHK sebagai menteri yang menaungi hutan di Indonesia tidak mengenal istilah IUPHHK-MHA. Kondisi tersebut bisa berakibat fatal pada MHA yang sudah menerima IUPHHK-MHA tersebut. Kata Kunci: MHA, IUPHHK-MHA, Otsus, Papua, Hutan
KEABSAHAN RISALA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG DITUANGKAN DALAM AKTA NOTARIS MELEBIHI JANGKA WAKTU 30 HARI
Fadhila, Reisa Ibtida I
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 4 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v7i4.32989
Perseroan terbatas merupakan badan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian kedua belah pihak untuk saling mengikatkan dirinya pada sebuah perseroan. Untuk memberikan kepastian hukum pada perseroan dapat dilakukan dengan cara membuat akta autentik yakni akta pendirian perseroan terbatas yang dibuat oleh pejabat umum dalam hal ini adalah notaris menggunakan bahasa Indonesia. Akta pendirian peseroan ini menjadi dasar bilamana persero akan melakukan perubahan anggaran dasar wajib melalui penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham atau selanjutnya disebut dengan RUPS. Isi dari RUPS membahas mengenai isi peryataan-pernyataan yang akan dilakukan oleh perseroan dan mulai berlaku pada saat hasil keputusan rapat dituangkan dalam akta risalah RUPS dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang hadir dalam rapat. RUPS yang telah mempunyai hasil keputusan maka sesuai dengan pasal 21 ayat (7) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas RUPS wajib dituangkan ke dalam akta notaris dalam hal ini adalah akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) tidak melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Untuk memperoleh status hukum perseroan, dalam akta pendirian perseroan harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau selanjutnya disebut MenKumHam dalam hal ini berbentuk surat keputusan pengesahan terhadap perseroan. Karena hal tersebut telah diatur dalam pasal 7 ayat (2) UUPT 2007 yang menyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan lebih memahami terkait perubahan anggaran dasar dalam perseroan yang dituangkan ke dalam akta notaris serta upaya yang dapat dilakukan apabila penuangan risalah RUPS ke dalam akta notaries melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang telah ditentukan oleh UUPT 2007. Metode penelitian yang digunakan merupakan jenis penelitian yuridis-normatif atau penelitian hukum normatif. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum dalam penelitian ini dibedakan menjadi sumber bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan. Teknik analisis bahan hukum yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode preskripsi. Hasil Penelitian menyatakan bahwa Pernyataan Keputusan Rapat yang dituangkan dalam akta notaris dapat dikatakan tidak sah karena terdapat ketidaksesuaian dengan jangka waktu yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa penuangan ke dalam akta PKR tidak boleh melebihi 30 (tiga puluh) hari. Kekuatan hukum dari perseroan tersebut hanya mengikat pihak internal saja dan bukan mengikat pihak eksternal. Upaya yang dapat dilakukan terkait kasus tersebut yakni diselenggarakannya RUPS kembali dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai RUPS atau pada saat penyelenggaraan RUPS, para pemegang saham menyetujui dilakukan upaya membuat akta penegasan terhadap akta PKR yang telah dibuat berdasarkan akta risalah RUPS namun telah lewat dari jangka waktu yang telah ditentukan oleh UUPT 2007 yakni 30 (tiga puluh) hari.
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA MIGRAN INDONESIA ASAL KABUPATEN PONOROGO DARI TINDAK KEKERASAN FISIK
robi'ah, vina durotur
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 4 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v7i4.33086
Perlindungan hukum terhadap Pekerja Migran Indonesia secara umum diatur di dalam Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Pekerja informal merupakan pekerjaan yang memiliki karakteristik terhadap perlakuan abuse, serta ketidakadilan saat bekerja di luar negeri. Perempuan paling rentan mengalami kekerasan fisik dibanding laki-laki. Berbagai pekerja informal yang rentan terhadap kekerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendidikan yang rendah menyebabkan pengetahuan yang kurang terhadap informasi mengenai cara melindungi diri sendiri. Pelaksanaan untuk memberikan perlindungan yang diatur di dalam undang-undang perlindungan dilaksanakan oleh lembaga dan badan. Tingkat provinsi badan yang melaksanakan perlindungan dilakukan oleh LP3TKI. Kabupaten Ponorogo merupakan kantong PMI terbesar di Jawa Timur. Upah yang tinggi menjadi daya pikat untuk masyarakat Ponorogo bekerja di luar negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan peran LP3TKI dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja migran Indonesia akibat kekerasan fisik saat berada di luar negeri dan mengetahui implementasi perlindungan hukum terhadap pekerja migran Indonesia akibat kekerasan fisik saat berada di luar negeri serta untuk mengetahui faktor penghambat LP3TKI dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja migran Indonesia akibat kekerasan fisik saat berada di luar negeri. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis. Data di kumpulkan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data kualiatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi perlindungan hukum yang di dapat pekerja migran untuk korban kekerasan fisik sudah berjalan dengan baik, meskipun masih terdapat berbagai persoalan yang dialami pekerja migran indonesia. Hambatan-hambatan yang dihadapi untuk memberikan perlindungan hukum yaitu pekerja migran memalsukan identitas, berangkat melalui calo-calo yang illegal dan belum adanya regulasi turunan dari pekerja migran indonesia.
Kesadaran Hukum Masyarakat Daalam Mengikuti Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Blitar
romadhon, fahrizal;
Eny Sulistyowati, Eny
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 4 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v7i4.33349
Abstrak Masalah hidup yang terjadi di masyarakat tidak lepas dari masalah kesehatan, Kesehatan adalah tanggung jawab bersama masyarakat dan pemerintah. Masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat akan mempengaruhi perkembangan dan ekonomi suatu negara. Pelayanan kesehatan adalah salah satu hak yang dimiliki oleh masyarakat dan pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah. Salah satu layanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah adalah melalui program Asuransi Kesehatan Nasional yang ditetapkan secara nasional dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Asuransi Kesehatan. Peraturan tersebut dikeluarkan dengan tujuan memberikan bentuk perlindungan sosial untuk memastikan bahwa semua orang dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang layak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesadaran hukum publik dalam mengikuti program Asuransi Kesehatan Nasional di Kabupaten Blitar dan menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat dalam berpartisipasi dalam program Asuransi Kesehatan Nasional di Kabupaten Blitar, serta mengetahui dan menilai upaya yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan di Kabupaten Blitar dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam program Asuransi Kesehatan Nasional di Kabupaten Blitar. Penelitian ini adalah penelitian yuridis sosiologi yang merupakan penelitian hukum untuk mengetahui sejauh mana suatu peraturan perundang-undangan dapat dikatakan telah efektif. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran hukum masyarakat dalam berpartisipasi dalam program Asuransi Kesehatan Nasional di Kabupaten Blitar tidak memiliki kesadaran hukum. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat dalam mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Blitar adalah faktor pendidikan, usia, lingkungan dan faktor ekonomi masyarakat. Upaya yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan Kabupaten Blitar adalah upaya preventif dan represif. Upaya pencegahan dilakukan dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait program Asuransi Kesehatan Nasional. Upaya represif yang dilakukan adalah melaporkan perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya dalam program Asuransi Kesehatan Nasional dengan jaksa agung dan mendorong pemerintah Kabupaten Blitar untuk mengumpulkan data dari masyarakat kurang mampu yang belum berpartisipasi dalam program Asuransi Kesehatan Nasional untuk menerima bantuan kontribusi dari pemerintah Kabupaten / Kota.  Kata kunci: Kesadaran Hukum, Masyarakat, Asuransi Kesehatan Nasional  Abstract Life problems that occur in the community can not be separated from the health problems, Health is a shared responsibility of the community and the government. Health problems that occur to the community will affect the development and economy of a country. Health service is one of the rights owned by the community and its implementation is carried out by the government. One of the health services provided by the government is through the National Health Insurance program established nationally in the Republic of Indonesia Presidential Regulation Number 82 of 2018 concerning Health Insurance. The regulation was issued with the aim of providing a form of social protection to ensure that all people can meet the basic needs of proper health. This study aims to analyze public legal awareness in following the National Health Insurance program in Blitar District and describe the factors that influence community legal awareness in participating in the National Health Insurance program in Blitar District, as well as knowing and assessing the efforts made by BPJS Health in Blitar District in increasing public awareness in participating in the National Health Insurance program in Blitar District. This research is a sociology juridical research which is a legal research to find out the extent to which a statutory regulation can be said to have been effective. Sources of data obtained from primary data and secondary data with qualitative analysis methods. The results showed that community legal awareness in participating in the National Health Insurance program in Blitar District did not have legal awareness. Factors that influence community legal awareness in following the National Health Insurance program in Blitar Regency are education level, age, environment and community economic factors. The efforts made by Blitar District Health BPJS are preventive and repressive efforts. Preventive efforts carried out by conducting socialization to the public related to the National Health Insurance program. The repressive effort undertaken is to report companies that do not register their workers in the National Health Insurance program with the attorney general and encourage the Blitar District government to collect data from underprivileged communities who have not participated in the National Health Insurance program in order to receive contribution assistance from the Regency / City government.  Keywords: Legal Awareness, Society, National Health Insurance
TINJAUAN YURIDIS PENDAFTARAN TANAH DI SEMPADAN SUNGAI SERINJING DESA JAMBU KABUPATEN KEDIRI
Djibran, Risha Oktavyana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 4 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v7i4.33359
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia terutama untuk pembangunan nasional. Kebutuhan atas tanah tersebut dapat menimbulkan beberapa permasalahan dalam pertanahan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pemerintah mewajibkan masayarakat untuk mendaftarkan tanahnya yang dilaksanakan dengan PP No. 24 Tahun 1997. Dimana dibagi menjadi 2 sistem pendaftaran tanah. Di desa Jambu pada tahun 2008 dilaksanakan PRONA. Cukup banyak masyarakat yang mendaftarkan tanahnya, termasuk warga yang menempati tanah disekitar Sungai Serinjing. Dari luas tanah yang tertera dalam sertipikat di sekitaran sungai seriniing hanya menyisakan jarak 3 meter saja dari tepi sungai sebagai garis sempadan. Seharusnya sungai Serinjing memiliki garis sempadan sungai dengan jarak 15 meter dari palung sungai. Selain itu semapadan sungai merupakan tanah yang hanya dapat dikuasai oleh Negara dan tidak dapat didaftarakan hak apapun. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah penerbitan sertipikat hak milik atas tanah di sempadan sungai Serinjing telah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis penerbitan sertipikat hak milik atas tanah di sempadan sungai Serinjing. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerbitan sertipikat hak milik atas tanah di sempadan sungai Serinjing tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Kesimpulannya pendaftaran tanah di Desa Jambu yang bertepatan di sempadan sungai Serinjing tidak sesuai dengan Peraturan Perundangan-undangan dimana sempadan sungai merupakan kawasan konservasi, Kata Kunci: Pendafataran Tanah, Sempadan Sungai, Lahan Konservasi Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan dan Menteri Dalam Negeri No. 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 dan PU. 124/KPTS/1984 Tahun 1984 tentang Penanganan Konservasi Tanah Dalam Rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas