cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Saraswati
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 24 Documents
Search results for , issue "Jurnal Ilmiah Mahasiswa Etnomusikologi" : 24 Documents clear
Duhkha Primadini Dwi Maulinda 0910337015
Saraswati Jurnal Ilmiah Mahasiswa Etnomusikologi
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/srs.v0i0.814

Abstract

Duhkha merupakan judul yang diambil dari kisah cerita Rajapala/Durma. Kisah Rajapala/Durma memiliki rasa yang sama seperti penyaji rasakan. Durma adalah seorang anak yang ditinggalkan ibunya dan ayahnya. Rasa kesedihan ini yang hampir mirip dengan penyaji rasakan, rasa ditinggalkan seorang ibu (ibu meninggal dunia). Duhkha arti dalam bahasa sansekerta adalah sedih. Berjudulkan Duhkha ini adalah rasa yang ingin disampaikan ke dalam penciptaan musik. Tetapi dengan nuansa yang dipengaruhi lingkungan dalam Durma dan penyaji. Sudah menggabungkan rasa lain dalam garapan ini. Meggunakan rasa yang dialami selain rasa sedih. Garapan juga sangat berpengaruh dari dalam, pengaruh lingkungan penciptaan musik etnis serta pengaruh musik barat. Intrumen dalam karya ini menggunakan gamelan Banyuwangi, dan menggunakan intrumen barat. Kolaborasi antara intrumen Banyuwangi dan instrumen barat adalah sebuah capaian yang awal. Didalamnya ada sebuah intrumen kalimantan, yaitu sampek. Penggabungan intrumen Banyuwangi, Kalimantan dan Instrumen Barat. Pada karya musik ini terdapat tiga bagian, bagia pertama adalah pembuka, bagian kedua adalah isi, dan bagian ke tiga adalah menutup. Capaian dalam karya ini adalah sumber yang sudah ada untuk sebuah penciptaan dan untuk mengetahui nuansa yang tercipta dalam karya seni tersebutKata kunci : duhkha, rajapala, kolaborasi
Kreativitas Buset di Industri Musik Populer Minangkabau Sabri Arrasyid 0810305015
Saraswati Jurnal Ilmiah Mahasiswa Etnomusikologi
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/srs.v0i0.945

Abstract

Lahirnya sebuah karya seni yang indah tentu saja tidak serta merta terlahir begitu saja, melainkan selalu dibarengi dengan adanya sebuah proses kreatif. Oleh karena itu aspek kreativitas menjadi hal ikhwal yang sangat krusial di balik terciptanya sebuah karya seni apapun, seni musik diantaranya. Terlebih apabila karya-karya seni tersebut harus mampu bersaing dalam ranah industri, di mana masing-masing kompetitor harus mampu terus menerus berinovasi dan berlombalomba memamerkan karakter masing-masing, sehingga mampu bertahan di hati para penikmat karyanya. Begitupun apa yang dilakukan oleh Buset (Budi Setiawan) dalam olah kreasi penciptaan karya-karya musiknya. Tak hanya kreatif dalam berkarya musik, kejelian pelaksana produksi juga turut memberi andil besar di balik kesuksesan publisitas karya musik tersebut. Penelitian dalam topik permasalahan Kreativitas Buset di Industri Musik Populer Minangkabau ini secara keseluruhan dilakukan menggunakan metode kualitatif yang mengutamakan adanya proses kinerja lapangan, baik wawancara, observasi, maupun pendokumentasian. Kemudian dalam segi analisa, tekstual peneliti menggunakan pendekatan estetika parodi guna menjelaskan hadirnya bentuk lawakan sebagai salah satu karakteristik karya-karya musik Buset, serta pendekatan estetika musik populer guna menjelaskan pertanyaan mengenai alasan di balik popularitas Buset. Dilakukan pula analisa tekstual melalui teknis ilmu bentuk analisa musik guna menjelaskan secara lebih detil tentang segi garap musiknya. Studi ini menemukan bahwa karakteristik karya-karya Buset yang penuh lawakan serta sesuai dengan kaidah-kaidah estetika populer membawa ketenaran Buset dalam industri musik populer Minangkabau. Kemudian turut ditemukan pula bahwa sebagai karya musik populer, karya-karya musik Buset tidak begitu saja terlepas dari nilai-nilai kultural/aspek lokalitas masyarakat Minangkabau, melainkan justru masih terkait erat dan saling menyokong antara satu dengan yang lainnya. Kata kunci : Estetika, Minangkabau, Kreativitas
Kesenian Janengan Identitas Masyarakat Jawa di Pajaresuk, Pringsewu,Lampung Fitrianto 1110427015
Saraswati Jurnal Ilmiah Mahasiswa Etnomusikologi
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/srs.v0i0.936

Abstract

Perpindahan penduduk dari Jawa ke Lampung yang terjadi sejak puluhan tahun silam tepatnya tahun 1905, memicu terjadi proses sosial budaya yang mencakup adaptasi dan pembentukan identitas. Identitas yang dimaksud adalah suatu hal yang melekat dalam kehidupan setiap orang baik secara pribadi maupun kelompok yang dengan itu dapat menjadi pembeda atau penyama dengan manusia atau kelompok lainnya. Salah satu material yang dapat digunakan dalam proses pengidentifikasian tersebut adalah kesenian. Seperti yang terjadi pada masyarakat Jawa di Pajaresuk, Pringsewu, Lampung yang menghadirkan kesenian Janengan untuk menegaskan identitasnya sebagai orang Jawa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk penyajian dan pola permainan kesenian Janengan, serta bagaimana kesenian Janengan menjadi identitas masyarakat Jawa di Pajaresuk, Pringsewu, Lampung. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode deskriptif analitik dan dengan pendekatan Etnomusikologis. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan, bahwa kesenian Janengan merupakan identitas mayarakat Jawa di Pajaresuk, Pringsewu, Lampung melalui unsur-unsur budaya Jawa yang terdapat di dalamnya. Kata kunci : Janengan, Identitas, Masyarakat Jawa
Unsur Dangdut dalam Kesenian Berjanjen. Studi Kasus: Grup Budaya Campur Laras di dusun Sedogan, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta Muhammad Akbar Fadlillah 0910344015
Saraswati Jurnal Ilmiah Mahasiswa Etnomusikologi
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/srs.v0i0.941

Abstract

Kesenian berjanjen merupakan kesenian pembacaan kitab Maulid Al-Barzanji yang berisi sejarah Nabi Muhammad S.A.W dari mulai lahir, perjalanan hidupnya, hingga akhir hayatnya. Pada awalnya kesenian ini hanya menggunakan suara vokal manusia saja, namun pada perkembangannya kesenian ini muncul dengan musik pengiring dan beberapa alat musik sederhana seperti alat musik terbang. Dusun Sedogan merupakan sebuah dusun yang terletak di pedukuhan Ngabean Wetan, desa Sinduharjo, kecamatan Ngaglik, kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dusun ini termasuk dalam wilayah desakota atau sub urban, yang menggambarkan perkembangan daerah-daerah di sekitar kota-kota besar, di mana bentuk-bentuk perkotaan dan penggunaan lahan pertanian dan pemukiman hidup berdampingan dan tercampur. Di dusun ini hidup sebuah kesenian yang hidup dari masyarakatnya yang mayoritas beragama Islam yang bernama berjanjen. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnomusikologis, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kesenian berjanjen di dusun Sedogan, desa Sinduharjo, kecamatan Ngaglik, kabupaten Sleman, Yogyakarta, telah terjadi perubahan format musik pengiringnya dengan menggunakan instrumen musik dangdut. Hal ini terjadi disebabkan kreatifitas dari beberapa anggota yang masih muda dan gemar dengan musik dangdut, mencoba memasukkan unsur musik dangdut ke dalam kesenian berjanjen ini. Kata kunci : berjanjen, unsur dangdut
Gender Of Gender Teteh Dayatami 1010390015
Saraswati Jurnal Ilmiah Mahasiswa Etnomusikologi
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/srs.v0i0.946

Abstract

Konsep laki-laki dan perempuan adalah dualitas dimensi keseimbangan hidup. Konsep tersebut tidak akan seimbang jika melupakan gender ketiga yaitu bancih. Segala hal selalu melewati di-antara-nya. Antara laki-laki dan perempuan, setengah laki-laki dan setengah perempuan itu adalah perilaku gender yang tidak bisa ditebak keberadaannya dalam diri manusia. Apa pun bentuk yang ditampilkan oleh seorang laki-laki, perempuan, dan bancih, faktanya mereka masih disebut golongan makhluk hidup (tentunya), dan manusia (khususnya). Penyebaran orang jenis ketiga (bancih) ini memang sangat pesat perkembangannya, terutama di Yogyakarta. Sosial masyarakat bancih kini memang sangat manja, kebiasaan mencari perhatian masyarakat umum, membuat masyarakat umum tersebut tidak nyaman. Demikian sebaliknya, jika masyarakat umum paham dengan kondisi kaum bancih tersebut, maka tidak akan adanya selisih diantara keduanya. Aktualisasi yang diupayakan yakni pembuatan instrumen gender dengan mencampur dualitas laras yaitu, pelog dan slendro. Gender of Gender dalam judul karya Tugas Akhir ini memiliki multi-interpretasi. Gender adalah perwakilan perilaku feminitas dan maskulinitas, kemudian gender adalah nama instrumen dari salah satu perangkat gamelan Jawa yang sering digunakan dalam setiap konser karawitan di Jawa (khususnya). Kedua kata yang sengaja digabungkan melalui segala ‘gabungan’ yang penulis maksud adalah keserbajadian atau kebolehjadian yang menarik segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Boleh juga dipahami bahwa judul Gender of Gender ini sebagai sinergi atau peleburan segenap rasa kegelisahan dalam sosial budaya manusia dan sosial budaya musik Jawa (khususnya Gamelan Jawa). Sebagaimana telah penulis paparkan, konsep dualitas yang digabung kemudian menjadi konsep tiga gender ini telah mengispirasi pembuatan gender yang diberi nama ardhacandra. Ardha yang artinya tengahan/sebagian/diantara, candra adalah bulan sabit. Gender yang berlaras diantara laras pelog dan slendro tersebut dikemas dengan design setengah lingkaran yang menyerupai bulan sabit. Kata kunci : Gender, ardhacandra, bancih
Jampi Gigih Alfajar Novra Wulanda 1010393015
Saraswati Jurnal Ilmiah Mahasiswa Etnomusikologi
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/srs.v0i0.937

Abstract

Jampi merupakan judul karya komposisi musik etnis dengan mantra Melayu Kalimantan Barat sebagai bahan utama dalam penggarapanya. Tujuan penggarapan komposisi ini adalah untuk mengekspresikan dualisme dari mantra tersebut. Konsep dualisme tersebut disini adalah mantra yang berguna sebagai media untuk kebaikan dan yang kedua mantra sebagai media untuk menyakiti. Kata Jampi sendiri dapat diartikan sebagai kata-kata yang bilamana diucapkan mengandung mistis/bersifat sakral. Melalui tahapan eksplorasi, improvisasi hingga proses pembentukan pada akhirnya secara ekplisit komposisi musik Jampi dapat dilihat menjadi musik yang memiliki tiga bentuk bagian. Meliputi bagian awal, bagian tengah dan bagian akhir. Komposisi ini dimainkan oleh dua idiom yang berbeda meliputi instrument etnis jawa dan instrument barat. Kata kunci : Dualisme, Jampi, Mantra
Turunani Dalam Adat Molapi Saronde Pada Upacara Pernikahan Di Provinsi Gorontalo Muhammad Fauzy Mukolil 1110431015
Saraswati Jurnal Ilmiah Mahasiswa Etnomusikologi
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/srs.v0i0.942

Abstract

Molapi saronde adalah prosesi tarian yang hanya dilakukan oleh pengantin laki-laki di pernikahan adat di Provinsi Gorontalo pada saat melaksanakan adat Hui Mopotilandahu (malam pertunangan). Prosesi ini disebut juga sebagai proses molile huali atau meninjau kamar pengantin yang dilaksanakan pada satu hari sebelum diadakannya akad nikah. Prosesi Molapi Saronde dilaksanakan bersama dengan Turunani. Turunani adalah kesenian vokal bernuansa Islam yang diiringi dengan tabuhan rebana. Peran penting turunani dalam molapi saronde adalah sebagai media komunikasi, representasi simbolis, respons fisik, memperkuat konformitas normanorma sosial, dan sebagai upaya untuk melestarikan kebudayaan. Tanpa Turunani Molapi Saronde belum bisa dilaksanakan hal ini berkaitan dengan lirik dan musik turunani yang menjadi patokan dalam melakukan gerakan tarian mulai dari berdiri hingga selesai dan duduk kembali. Pada semua prosesi Molapi Saronde penari wajib mengikuti musik Turunani dalam melakukan gerakan tari. Bentuk musik Turunani dalam setiap sajian berbeda mulai dari durasi permainan, tempo yang digunakan, jenis lagu, bahasa, pola tabuhan, nada dasar, dan makna syair. Seperti yang digunakan dalam prosesi Molapi Saronde di kabupaten Gorontalo. Tempo yang digunakan sekitar 85 ketukan per menit, tempo ini dalam setiap prosesi di tiap daerah berbeda, namun pada umumnya mendekati 85 MM (metronome) dengan bentuk lagu tiga bagian, menggunakan pola tabuhan 7, bahasa daerah Gorontalo yang dipadukan dengan bahasa Arab, jenis lagu yang digunakan adalah Suluta, durasi dalam setiap prosesi adalah 15-30 menit, salah satu nada dasar yang digunakan pada pernikahan di kabupaten limboto adalah F#, nada dasar disini bersifat fleksibel atau sesuai dengan kemampuan penyanyi Turunani, karena Turunani tidak mempunyai alat musik pengiring melodis yang digunakan sebagai pitch tetap. Maka akan ditemui perbedaan nada dasar di setiap pelaksanaan Molapi Saronde. Makna lagu dari Turunani dalam adat Molapi Saronde adalah mempersatukan kedua calon pengantin dengan aturan-aturan adat yang berlaku dalam masyarakat serta mempererat tali silaturahmi antara keluarga calon pengantin laki-laki dan perempuan. Kata kunci : Turunani, Molapi Saronde, Pernikahan
Musik Populer Kendang Kempul Banyuwangi Ginanjar Wahyu Raka Siwi 1110423015
Saraswati Jurnal Ilmiah Mahasiswa Etnomusikologi
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/srs.v0i0.938

Abstract

Musik Kendang Kempul merupakan musik yang tumbuh berkembang dari seni Gandrung dengan perpaduan Kendang Kempul khas Banyuwangi dengan musik irama dangdut khas musik Melayu. Musik kendang Kempul yang awalnya hanya sebuah kegiatan privat dan komunitas kelompok terbatas di lingkup masyarakat kecil saja, namun seiring berjalannya waktu musik Kendang Kempul menjadi musik populer. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keberadaan musik Kendang kempul dan memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi musik Kendang Kempul menjadi musik populer. Lokasi penelitian ini berada di Banyuwangi dengan fokus musik Kendang Kempul yang telah di produksi dalam bentuk kaset VCD dan yang masuk dalam media elektronik. Hasil penelitian ini menemukan bahwa keberadaan musik Kendang Kempul bisa bertahan sampai saat ini dikarenakan musik ini terus mengalami perkembangan khususnya dari segi bentuk musiknya yang selalu mengikuti tren di masyarakat. Selanjutnya, musik Kendang Kempul menjadi musik populer. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut tidak lain adalah musikalitas Kendang Kempul Banyuwangi, teknologi dan media elektronik. Ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap musik populer Kendang Kempul. Kata kunci : Kendang Kempul, musik populer, keberadaan
Kelompok Musik Serempet Gudal Di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah: Sebuah Kajian Etnomusikologi Panji Agung Prabowo 0810312015
Saraswati Jurnal Ilmiah Mahasiswa Etnomusikologi
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/srs.v0i0.943

Abstract

Kelompok musik Serempet Gudal merupakan kelompok musik parodi, dalam pementasannya kelompok ini menyajikan lagu-lagu yang mereka buat sendiri, dimana didalam lagu-lagu tersebut termuat pesan moral dan kritik sosial yang disampaikan melalui lirik-lirik lagunya. Karya-karya mereka sebagian besar mengadopsi idiom dan medium musik barat, namun selain itu kelompok musik Serempet Gudal juga memasukan unsur-unsur lokal dalam penggarapanya. Keunikan inilah yang menjadikan Kelompok musik ini dapat diterima oleh masyarakat kota Semarang pada khusus dan masyarakat luas pada umumnya. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana pesan moral dan kritik sosial yang disampaikan melalui lirik-lirik lagunya, dan juga ingin mengetahui bagaimana bentuk penyajian kelompok musik Serempet Gudal. Untuk kepentingan tersebut, maka penulis menggunakan metode deskriptif analitis sebagai alatnya, dan dengan perpekstif Etnomusikologis sebagai pendekatannya. Setelah melalui proses pembahasan, maka dapat dikatakan bahwa kelompok musik Serempet Gudal memiliki kekuatan pada aksi panggung dan lirik-lirik lagunya, yang ternyata sangat diminati warga masyarakat Semarang pada khusunya dan masyarakat luas pada umumnya. Kata kunci : Serempet Gudal, Pesan Moral, Kritik Sosial
Gamelan Jawa sebagai musik liturgi di gereja Kristen Jawa Bantul Alfin Sasmita 1110404015
Saraswati Jurnal Ilmiah Mahasiswa Etnomusikologi
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/srs.v0i0.934

Abstract

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Bantul adalah salah satu gereja yang menggunakan gamelan Jawa sebagai pengiring ibadahnya. Gamelan tersebut digunakan untuk menyajikan musik-musik liturgi bertannganada diatonis, yaitu bacaan kitabkitab yang dilantukan dalam tangga nada diatonis. Aransemen atau garap lagulagu tersebut menggunakan tidak hanya menggunakan tempo lambat dan ritme on beat yang membentuk kesan tenang/agung dan sejenisnya, akan tetapi juga menggunakan tempo agak cepat dan ritme off beat sehingga menghasilkan musiknya yang dinamis. Permasalahan inilah yang menjadi fokus dari penelitian ini dengan rumusan permasalahan mengapa digarap demikian dan bagaimana tanggapan pendeta, majelis dan jemaatnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnomusikologis, yaitu pendekatan musik dalam konteks sosial budayanya. Implikasi pendekatan tersebut dalam penelitian ini adalah gending-gending tersebut dianalisis dalam konteks GKJ Bantul. Data yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut dihasilkan dari analisis teks dan analisis konteks, analisis teks digunakan untuk mengetahui karakter lagunya dengan mengidentifikasi variasi unsur-unsur musiknya tersebut, sedangkan analisis konteks adalah usaha mencari tahu hal-hal apa saja yang mempengaruhi garapan gending-gending tersebut. Hasilnya GKJ Bantul menganut faham reformis sehingga mempengaruhi seluruh kegiatan yang ada di gereja tersebut, termasuk di dalamnya musik kebaktiannya. GKJ Bantul menafsirkan faham tersebut dengan membentuk grup gamelan Jawa untuk mengiringi kebaktiannya. Gereja memberi kebebasan kepada penggarapnya untuk mengaransemen lagunya asalkan aransemen tersebuttidakmelencengdariajaranAlkitab. Pesan tersebut ditangkap oleh pimpinan grup karawitan tersebut dengan membuat garap karawitan yang dinamis dengan tujuan agar jemaat bersemangat dalam beribadat dan tidak menjemukan. Kata kunci : Gamelan Jawa,Faham Reformis, Musik

Page 2 of 3 | Total Record : 24